Buku Pendamping Penjasorkes 5 SD Ditarik dari Peredaran

Jumat, 18 November 2016 – 18:25 WIB
DITARIK: Kepala Dindikpora Noor Tamami memegang surat edaran yang akan diberikan ke sekolah-sekolah untuk menarik buku pendamping Penjasorkes. Foto: Radar Banyumas/JPNN.com

jpnn.com - BANJARNEGARA - Buku panduan Penjasorkes untuk kelas 5 SD akan ditarik dari peredaran.

Buku yang sudah beredar mulai tahun 2015 lalu ditarik Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dindikpora) Banjarnegara  lantaran terjadi salah dalam penulisan.

BACA JUGA: Guru Honorer di Cirebon Terancam Tak Dapat Insentif Selama Setahun

Kepala Dindikpora Banjarnegara, Noor Tamami mengatakan, saat ini pihaknya telah menyiapkan surat edaran untuk dikirim ke sekolah-sekolah agar menarik buku tersebut.

Dia juga  menyayangkan terjadinya salah penulisan dalam buku panduan halaman 50, khususnya untuk pertanyaan nomor 10.

BACA JUGA: Siapkan Generasi Unggul untuk Majukan Industri Telekomunikasi Indonesia

“Secepatnya buku panduan Penjasorkes ini kami tarik. Karena ada kesalahan penulisan yang menyebabkan berubahan makna,” kata dia seperti diberitakan Radar Banyumas (Jawa Pos Group).

Sedangkan untuk buku paket Penjasorkes, tetap berada di sekolah sebagai bahan panduan pembelajaran siswa.

BACA JUGA: Pakar Pendidikan: Siswa Harus Berpikir Layaknya Komputer

Meski  dalam buku paket juga terdapat kata-kata vulgar yang membahas soal reproduksi, namun hal tersebut sudah sesuai dengan Permendikbud nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Apalagi, buku tersebut tidak dipegang langsung oleh siswa. Namun dia meminta kepada guru Penjasorkes agar menyampaikan materi reproduksi dengan bijaksana.

Sebab, dalam buku itu banyak kata-kata yang masih asing bagi sebagian siswa kelas 5 SD.

“Hal ini sudah tertuang dalam surat edaran. Memang sesuai kurikulum ada pembahasan soal reproduksi, hanya guru harus bijaksana sehingga siswa tidak salah mengartikan,” ujarnya.

Dengan adanya kejadian ini, dalam waktu dekat dia akan mengumpulkan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Langkah ini dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

“Nantinya, setiap mata pelajaran harus ada satu yang ditunjuk sebagai editor sehingga buku yang sampai ke siswa tidak ada salah penulisan. Teknisnya, kalau misalnya ada salah penulisan tinggal dilaporkan ke bagaian kurikulum,” tegasnya.

Sebelumnya, tim penyusun buku yang merupakan KKG Penjasorkes ini mengaku kurang menuliskan kata “paksa” dalam kalimat tanya yang ada di buku pendamping halaman 50.

Dalam buku pendamping Penjasorkes halaman 50 soal nomor 10 menyebutkan “ajakan pada lawan jenis untuk melakukan kegiatan seksual".

“Kami selaku penyusun buku pendamping Penjasorkes mengakui kesalahan. Karena pada kalimat tanya itu, kurang kata paksa. Mestinya jawabannya adalah pemerkosaan,” kata Ketua KKG Penjasorkes Banjarnegara Tri Agus Prasetijo. (uje/din/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud: 40 Jam di Sekolah agar Guru Fokus Mengajar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler