Berkali-kali saya harus angkat topi dengan Brazil yang “berhasil” memoles citra negerinya di mata internasional. Seolah Negeri Samba ini sempurna, tidak punya cela, tak ada dosa, dan bebas dari noda. Setelah beberapa hari di Sao Paulo, Rio de Janeiro, dan ibu kota Brasilia, baru tahu dan sadar betul, rasanya kita perlu belajar membangun image seperti mereka.
TERUS terang, menurut saya, Brazil itu biasa-biasa saja, mirip-mirip dengan negeri kita, Indonesia. Potensinya juga nyaris sama, mengandalkan agriculture, kehutanan, dan pertambangan. Iklimnya juga sama, dua musim, hujan dan panas. Hanya di daerah sub tropik wilayah selatan, seperti Porto Alegre, Curitiba, yang berbatasan dengan Argentina, Uruguay dan Paraguay suhunya lebih sejuk. Di daerah utara yang bersentuhan dengan Columbia, Guyana, Suriname, Venezuela, relatif panas dengan suhu plus minus mirip Jakarta.
Jauh, jika dibandingkan dengan kemajuan AS, Australia, Inggris, Jerman, China atau Jepang. Infrastruktur bandara dan jalan-jalan umumnya juga masih mirip dengan kita. Makanannya juga sama-sama nasi. Pohon-pohon yang hidup di sana juga persis dengan yang bisa berbuah di Indonesia. Ada pisang, nangka, mangga, papaya, nanas, melon, yang rasanya juga 90 persen mirip. Sejarahnya juga sama, kita jajahan Belanda, mereka juga dijajah Portugal beratus-ratus tahun lamanya.
:TERKAIT Bedanya, mereka pintar mengeksplorasi dan menonjolkan kehebatan-kehebatan yang mendunia. Sejak saya masih SD, kesan yang disebarluaskan di dunia internasional, Brazil adalah Negeri Bola. Itu tidak ada yang bisa membantah, karena Brazil sukses melahirkan pemain-pemain bola kaliber dunia yang menguasai kompetisi di Eropa dan AS. Lima kali juara FIFA World Cup, tahun 1958, 1962, 1970, 1994, dan 2002. Runner up Piala Dunia tahun 1950 dan 1998. Lima kali juara Copa America, tahun 1989, 1997, 1999, 2004, dan 2007. Dan masih banyak prestasi bola lainnya.
Brazil juga Negeri Samba, tari-tarian dengan perkusi dan bongo, yang inline dengan suporter sepak bola mereka. Perempuan Brazil yang seksi, rata-rata punya pantat yang khas, menggumpal ke atas yang tampak seksi dilihat dari samping dan kelihatan bulat dipandang dari belakang. Mereka sekaligus punya payudara yang rata-rata “menantang.” Mereka pintar memilih potongan baju dan celana, sehingga dua bagian yang paling menggoda itu kelihatan dieksplore lebih menonjol.
Sebenarnya, tarian Flamingo ala Spanyol dan Tango milik Argentina juga tidak kalah menariknya. Bahkan, kalau hitungan seni dan tingkat kesulitan, mungkin dua model tarian itu lebih rumit. Tetapi Samba Brazil lebih menggema di seluruh penjuru dunia, karena setiap pertandingan sepak bola, tarian itulah yang menjadi penyemangat.
Brazil juga disebut negeri pantai pasir putih terbaik di dunia, terutama di Copacabana, Ipanema dan Leblon. Tiga pantai yang pasirnya memang anugerah Tuhan, putih menyilaukan mata, kemilau seperti ada percikan permata, dan ketika ditepuk-tepuk, tidak langsung pecah dan menerbangkan debu putih. Karena itu, sepanjang pantai yang kurang lebih 27 kilometer di Rio de Janeiro itu, menjadi arena bermain sepak bola pantai, voli pantai, dan arena berlatih fisik yang ideal dan menyenangkan.
