Buku Komisi III DPR RI: Pertanggungjawaban Publik dan Visi Komisi Hukum DPR ke Depan

Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi 3 DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Jumat, 27 September 2024 – 14:40 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dr. I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Komisi III DPR RI mengakhiri masa pelaksanaan tugas periode 2019-2024 dengan meluncurkan sebuah Buku yang berjudul Transformasi Penegakan Hukum dan HAM di Indonesia: Komisi III DPR Periode 2019-2024 Dalam Sebut Catatan”.

Acara tersebut digelar pada 25 September 2024 dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Prof Dr. Sufmi Dasco Ahmad, SH, MH; Ketua Komisi III DPR Bambang Wuriyanto, Para Wakil Ketua dan Anggota Komisi III DPR, Kapolri, Jaksa Agung, dan Pimpinan Mitra Kerja Komisi III DPR lainnya, tamu undangan, dan berbagai pihak terkait seperti lembaga bantuan hukum dan masyarakat serta organisasi profesi.

BACA JUGA: Ternyata Ini Alasan KPU Ganti Caleg Terpilih DPR RI Tia Rahmania, Oalah

Adapun dalam acara ini kemudian dilakukan diskusi bersama dengan narasumber Dr. Habiburokhman sebagai Pimpinan Komisi III DPR, Prof. Yusril Ihza Mahendra, SH, MH., Boyamin Saiman, SH dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI).

Pada sesi diskusi yang diawali dengan sambutan oleh Ketua Komisi III DPR dan keynote oleh Wakil Ketua DPR, berkembang menjadi sebuah diskusi yang sangat menarik, terutama dalam memperlihatkan bagaimana netralitas dan independensi Komisi III DPR di tengah berbagai kepentingan politis.

BACA JUGA: Kasus Dugaan Gratifikasi Kaesang: Independensi Hukum di Tengah Dekadensi Moral, Etika, dan Integritas

Diskusi yang menghadirkan Wakil Ketua sebagai perwakilan Komisi III DPR atau Komisi Hukum DPR, seorang ahli dari akademisi atau pemerhati hukum serta aktivis antikorupsi memberi warna diskusi secara terang-benderang mengupas kinerja Komisi III DPR dan dunia penegakan hukum.

Audiens juga terlihat sangat tertarik dengan berbagai fenomena dan segala tantangan yang sesungguhnya dihadapi oleh seluruh pihak dalam pelaksanaan penegakan hukum dan sistem peradilan, tidak hanya dari sisi kebijakan dan politik.

Saya melihat acara dan buku ini merupakan legacy yang menarik dari Komisi 3 dalam menjaga marwah, kekompakan, dan melakukan sosialisasi kajian dan pemikiran. Buku yang diluncurkan juga bukan hanya merupakan sebuah laporan saja, melainkan juga kajian terhadap tolok ukur Komisi III DPR, dari pembentukan grand design di awal periode, catatan perjalanannya, outcomes, dan tentunya outlook untuk ke depannya.

Buku Komisi III DPR ini mengangkat tema Transformasi Penegakan Hukum dan HAM di Indonesia, khususnya di bidang hukum.

Pada periode lalu, Komisi III DPR mengangkat tema reformasi penegakan hukum dan memiliki outlook sistem penegakan hukum yang bertransformasi ke arah sistem hukum yang transparan, profesional, dan akuntabel.

Buku ini secara garis besar memberi catatan evaluatif terhadap pelaksanaan sistem penegakan hukum selama periode 2019-2024.

Untuk dapat diketahui publik mengenai intisari dari buku ini, saya akan menyampaikan beberapa hal yang menjadi topik utama dalam buku ini.

Buku ini menjadi cara untuk mengukur perwujudan dari peta jalan atau masterplan transformasi hukum oleh Komisi III DPR RI pada periode ini, yakni  sistem penegakan hukum yang berorientasi pada optimalisasi pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat, perwujudan reformasi kultur dan struktur, upaya mewujudkan layanan publik yang responsif, dan profesional, mendukung pemeliharaan stabilitas keamanan dan penegakan HAM serta pemberantasan mafia hukum.

Topik ini memang telah didesain dari awal periode untuk menjadi panduan Komisi III DPR dalam periode 2019-2024.

Buku ini kemudian memberi gambaran tentang evaluasi dan pengawasan yang dilakukan Komisi III DPRD terhadap kinerja mitra kerjanya, termasuk fenomena dan permasalahan hukum yang menjadi perhatian masyarakat.

Seperti misalnya: Kasus Irjen FS, Kasus TPPU oleh Pegawai Kemenkeu (AT), Kasus Pembangunan Bendungan di Desa Wadas, dan berbagai permasalahan hukum, termasuk permasalahan kasus mafia pertanahan di beberapa wilayah.

Beberapa aspirasi atau pengaduan masyarakat juga ditindaklanjuti oleh Komisi III DPR sebagai langkah pengawasan terhadap pelaksanaan UU dan prinsip-prinsip hukum sehingga menghadirkan keadilan, keseimbangan, equality, dan kepastian hukum.

Selain terhadap pengawasan terhadap pelaksanaan UU, kajian juga dilakukan dalam hal konsistensi dengan dimensi fokus Komisi III DPR. Permasalahan-permasalahan hukum yang masih menjadi isu klasik, seperti over-populasi di Lembaga Pemasyarakatan, pengawasan orang asing, mafia hukum dan sistem peradilan, penyalahgunaan Narkotika, konflik pertanahan, dan tindak pidana korupsi masih menjadi persoalan yang timbul di berbagai peristiwa hukum.

Oleh sebab itu, buku ini mengulas mengenai road map penegakan hukum di Indonesia pada periode ke depan serta visi Indonesia secara jangka panjang. Hal ini tentu akan menjadi inspirasi dalam penentuan visi dan tujuan Komisi III DPR di periode 2024-2029.

Outlooknya, Komisi III DPR akan dapat berorientasi pada proses modernisasi sistem hukum dalam mewujudkan pertanggungjawaban dan layanan publik yang bersih, cepat, dan tepat sasaran.

Penerapan prinsip restoratif, demokrasi yang berkesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, dan good governance dalam seluruh pelaksanaan sistem penegakan hukum dan peradilan menjadi salah satu ciri penegakan hukum yang modern dan berkeadilan.

Oleh sebab itu, Komisi III DPR perlu untuk tetap melanjutkan beberapa agenda mendasar, seperti pelaksanaan reformasi kultur dan struktur serta kualitas SDM di institusi hukum, penerapan Restorative Justice dan rehabilitatif untuk menghindari over-kriminalisasi, dan dukungan sumber daya yang memadai dalam menjamin kualitas dan profesionalitas.

Komisi III DPR juga akan secara progresif melihat tantangan di bidang hukum, seperti fenomena hukum di bidang lingkungan hidup dan ekonomi hijau, reformasi sistem peradilan dan alternatif penyelesaian sengketa, pembangunan Big Data (Criminal dan Statistic) dan pemanfaatan teknologi informasi, atau Penerapan Restorative Justice secara komprehensif.

Ke depannya, Komisi III DPR juga dapat menentukan berbagai permasalahan yang masih perlu ditindaklanjuti melalui pembentukan undang-undang atau legislasi yang masih perlu untuk dapat dibentuk pada periode mendatang dalam rangka membangun sistem hukum yang modern, transparan, dan berkeadilan.

Dalam buku ini, menjelaskan dan menganalisa tentang pembahasan rencana anggaran yang menjadi gambaran program-program prioritas mitra kerja.

Komisi III DPR selama ini telah berjuang untuk memberikan alokasi anggaran yang memadai bagi sistem penegakan hukum dan peradilan.

Komisi III DPR melihat bahwa peran institusi penegak hukum dalam mendukung program-program Pemerintah, baik dalam pemulihan ekonomi, penanganan Covid-19 dan bidang kesehatan, hingga pemeliharaan keamanan dan ketertiban.

Buku ini juga memperlihatkan realitas di lapangan dengan menggunakan metode analisa evaluatif dan kritis terhadap kinerja penegakan hukum berbasis data (evidence-based analysis).

Selain terhadap data kekuatan sumber daya organisasi institusi di tingkat pusat dan wilayah, kajian juga berasal dari pengaduan masyarakat.

Komisi III DPR mengukur secara kualitatif tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap institusi penegakan hukum secara seimbang dengan kekuatan yang dimiliki.

Catatan Evaluatif

Melalui buku ini, saya melihat bahwa terdapat beberapa hal yang tentu masih perlu untuk mendapat perbaikan atau peningkatan dalam rangka membangun sistem hukum yang modern dan transformatif. Pada periode ini, masih terdapat agenda yang terhambat dikarenakan kondisi lingkungan strategis yang mempengaruhi, seperti pandemi COVID-19, atau resesi ekonomi global.

Salah satu permasalahan hukum yang paling menonjol adalah perkembangan kejahatan terorganisasi dan tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi maupun kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Hal ini memungkinkan para pelaku dan kejahatannya melancarkan aksinya di tengah kelemahan atau celah-celah baik dalam kebijakan atau aturan maupun sistem penegakan hukum.

Kita sering kali melihat adanya kejahatan di bidang siber maupun tindak pidana terorganisasi yang tidak mampu diselesaikan secara menyeluruh.

Dalam periode 2019-2024, kita masih menemukan permasalahan lama yang masih terjadi seperti over-populasi di Lembaga Pemasyarakatan (overcrowding), kekerasan aparat, pungutan liar dan tindakan korupsi, atau keterkaitan oknum dengan mafia hukum.

Kita masih melihat adanya keterlibatan aparat, khususnya tindak pidana yang terkait perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, seperti sumber daya alam dan kejahatan finansial.

Aparat seolah justru dihadapkan langsung dengan masyarakat. Banyak pekerjaan rumah yang masih akan menjadi agenda sistem hukum ke depannya yang membutuhkan dukungan dan pengawasan.

Komisi III DPR masih perlu untuk melakukan penyelesaian rancangan undang-undang strategis, seperti RUU Narkotika, RUU KUHAP, RUU Hukum Acara Perdata, RUU Penyadapan, dan beberapa RUU lainnya.

Melalui pengaturan dalam UU atau kebijakan ini, banyak permasalahan yang dapat diselesaikan, serta mencerminkan terobosan dan komitmen bersama untuk membawa perubahan besar terhadap sistem penegakan hukum dan peradilan yang bersih, independen, dan berkualitas.

Saya juga memberi catatan terkait dengan reformasi kultur yang masih berjalan agak lambat. Komisi III DPR memberi perhatian terhadap upaya untuk menghadirkan sumber daya manusia yang profesional, berintegritas, dan berkapasitas dalam sistem hukum.

Oleh sebab itu, Komisi III DPR dalam setiap rapat kerja selalu menekankan pada perbaikan tata kelola SDM, pelaksanaan sistem reward and punishment dalam meritokrasi kerja yang terukur, serta perbaikan dalam sistem mutasi, rotasi, dan promosi.

Perlu adaya sebuah tolok ukur yang jelas dalam sistem pembinaan karir dan pembangunan database SDM yang transparan dan valid untuk pertimbangan dalam pengisian jabatan maupun sistem penempatan.

Kemudian saya mencatat juga mengenai isu politisasi hukum yang seringkali menjadi isu dalam penegakan hukum. Saya melihat bahwa penegakan hukum memang akan selalu berkaitan dengan kepentingan, termasuk dalam politik dan kekuasaan.

Oleh sebab itu, perlu adanya jaminan netralitas dan independensi sistem penegakan hukum sehingga tidak menimbulkan berbagai celah dan stigma bahwa penegakan hukum hanya digunakan untuk kepentingan tertentu. Penegakan hukum tidak boleh ditunggangi sehingga seolah berhadapan dengan masyarakat. Penegakan hukum harus menjadi andalan.

Saya juga berpendapat secara obyektif bahwa Komisi III DRP pada periode ini telah berupaya secara lebih responsif mendalami berbagai permasalahan hukum yang menjadi perhatian masyarakat.

Oleh sebab itu, ke depannya sistem hukum membutuhkan sebuah sistem yang lebih responsif, accessible, transparan, dan kredibel.

Fungsi pengawasan harus ditingkatkan. Jaminan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas harus dapat didesain oleh Komisi III DPR pada periode 2024-2029, terutama dalam merespons kebutuhan dan memberi pertanggungjawaban kepada publik.

Harapannya, sistem penegakan hukum dan peradilan di Indonesia akan bertransformasi ke arah modern, adil, berkepastian hukum, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat secara equal di mana pun dan kapan pun.(***)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler