jpnn.com, JAKARTA - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) John Kennedy Aziz mempersoalkan pendapat sejumlah pakar yang menyebut KPK tidak bisa diangket karena merupakan lembaga independen.
“Ada pendapat, karena KPK dianggap lembaga independen maka DPR tidak bisa angket KPK. Bagaimana sikapnya terhadap pandangan ini?” tanya John kepada pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra dan mantan Ketua Badan Legislasi DPR Zain Badjeber saat rapat dengar pendapat umum (RPDU) Pansus Hak Angket KPK di gedung DPR, Jakarta, Senin (10/7).
Politikus Partai Golkar ini juga mempertanyakan apakah semangat pembentukan KPK oleh pemerintah dan DPR lewat Undang-undang nomor 30 tahun 2002, sudah sesuai harapan saat ini. John juga meminta masukan karena secara konstitusional pansus sudah legal, bagaimana seharusnya sikap KPK terhadap mereka.
Nah, Yusril menjelaskan, profesor atau guru besar diangkat sesuai bidangnya masing-masing. Tidak bisa diangkat di luar kompetensinya. Dia mencontohkan, ketika dirinya ditanya soal hukum pertanahan tentu itu bukan keahliannya. Dia mempersilakan ahli hukum pertanahan menjawabnya.
BACA JUGA: Soal Hak Angket KPK, Begini Kata Jubir Kepresidenan
Kemudian, lanjut Yusril, saat membahas Rancangan Undang-undang Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK), salah satu pasal yang dipersoalkan adalah ketika presiden melakukan pidana berat maka bisa diberhentikan. Untuk menjawab frasa “pidana berat” itu, Yusril yang mewakili pemerintah harus meminta pendapat ahli pidana.
“Karena itu, kalau sejumlah profesor menyampaikan pendapatnya (soal angket DPR), kalau kompetensinya misalnya di mikrobiologi atau masalah lain, tidak usah dihiraukan karena itu di luar kompetensinya,” kata Yusril.
BACA JUGA: Yusril Tegaskan DPR Bisa Gunakan Angket ke KPK, Begini Penjelasannya...
Soal KPK yang dianggap lembaga independen sehingga tidak bisa di-angket, Yusril juga tidak sependapat. Dia tegas menyatakan DPR bisa melakukan angket kepada KPK. Sebab, KPK merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU. Angket itu ditujukan terhadap pelaksana UU. “Nah, UU KPK ada. Atas dasar UU itu dibentuklah KPK. Apakah UU sudah dijalankan KPK itu sesuai atau tidak maka dengan mengadakan angket DPR melakukan evaluasi,” papar Yusril.
Dia melanjutkan, dari sisi rumpun di mana KPK berada sudah jelas bahwa komisi antikorupsi itu merupakan bagian eksekutif. Bukan legislatif maupun yudikatif. “KPK berada di rumpun eksekutif walaupun independen, secara struktural bukan bawahan presiden,” katanya.
BACA JUGA: Pernyataan Keras Yusril soal Perdebatan Presidential Threshold
Dia menegaskan, KPK berbeda dengan Jaksa Agung dan Kapolri yang berada langsung di bawah presiden. “KPK lembaga independen tapi ranah atau rumpunnya di ranah eksekutif,” katanya.
Kemudian, kata dia, KPK bisa di-angket DPR karena dalam menjalankan tugasnya dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Menyoal apakah KPK sudah sesuai harapan, Yusril menyatakan bahwa saat pembentukan KPK itu memang diharapkan bisa segera dibangun sistem yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
“Kalau dihapuskan sama sekali itu utopia, karena sampai kiamat (korupsi) itu akan tetap ada. Kejahatan itu inheren dengan manusia,” kata Yusril yang mewakili pemerintah dalam pembahasan UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK kala itu.
Menurut Yusril, yang ada di dalam pikiran pemerintah kala itu adalah harus dibangun sistem negara yang kuat dalam memberantas korupsi. Sehingga, ketika ada niat untuk melakukan korupsi, tapi tidak bisa diwujudkan karena adanya sistem kuat yang menghalangi. “Kalau 1000 KPK dibangun, tapi sistem tidak dibangun maka akan tetap terjadi korupsi,” pungkas Yusril. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Tunggu Bukti dari Pansus Angket KPK, Menguatkan atau Melemahkan?
Redaktur & Reporter : Boy