Apalagi, persepsi Brazil di mata dunia? Negeri Agriculture yang sukses membangun dan menjaga ketahanan pangan nasional? Ini yang pernah saya dengar dari Staf Khusus Presiden SBY, Heru Lelono, yang dari dulu bermimpi agar Indonesia segera bebas dari impor bahan pangan! Brazil adalah contoh nyata. Dulu tahun 1970-an Brazil adalah negara importir bahan pangan. Tetapi menyadari akan kelemahan itu, mereka membangun EMBRAPA, Lembaga Riset Pertanian. Sepuluh tahun setelah itu, Brazil betul-betul surplus di semua komoditas pertanian yang vital.
Kopi dan gula nomor satu di dunia. Jeruk dan pisang, nomor satu di dunia. Padi (beras) juga nomor satu di dunia. Kedelai, nomor dua di dunia, setelah AS. Saat ini berkembang lagi, nomor satu produsen sapi dunia, dengan populasi 200 juta ekor saat ini! Jumlah penduduknya sendiri hanya 195 juta, jadi lebih banyak jumlah sapi dari manusia di Negeri yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia itu. Hanya gandum, yang sampai saat ini Brazil masih impor.
“Kalau Indonesia serius membangun swasembada pangan, potensinya sangat terbuka luas. Tidak sampai impor sana-sini, karena produksi dalam negeri tidak cukup? Ini sudah bertahun-tahun lalu saya pikirkan,” ucap Heru Lelono yang lompatan pemikirannya jauh melesat, menerobos dimensi waktu itu.
Soal kopi, wow Brazil memang rajanya. Anda tidak akan bisa menemui Starbuck di Brazil, kecuali di Sao Paulo saja. Persisnya di Starbucks Coffee Morumbi Shopping Saraiva, 1089 Avenue Roque Petronino Jr. Anda tidak akan bisa ketemu coffee paling popular di AS itu di Rio de Jeneiro, Brasilia, Belo Horizontale, Belem, Salvador dan banyak kota besar lainnya. Tidak laku! Dubes RI di Brasilia, Sudaryomo Hartosudarmo membenarkan, Brazil adalah penghasil kopi terbesar di dunia sejak abad ke-18. Jenis kopi paling popular di sana adalah Bourbon dan Bourbon Santos, selain juga jenis Caturra, Mundo Novo dan Typica.
Cara mereka meminum kopi pun lebih suka espresso, kopi asli yang masih hitam, pekat, dan keras. Anda tidak gampang menemukan cappuccino, moccacino, hazzelnut coffee, kopi ginger dan sebangsanya. Mereka lebih suka kopi asli, kopi tanpa campuran. “Kekuatan surplus di sektor agriculture Brazil itulah salah satu yang dijadikan soft campaigne dalam berpolitik luar negeri Brazil. Hasilnya efektif, Brazil dipercaya, ketika kelebihan produksi pangan itu disumbangkan ke Afrika yang kekurangan pangan,” kata Duber Surdaryomo.
Apalagi? Tidak ada cermin buruk yang keluar dari Brazil di dunia internasional. Tone-nya positif terus. Film-film yang nge-boom di pasar dunia juga yang oke-oke buat Brazil. Seperti “Anaconda 1, Anaconda 2 dan Anaconda 3,” film adventure horror yang dipasarkan oleh Columbia Picture. Menggunakan setting di Sungai Amazone dan dibintangi Jennifer Lopez. Di balik menakutkannya film yang bercerita tentang ular yang cerdik, besar, ganas dan pendendam itu, adalah kisah soal Brazil yang memiliki kekayaan hayati yang luar biasa. Juga Film Animasi Rio, yang mengisahkan burung kakatua biru yang amat popular di mata anak-anak.
Belum soal Rio Carnival, setiap Februari-Maret yang sering disebut sebagai carnival paling heboh di planet bumi. Semua kisah-kisah di atas, mengesankan Brazil itu sempurna! Keren abiz! Orang tidak paham, bahwa pemerintah Brazil sedang pusing melawan Favela! Mafia obat dan kriminalitas yang tinggal di perbukitan, yang mirip Negara di dalam Negara. Itu yang membuat Rio menjadi kota turis yang paling tidak aman! Seperti apa ceritanya? Ikuti besok. (bersambung).
BACA ARTIKEL LAINNYA... 21 Jam 55 Menit Lagi Genap 105 Tahun
Redaktur : Tim Redaksi