jpnn.com, JAKARTA - Pakar ekonomi sekaligus Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko mengatakan, saat ini BUMN terus mengembangkan korporasi seperti mengakuisisi beberapa pembangunan.
Hal itu memunculkan fenomena atau fakta yang menyebutkan bahwa BUMN menjadi konglomerat atau konglomerasi.
BACA JUGA: Kementerian BUMN Rekrut 3.311 Calon Pegawai
“Tidak bisa dimungkiri bahwa dengan adanya konglomerasi BUMN akan ada kecemburuan dari industri lain,” kata Prasetyantoko dalam diskusi ilmiah bertajuk Bedah Kasus Krisis BUMN: Multi-Perspektif di Kampus 3 BSD, Jumat (23/8).
Di sisi lain, sambung Prasetyantoko, gencarnya pembangunan membuat modal BUMN tidak cukup.
BACA JUGA: Telur APBN
“Mereka harus berutang dan itu merupakan suatu kerawanan sendiri bagi BUMN,” ungkap Prasetyantoko.
BACA JUGA: Kementerian BUMN Rekrut 3.311 Calon Pegawai
BACA JUGA: Jokowi Ajak Pengusaha dan BUMN jadi Pemain Kelas Dunia
Dia menilai posisi BUMN tidak terlalu mudah. Sebab, BUMN harus mengatur ekspektasi dari publik dan industri lain.
Oleh karena itu, diperlukan tata kelola manajemen BUMN yang baik. BUMN juga harus memperbaiki komunikasi ketika menghadapi krisis.
“Manajemen krisis yang baik akan meningkatkan valuasi perusahaan serta kepercayaan pemerintah dan publik. Karena pemerintahan yang baik, kualitas yang baik kalau tidak ada komunikasi publik yang baik tidak akan punya dampak,” tegas Prasetyantoko.
Perwakilan Pricewaterhouse Coopers Daniel Rembert mengamati kasus BUMN dari perspektif strategi manajemen.
Dia mengatakan, BUMN ini tidak terlalu siap dalam menghadapi suatu krisis. BUMN juga cenderung tidak mempunyai strategi khusus dalam menghadapi krisis.
Selain itu, fungsi public relations (PR) juga tidak dimaksimalkan sebagai calm center yang menenangkan baik publik internal maupun eksternal.
“Seharusnya mereka bersikap seperti apa dan bagaimana proses recovery-nya. Bahkan dalam proses perbaikan krisis itu tidak hanya memperbaiki manajemen perusahaan, tetapi juga reputasi perusahaan tersebut karena reputasi itu penting,” tutur Daniel.
Perwakilan Bulog Benny Siga Butarbutar menjelaskan, krisis harus dihadapi, bukan ditinggal lari.
“Di sini bisa dilihat pentingnya kapasitas pembangunan (capacity building) untuk seorang PR di BUMN, khususnya di dalam membentuk persepsi publik,” jelas Benny.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan mengatakan, pada dasarnya media bertugas melayani kepentingan publik.
Publik itu berhak tahu tentang apa yang sedang terjadi. Pemberitaannya pun sesuai standar media mainstream dengan mengedepankan value berita yang sesuai dengan fakta.
“Apa bedanya jurnalis dengan humas ketika media hanya membuat suatu berita yang baik pada publik tentang perusahaan itu? Pada dasarnya tugas media adalah mencari kebenaran akan suatu peristiwa,” kata Manan. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Rini Berupaya Keras Membenahi BUMN
Redaktur : Tim Redaksi