“Mana Don? Ngumpet kemana dia? Cari sampai ketemu, di mana Don?” begitu suara keras Menteri BUMN Dahlan Iskan, mencari-cari saya di kompleks Wijaya Kusuma, Daan Mogot, Jakarta Barat, kemarin pagi. Saya memang sengaja ngumpet, karena saya tahu skenarionya pasti akan meminum air banjir yang berwarna cokelat itu.
Begitu ketemu di tengah-tengah jalan dengan genangan banjir 50 cm itu, suara khas Pak Menteri berkacamata yang suka ceplas ceplos itu kembali terdengar. Saya betul-betul seperti sedang “tertangkap basah.” Saya tidak bisa lari, dan di depan Dirut Bank Mandiri Zulkifli Zaini, Direktur Micro and Retail Banking Budi G Sadikin, Direktur Finance and Strategy Pahala N Mansury, warga pengungsi dan karyawan Bank Mandiri, saya “dipaksa” harus minum air banjir itu.
Tentu, bukan air banjir itu mentah-mentah diminum. Air yang diciduk dari jalanan dan got itu tentu sudah bercampur dengan berbagai ragam zat ---termasuk tanah, sampah, bahkan kotoran---. Air itu dimasukkan ke dalam tabung yang dibuat oleh anak bangsa bernama, I Gede Wenten, alumni ITB Bandung. Di tabung itu dia buat membrane atau penyaring dengan ukuran micron, yang membuat air itu menjadi superjernih dan siap diminum.
Tanpa listrik, cukup masukan air, diputar dengan handle plastic, semacam pompa, dan air yang keluar sudah benar-benar jernih, tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak “mengerikan” seperti air got dan air banjir yang baru saja dimasukan itu. Mengubah air kotor menjadi air layak minum, dengan teknologi yang sederhana, ini adalah temuan yang patut diacungi jempol. Barang itulah yang diserahkan ke warga pengungsian di Pesing, Daan Mogot dan Penjaringan, Pluit, Jakarta, bersama Bank Mandiri, selain paket makanan dan obat-obatan untuk warga.
Lagi-lagi menteri yang paling gencar mempromosikan mobil listrik nasional ini menegur saya keras-keras. “Kamu mengajak orang untuk menggunakan alat ini! Mengubah air keruh menjadi jernih dan layak minum! Mengubah air banjir menjadi air yang bisa dikonsumsi! Kamu sendiri yang pertama harus mencobanya, kamu sendiri yang harus merasakan! Setelah kamu merasa aman, sehat, dan tidak sakit, baru kamu bisa menyuruh orang menggunakan alat ini,” kata Dahlan Iskan, dengan intonasi yang khas.
Dia mencontohkan soal mobil “Ferari” Tucuxi warna merah menyela yang dia jajal sendiri sebelum dipasarkan ke public. Dia merasa harus bertanggung jawab terhadap keselamatan orang lain, sebelum produk barang supermewah itu dilempar ke pasaran. Dia sendiri yang harus mencoba, merasakan sensasinya, melihat plus minusnya, sebelum dilepas ke pasar umum. “Bahkan saya harus rela menabrak tebing, untuk merasakan produk mobil listrik yang akan menjadi kebanggaan nasional itu,” ungkap Dahlan.
Kalau Anda sendiri ragu akan alat ini, bagaimana warga bisa merasa yakin menggunakan alat penjernih air itu? Kalau Anda sendiri tidak mau minum air banjir itu, bagaimana warga berani meminumnya? “Karena itu, semua harus memberi contoh, semua harus turut merasakan. Ayo, siapa yang belum? Sekarang, siapa yang tidak yakin? Siapa yang ragu? Siapa yang takut minum air banjir? Saya juga sudah mencobanya, saya minum,” teriak Dahlan.
Ketika giliran saya minum, saya mengambil setengah gelas, pikir saya, ini kan hanya simbolis. Tetapi buru-buru Dahlan Iskan berteriak, “Kurang…kurang! Penuhi..harus penuh!” Maka, gelas saya pun ditarik, dan dimasukkan air satu gelas penuh. Saya minum! Saya masih menutup mata, saat minum air banjir itu. Pak Menteri pun bertanya, mengapa harus menutup mata? Saya tahu, beliau sudah tahu jawabannya, tetap tetap saja ditanyakan.
Jujur, sebetulkan saya “luar biasa” takut, minum air banjir itu meskipun sudah disaring dengan alat yang bernama IGW Emergency Pump ini. IGW adalah singkatan dari nama sang penciptanya, I Gede Wenten. Maklum, perut saya bukan tipe perut Mapala, atau pencinta alam yang acceptable dengan makanan dan minuman apapun. Perut saya itu tergolong manja, bahkan mungkin lebih kemayu dari Syahrini.
Lagi pula, ingat asal muasal air itu, dari air hujan, dari air banjir, yang diambil dari jalanan, yang warganya cokelat, pasti kotor dan tidak sehat. Saya membayangkan, dua jam setelah itu pasti perut mulai berkokok? Perut pasti seperti ada yang sedang makan kerupuk, kriuk-kriuk? Tetapi, sampai pukul 20.00 WIB tadi malam, ketakutan saya itu tidak terbukti.
Saya masih sehat, oke-oke saja, tidak sekit perut, tidak mual-mual, apalagi muntah-muntah. Karena itu, saya harus meyakinkan kepada warga yang terkena musibah banjir dan sudah menerima alat IGW yang dibagikan Menteri BUMN Dahlan Iskan bersama direksi Bank Mandiri kemarin, jangan ragu, aman, simple, dan sangat membantu.
Bukan sulap, bukan sihir, alat penjernih air itu bisa mengubah air bajir yang keruh dan kotor menjadi air minum yang layak dikonsumsi, termasuk oleh orang yang perutnya tergolong “tipis.” Teknologi alat ini menggunakan sistem ultrafiltrasi yang mampu menyisihkan berbagai kontaminan seperti kekeruhan, koloid, zat organik, bakteri, dan bahkan virus. Alat ini menggunakan membran hollow fiber ultrafiltrasi tipe U, di mana seluruh air input (kotor) 'dipaksa' melewati membran secara kontinyu dan keluar sebagai air bersih berkualitas.
Gaya dorong proses filtrasi pada penemuan ini berlangsung melalui bantuan pompa tangan yang ringan, dan mudah pengoperasiannya.
Sama sekali tidak menggunakan arus listrik. Sehingga pada saat hujan, banjir, listrik mati, alat ini masih bisa dijadikan modal untuk survival. Ukurannya juga relatif kecil, mudah diboyong ke mana-mana, hanya sebesar pralon atau saluran air.
Bantuan alat seperti ini, sangat bermakna bagi warga yang kesulitan air bersih. Di setiap bencana alam, air bersih adalah problem paling serius dan paling vital. Biasanya, penyumbang sembako, makanan, obat-obatan, selimut, pakaian pantas pakai, itu bisa bertumpuk-tumpuk. Tetapi, jarang ada yang memikirkan soal air bersih. Padahal, tanpa air bersih, tumpukan makanan itu tidak bisa diapa-apakan, hanya menjadi bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan yang belum bisa dikonsumsi secara langsung.
Salut, bravo Mandiri! (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Pintar Brazil Memoles Wajah di Mata Dunia
Redaktur : Tim Redaksi