jpnn.com - JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso mengatakan, pihaknya menggunakan tiga indikator untuk menentukan besaran impor bahan pangan. Indikator itu adalah produksi bahan pangan di dalam negeri, harga dan stok.
"Apakah produksi dalam negeri cukup, apakah harga komoditi di dalam negeri naik terus atau normal, apakah stok yang dimiliki Bulog aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," papar Sutarto dalam Forum Group Discussion (FGD) 'Kupas Tuntas Kebijakan Impor Pemerintah' di Jakarta, Rabu (11/12).
BACA JUGA: Mangindaan Sodorkan Tiga Calon Dirjen Perkeretaapian ke SBY
Nah, bila ketiga parameter di atas baik-baik saja, itu berarti Bulog tak perlu impor. Menurut Sutarto, pada tahun ini Bulog tidak mengimpor beras karena jumlah produksinya masih cukup.
"Harganya tetap normal dan jumlah stok yang dimiliki Bulog sangat cukup. Saat ini Bulog memiliki stok beras dua juta ton, jumlah yang sangat aman," paparnya.
BACA JUGA: Kaji Tiga Opsi Rute Kereta Supercepat
Namun, katanya, Bulog masih tetap mengimpor kedelai dan daging sapi. Berbeda dengan beras, Bulog saat ini masih mengimpor kedelai. Ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pengrajin tahu dan tempe.
"Kebutuhan kedelai di dalam negeri mencapai dua juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri hanya 800 ribu ton. Bila tidak dilakukan impor kedelai, bagaimana memenuhi kebutuhan perajin tahu dan tempe di dalam negeri?" ucapnya.
BACA JUGA: Menhub Setujui Pembangunan Proyek Monorel BUMN
Sementara untuk daging sapi, Bulog juga masih mengimpornya. Sebab, kebutuhan di dalam negeri tidak bisa dipenuhi oleh peternak domestik.
Berpatok pada tiga indikator itu, kran impor komoditi bahan pangan bisa dibuka atau ditutup setiap saat. "Bulog melakukan impor atau menghentikan impor semata-mata duntuk memenuhi kebutuhan masyarakat, stabilitasi harga dan mengamankan persediaan nasional," pungkasnya.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Dorong BUMN Bangun Kilang Minyak
Redaktur : Tim Redaksi