Buku yang dimaksud Iqbal merupakan buku panduan Olahraga Sekolah Dasar (SD) kelas V terbitan Pusat Perbukuan Kemendiknas. Di dalam buku, banyak penggunaan bahasa yang terlalu vulgar jika dikonsumsi pelajar bersangkutan (kelas V SD, red). Salah satu sampelnya, di halaman 61. Pada pertanyaan no.8 disebutkan, "Bila kita melakukan hubungan seksual, maka...
"Makna kata "kita" itu kan seolah mereka (pelajar, red) sudah pernah melakukan hal tersebut (hubungan seksual, red). Sama halnya jika ada pertanyaan, Bila kita habis berolahraga, maka..., berarti kan sudah melakukan olahraga," papar Iqbal.
"Dari hasil survei keliling sekolah (SD, red) di Kota Bengkulu, ternyata tidak semua sekolah menggunakan LKS yang diduga berbau porno. Namun, beberapa sekolah justru menggunakan buku pelajaran yang hampir mirip dengan bahasa yang digunakan dalam LKS berbau porno," ungkap Iqbal.
Untuk itu, Iqbal mengimbau sekolah dapat melakukan komunikasi terkait persoalan tersebut dengan komite yang bersangkutan. Sehingga pembelian buku mau pun LKS dapat dialokasikan untuk pembelian buku atau LKS terbitan lain.
"Jadi tidak hanya LKS yang disitribusikan salah satu penerbit swasta saja yang ditindak. Buku terbitan pusat pun juga harus dilakukan hal yang sama," imbau Iqbal.
Sebelumnya, di sekolah kabupaten/ kota. Pasalnya terungkap LKS berisi materi vulgar bukan hanya di SDN 18 dan SDN 82 Kota Bengkulu hingga Kabupaten Lebong. Dalam LKS Cemara terbitan Putra Nugraha setebal 64 halaman itu, dianggap berbau pornografi karena memuat materi mata pelajaran yang tak pantas untuk anak SD kelas 5. Sebab pada halaman 46-52 memuat tentang pelajaran alat kelamin pria dan alat kelamin wanita.
DPRD Kota Bengkulu meminta Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kota Bengkulu membentuk tim khusus (investigasi) dalam penuntasan kasus maraknya LKS berbau porno yang beredar di tiap SD.
Saya rasa Diknas tidak hanya menyampaikan surat edaran tidak memakai lagi LKS yang berbau porno. Bentuk tim khusus, lalu usut tuntas kasus lembar kerja soal yang ada di Kota Bengkulu. Agar kejadian seperti waktu itu tidak terulang, tegas Wakil Ketua I DPRD Kota Bengkulu Irman Sawiran, SE.
Kebijakan penggunaan LKS di sekolah sebetulnya tidak diwajibkan Dinas Diknas Kota. Namun pada praktiknya tetap berjalan dan seolah menjadi kewajiban siswa membeli LKS. Terpenting pengawasan dari Dinas Diknas terhadap sekolah-sekolah. Kalau pengawasannya secara ketat dilakukan, tentu tidak akan terlewatkan LKS yang mengarah pada pelajaran berbau porno yang belum pantas diterima anak SD, jelas Irman.
Terpisah, Sekretaris Dinas Diknas Kota Drs. Anwar Buadin, M. Pd mengungkapkan, pihaknya tidak perlu lagi membentuk tim khusus dalam mengusut tuntas LKS porno. Ini lantaran Diknas sudah memiliki tim pengawas untuk masing-masing sekolah.
Surat edaran yang kita sampaikan kepada tiap sekolah dan bahkan kita juga rapat dengan kepala sekolah. LKS itu tidak akan digunakan lagi. Pengawas kami juga selalu memantau di lapangan, ujar Anwar Buadin.
Sejauh ini Dinas Diknas Kota belum menerima laporan adanya temuan LKS yang berbau porno lainnya di SD dalam Kota Bengkulu. Kalau LKS yang ditemukan waktu itu kami memerintahkan tidak digunakan lagi. LKS bukan dari sekolah, melainkan belinya di toko. Jadi tidak ada istilah ganti rugi. Namanya juga LKS, tentu diperjualbelikan di toko banyak sekali. Pastinya kita akan terus memantau tiap sekolah, dengan mengecek langsung buku atau LKS yang ada di tangan siswa, terangnya.(new/mrx)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usut Tuntas Penyimpangan Dana BOS
Redaktur : Tim Redaksi