Budaya Baku Pasiar, Indahnya Toleransi Antarumat Beragama

Selasa, 19 Juni 2018 – 06:06 WIB
Budaya Baku Pasir, warga nonmuslim pun ikut merayakan lebaran. Foto: Mesya Mohamad/JPNN.com

jpnn.com - Toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Manado, Sulut, selama ini terjaga dengan sangat baik, antara lain berkat budaya Baku Pasiar. Tak heran Manado aman dari isu-isu SARA yang memecah belah persatuan.

Mesya Mohamad - Manado

BACA JUGA: Pemuda Katolik Ikut Jaga Salat Id

LEBARAN tidak hanya dirayakan warga muslim. Warga nonmuslim pun menyambut penuh sukacita. Hal itu ditunjukkan dengan sibuknya warga nonmuslim menyiapkan antaran saat lebaran.

Biasanya antaran ini berupa kue lebaran dan soft drink. Warga nonmuslim mengantarkan kue maupun minuman saat malam takbiran. Ada juga yang mengantarkan bahan makanan seperti ayam, ikan maupun daging sapi. Nantinya warga muslim yang mengolahnya untuk disajikan saat lebaran.

BACA JUGA: Kerukunan Umat Beragama Perekat Persatuan Bangsa

Saat lebaran tiba, warga nonmuslim ini mendatangi umat muslim yang berhari raya. Tidak hanya warga muslim yang pasiar (bertamu), umat nonmuslim pun sangat antusias.

Mereka biasanya diminta tuan rumah untuk makan bersama. Dari makan bersama itu keakraban makin kuat. Keakraban ini berlanjut saat Natal. Bila hari raya Natal tiba, warga muslim yang memberikan antaran pada nonmuslim. Jenis dan jumlahnya sama seperti yang diantar saat malam takbiran.

BACA JUGA: TNI Komitmen Menjaga Toleransi Antarumat Beragama

Begitu Natal, warga muslim balas pasiar ke rumah nonmuslim. Sama seperti saat lebaran, warganon muslim juga menyiapkan sajian makan bersama untuk tamu muslim. Agar tamu muslim nyaman dengan makanan yang disajikan, biasanya menunya semua halal dan dimasak oleh warga muslim.

Budaya baku pasiar (saling bertamu) dan baku antar makanan (saling antar makanan) tetap dipertahankan sampai sekarang. Warga Manado yang heterogen selalu menjaga kerukunan kehidupan beragama dengan cara sederhana tapi efeknya luar biasa.

Seperti pengakuan Tanjan Hidayah. Momentum lebaran sangat indah karena tidak hanya dirayakan umat muslim tapi juga nonmuslim. Dengan baku pasiar membuat hubungan kekekuargaan makin kuat.

"Senang sekali dengan kedatangan teman-teman maupun tetangga nonmuslim. Tiap tahun kami saling baku pasiar. Lebaran kami didatangi, saat Natal kami yang mendatangi," ujar Tanjani kepada JPNN, Senin (18/6).

Tanjani yang pernah tinggal di luar Manado ini mengaku, suasana hari raya di Kota Kawanua sangat kental karena ada budaya baku pasiar. Mulai anak kecil hingga orang tua sangat antusias menyambut hari raya Idulfitri. Tak heran setiap lebaran suasana kota ramai. Demikian juga sebaliknya saat natal.

Suasana yang sama juga dirasakan Najwa Arbie. Tetangga dekatnya yang beragama non muslim sangat bersemangat menyambut lebaran.

"Kalau lebaran yang datang pasiar kebanyakan tetangga dan teman-teman non muslim. Yang muslim hanya silaturahmi usai salat Idulfitri," ujar Najwa.

Baik Tanjani maupun Najwa ingin agar budaya baku pasiar tetap dipertahankan. Ini agar kerukunan antarumat beragama di Sulawesi Utara (Sulut) tetap terjaga.

Torang samua basudara (kita semua bersaudara). Semboyan yang mengakar di Manado dan menjadi benteng pertahanan menangkal provokasi negatif dibungkus isu SARA. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Saat Natal, Umat Muslim Berbagi THR ke Warga Nasrani


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler