Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tarakan meminta agar ada evaluasi dan seleksi atas penyebaran buku teks vulgar itu. “Buku itu terkesan vulgar ketika jatuhnya pada anak-anak SD, tapi kalau buku itu jatuhnya sama anak SMP (Sekolah Menengah Pertama) atau SMA (Sekolah Menengah Atas), mungkin itu bukan sesuatu yang aneh. Tapi kalau SD bukanlah hal yang tidak biasa melainkan luar biasa bagi mereka,” ungkap Wakil Ketua MUI Kota Tarakan Syamsi Sarman kepada Radar Tarakan (JPNN Grup), baru-baru ini.
Buku setebal 142 halaman tersebut, menurut Syamsi, pada level SD untuk penggunaan kalimat alat kelamin manusia, seperti vagina untuk penyebutan alat kelamin wanita dan penis untuk penyebutan alat kelamin pria merupakan kalimat yang kurang halus secara verbal. Dari itu, semestinya pihak terkait dapat menggantikannya dengan bahasa yang lebih halus. Sarannya, “penis” dibahasakan dengan kalimat “alat kelamin pria” saja, begitupula dengan vagina dibahasakan dengan kalimat “alat kelamin wanita” saja. “Kenapa harus menggunakan kata-kata seperti itu, kan masih ada kata-kata yang lebih halus, seperti kalimat alat kelamin wanita dan alat kelamin pria, cukup sudahkan .Tidak perlu pakai kata vagina dan penis, ini tidak cocok untuk pemikiran tingkat SD,” jelas Syamsi.
Pun demikian, materi alat reproduksi manusia, tetap patut disampaikan kepada para siswa SD dengan tujuan sebatas pengetahuan saja sehingga tidak gagap saat menginjak usia dewasa. Adapun penggunaan bahasa atau kalimat yang lebih spesifik, lebih pantas disampaikan pada tingkat SMP dan SMA, dimana pada pembelajaran reproduksi, baik ucapan si penyampai atau tulisan di buku pada tingkatan tersebut harus saling berhubungan.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Tarakan ini pun menyarankan kepada Dinas Pendidikan Kota Tarakan, agar kedepan dapat lebih selektif memilih buku teks pelajaran untuk pelajar di Tarakan, sebelum masalah bertambah besar. “Saran saya, janganlah ricuh dulu baru menyikapi. Nah ini ‘kan sudah kejadian, sudah kadung dibaca anak, biar ditarikpun sudah masuk ke dalam ingatan anak-anak. Kedepan, Dinas Pendidikan maupun pihak sekolah, harusnya menyeleksi dulu bahan pelajaran untuk dikonsumsi siswa, dan guru bidang studi pun harus menyeleksi buku pelajaran sesuai bidang studinya, diperiksa dari halaman satu hingga halaman terakhir, atau ada timlah yang memantau,” ujarnya.
Sementara itu, kepada Radar Tarakan (JPNN Grup) pihak Dinas Pendidikan Kota Tarakan mengaku bahwa untuk proses penarikan buku teks pelajaran yang dinilai vulgar tadi, cukup sulit. Pasalnya, buku teks ini sudah dianggap laik oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, karena sudah memiliki standar isi dan kompetensi. Jadi, penerbitannya sudah melalui banyak pemikiran dan kesesuaian dengan kemampuan pemahaman para siswa di tiap tingkatan.(*/mad/ndy/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karyawan Pabrik Gitar Demo
Redaktur : Tim Redaksi