Budi Said Tak Pernah Menerima 1,1 Ton Emas yang Dijanjikan, Belum Ada Kerugian Negara

Rabu, 04 Desember 2024 – 19:48 WIB
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Foto: dokumen JPNN.com/Romaida

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi jual beli emas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk yang merugikan negara Rp 1,1 triliun pada Selasa (3/12) kemarin. Terdakwa dalam kasus ini adalah crazy rich Surabaya, Budi Said.

Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum terdakwa menyebut penetapan kliennya sebagai tersangka korupsi dalam perkara ini adalah hal paling aneh di dunia. Sebab, Budi Said telah memenangkan gugatan pidana dan perdata.

BACA JUGA: Hotman Sedih dengan Penanganan Perkara Pembelian Emas Antam Budi Said

Dalam perkara ini, lanjut Hotman, total ada 21 hakim di pengadilan negeri (PN), pengadilan tinggi (PT), serta kasasi sebelumnya telah menyatakan bahwa Budi Said adalah korban penipuan oleh pegawai Antam.

"Inilah kasus teraneh di dunia. 12 hakim pidana dan 9 hakim perdata sebelumnya menyatakan bahwa Budi Said adalah korban penipuan. Putusan itu semua sudah inkrah, sudah final."

BACA JUGA: Yuki Bongkar Alur Transaksi Emas Antam yang Dilakukan Budi Said, Tidak Sesuai SOP?

"Tiba-tiba, sekarang ini, dalam kasus yang sama, Budi Said malah dianggap bukan korban, tetapi pelaku," ucap Hotman dalam keterangan resminya, Rabu (4/12).

Hal lain yang jadi perhatian Hotman adalah fakta bahwa emas diskon 1,1 ton yang dijanjikan belum pernah diterima pihak Budi Said. Putusan Mahkamah Agung (MA) melalui pengadilan negeri juga menyatakan bahwa PT Antam Tbk belum pernah menyerahkan emas yang dijanjikan kepada crazy rich Surabaya itu.

BACA JUGA: Kasus Antam, Jaksa Mendakwa Crazy Rich Surabaya Budi Said Merugikan Negara Rp1 Triliun

"Karena emas itu belum pernah dikasih, berarti belum ada kerugian negara, berarti tidak ada korupsi dong?" ujar Hotman.

Ragam keanehan dalam perkara ini membuat Hotman menduga adanya upaya kriminalisasi terhadap kliennya.

"Sepertinya kasus ini memang sengaja dilontarkan untuk mencegah agar jangan sampai Budi Said ini berhasil memenangkan eksekusi putusan perdata di mana dia menang," kata Hotman.

Dalam sidang Selasa kemarin, Budi Said menghadiri tiga saksi ahli. Mereka adalah ahli pidana korupsi dari Universitas Indonesia (UI), ahli keuangan negara dari UI dan ahli perdata dari Universitas Airlangga.

Pakar Hukum Pidana Korupsi dari Universitas Indonesia (UI), Chairul Huda mengatakan bahwa perkara Budi Said dengan PT Antam Tbk adalah perkara perdata yang dipaksa menjadi perkara pidana. Ia menilai penetapan tersangka korupsi kepada Budi Said sebagai bentuk kriminalisasi.

"Jual beli emas sudah disepakati harga dan jumlahnya, lalu sudah dibayar. Namun emasnya dianggap kurang, kemudian digugat secara perdata, dibenarkan oleh perdata jumlah emasnya kurang, dihukum lagi. Tapi pembeli malah dikenakan pidana. Pidananya yang korupsi lagi," ujar Chairul ketika diwawancarai awak media usai sidang.

Pakar Keuangan Negara dari UI, Dian Puji Simatupang, dalam persidangan, menegaskan bahwa suatu anak perusahaan BUMN seperti Antam tunduk pada undang-undang perseroan terbatas. Berdasarkan SEMA No.10 tahun 2020, kerugian anak perusahaan BUMN tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara jika anak perusahaan tersebut tidak menggunakan fasilitas negara.

Selain itu, Dian menegaskan berdasarkan putusan MK No.25/PUU-XIV/2016, kerugian negara tidak bisa diperkirakan.

"Kerugian negara itu harus nyata dan pasti, yang berarti harus benar-benar dapat dibuktikan adanya arus kas yang menimbulkan kerugian negara, tidak dapat hanya diperkirakan," pungkas Dian. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler