Bukan Karena Hasrat Seksual

Senin, 06 Januari 2014 – 09:16 WIB

jpnn.com - TASIK - Ketua Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Tasikmalaya Aang Munawar, menilai persoalan PSK tidak akan tuntas. Apalagi penanganannya masih sentralistik oleh beberapa pihak seperti Satpol PP dan Dinas Sosial.

“Persoalan itu tidak akan selesai kalau caranya disentralisasi melalui institusi terkait (Satpol PP dan Dinsos). Strateginya harus melalui pendidikan kritis  masyarakat bahwa pendidikan kritis warga lebih punya pengaruh dalam menuntaskan masalah ini,” saranya saat dihubungi Radar Tasikmalaya (Grup JPNN) kemarin (5/1).

BACA JUGA: Gas 12 Kg Mahal, 3 Kg jadi Pilihan

Masyarakat harus dididik kritis terhadap keberadaan PSK. Pembinaan tidak hanya dilakukan instansi pemerintah tetapi juga harus melibatkan masyarakat di tingkat lingkungan RT RW, tempat PSK itu tinggal, sehingga secara perlahan dapat mengubah perilaku wanita malam itu tidak lagi menjajakan diri.

“Dalam upaya pencegahan, menjaga agar tidak ada regenerasi baru dan penanggulangan harus seperti itu. Pembinaan terhadap WPS (Wanita Penjaja Seks) yang ada sampai mereka tak berdaya dan berhenti,” tuturnya.

BACA JUGA: Aceh Kaya Gas, Kok Gas Mahal?

Sanksi aparat kepolisian dan Satpol PP, kata dia tidak akan memberikan efek jera bagi para pelaku seks komersil, karena alasan mereka paling utama adalah ekonomi dan gaya hidup. Bukan persoalan hasrat seksual. “Kita tahu, demi uang seseorang bisa melakukan apa saja. Karena ini bukan persoalan hasrat seksual, tapi ini tentang uang,” jelas Aang.

Sikap kritis masyarakat, menurutnya, akan jauh lebih berefek daripada sanksi aturan. Namun sebelum itu, masyarakat harus lebih dulu diberi pengetahuan dan pemahaman agar mereka kritis terhadap keberadaan para PSK. Baik penjaja seks langsung maupun panggilan.

BACA JUGA: Gaji CPNS dari Honorer K2 Sudah Disiapkan

Perilaku aneh mereka (PSK) di tempat tinggal seharusnya menjadi bahan kritik masyarakat agar mereka mau berubah hingga mengambil jalan lain dalam menjalani hidup (tidak lagi menjadi PSK).

“Penanganannya harus berbasis pemberdayaan masyarakat dan berbasis wilayah. Strategi razia itu instan dan seperti perputaran roda yang tidak akan ada hentinya. Kenapa persoalan ini selama ini hanya ditanggulangi oleh beberapa institusi (Satpol PP, polisi, Dinsos),” tandas Aang.

Seharusnya, kata dia, ada sebuah forum yang dibentuk mengkonfrontir semua elemen masyarakat dalam rangka membahas persoalan sosial tersebut. Mandat gerakan penanggulangannya harus diserahkan kepada masyarakat sebagai pengawas sosial di wilayah masing-masing.

“Menjual seks bagi mereka itu cara atau ikhtiar kehidupan di kala situasi ekonomi tidak berpihak. Sama seperti kita bekerja di sebuah institusi perusahaan atau tempat lainnaya,” cetus dia. (pee)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Seleksi Sekda Masuk Tahap Ketiga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler