BOGOR–Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) turun tangan untuk mengatasi persoalan banjir di ibu kota negara. Salah satu solusi pengentasan banjir yang ditawarkan kementerian di bawah nakhoda Dahlan Iskan itu, yakni membangun bendungan di Bogor. Bendungan tersebut juga akan dimaksimalkan sebagai sumber penyedia air bersih yang kini semakin sulit didapatkan warga Jakarta.
Sebelum merealisasikan rencana besar itu, Sabtu (13/4), Dahlan rela sowan ke Bupati Bogor, Rachmat Yasin di Pendopo Bupati di Cibinong. Dahlan memastikan, setelah mengukur kemampuan, baik secara pembiayaan maupun teknis, BUMN mampu membangun bendungan untuk menanggulangi 30 persen banjir ke Jakarta. Rencananya, pembangunan bendungan akan digeber PT Hutama Karya dan Konsorsium dengan menggunakan dana BUMN.
“Sekaligus nantinya bisa untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta yang kekurangan air bersih. Tapi ini masih sangat awal, masih tahap penjajakan,” ujar Dahlan usai bertemu Rachmat Yasin.
Dahlan enggan menyebut di mana lokasi waduk akan dibangun. Namun ia memastikan, jika mendapat persetujuan, maka keberadaan bendungan itu berada di daerah Kabupaten Bogor. “Jangan tanya dulu lokasinya di mana. Nanti belum apa-apa malah tidak jadi,” katanya.
Kementerian BUMN, lanjut dia, telah menyampaikan rencana ini kepada Presiden SBY dan mendapat respons positif. BUMN juga telah berkoordinasi dengan Kementerian PU, Pemprov DKI Jakarta dan kini bersama Pemkab Bogor. Dahlan yakin, jika segala urusannya lancar, akhir tahun 2013, proyek itu bisa dimulai. “Kalau mau, akhir tahun juga sudah bisa dimulai. Asal semua urusannya lancar. Dalam waktu dekat akan kami urus perizinannya,” kata dia.
Saat ini, kata dia, tim BUMN sedang melakukan penyelesaian visibility study pada rencana pembangunan bendungan. Mantan Dirut PLN itu memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk membangun bendungan berada dikisaran Rp4-5 triliun. “Dananya dari konsorsium BUMN,” terangnya.
Selain membahas rencana pembangunan waduk. Dahlan Iskan dan Rachmat Yasin juga membahas rencana pembangunan monorel untuk mengatasi masalah kemacetan, Jabodetabek. (selengkapnya baca "Ke Puncak Naik Kereta Gantung")
Seperti diketahui, ada 13 sungai yang mengalir di Jakarta dengan dikategorikan waspada banjir. Di antaranya Kali Mookevart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan Kali Cakung. Dari ke-13 sungai itu, luapan air dari Kali Ciliwung adalah salah satu penyumbang banjir terbesar.
Sebelumnya, Radar Bogor pernah mengulas rencana pembangunan waduk yang digagas semasa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, 2001 silam. Rencana ini kembali diangkat oleh Gubernur Joko Widodo (Jokowi) sebagai solusi banjir. Waduk penampung air di hulu Ciliwung, diyakini mampu meminimalisasi datangnya air bah ke ibu kota.
Waduk itu sedianya akan menampung sekitar 25 juta meter kubik air Sungai Ciliwung. Luasnya mencapai 100 hektare dengan kedalaman sekitar 85 meter. Waduk disiapkan sebagai lokasi parkir air hujan, jika air di Sungai Ciliwung meluap. Untuk mengantisipasi meluapnya air di waduk itu, Pemprov DKI juga harus membangun sodetan melalui terowongan ke Kali Cisadane.
Ada wacana, lokasi yang tepat untuk pembangunan waduk adalah di antara empat desa dan dua kecamatan di Kabupaten Bogor, yakni Desa Pandansari di Kecamatan Ciawi, dan Desa Cipayung, Cibogo serta Gadog di Kecamatan Megamendung.
Selain di lokasi itu, ada rekomendasi dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) di tahun 1997, yakni pembangunan waduk di wilayah Parung Badak, dan Genteng. Disebut pula, kebutuhan dana untuk penanggulangan banjir Jabodetabek dan sekitarnya mencapai Rp16,5 triliun.
Pengamat Tata Ruang dan Perkotaan Joko Pitoyo mengapresiasi langkah Kementerian BUMN. Namun menurutnya, yang tak kalah penting adalah menyiapkan masyarakat yang akan terkena dampak genangan melalui sosialisasi yang intens dari pemerintah.
“Pemilihan lokasi waduk harus dimulai dari sekarang dengan melakukan studi awal hidrologis, mempelajari pola dan perilaku sungai, data-data detail profil sungai, data geologis, faktor kegempaan, amdal, dan klimatologis. Dan yang tak kalah penting data sosial kependudukan yang berdampak terhadap keberadaan waduk itu,” bebernya.
Lulusan Urban Management L’ENTPE Lyon, Prancis itu menjelaskan, secara hidrogeologis dan topografis, kawasan hulu Ciliwung di Puncak, Bogor, memang berfungsi sebagai konservasi tanah dan air. Sehingga tata ruang yang sesuai dengan kondisi itu adalah dominasi kegiatan yang berbasiskan kelestarian lingkungan. Meskipun ruang untuk aktivitas ekonomi dan perkotaan tetap dimungkinkan secara terbatas atau rendah. “Khususnya pada kawasan jalan arteri Puncak. Rencana bendungan Ciawi dapat diplot sebagai kawasan strategis yang pembangunannya diprioritaskan,” tukasnya.
Terkait rencana pembangunan bendungan Ciawi, imbuh Joko, apakah mau dibuat waduk besar maupun waduk-waduk kecil, semua tergantung pada tujuan. “Apakah untuk kepentingan penyediaan air di waktu kemarau atau untuk menjaga kontinuitas air untuk pengairan? Semua itu harus dihitung secara cermat,” tandasnya.
Direktur PT Hutama Karya, Tri Wijayanto mengatakan, hingga kini pihaknya masih melakukan kajian lokasi yang tepat untuk membangun waduk. “Kami masih cari sungai yang tepat,” katanya. Ditanya apakah waduk akan dibangun di Sungai Ciliwung? Tri menjawab, belum tentu di sungai itu.
Tri mengatakan, rencana ini muncul untuk mengatasi persoalan Jakarta. Dari sisi bisnis, konsorsium BUMN nantinya akan meraih pendapatan dari penjualan air. “Kami ingin berpartisipasi dalam mengatasi banjir Jakarta. Itu intinya. Tapi juga, BUMN akan mendapatkan manfaat dari pengelolaan dan penjualan airnya,” tandasnya.(ful/ric/d)
Sebelum merealisasikan rencana besar itu, Sabtu (13/4), Dahlan rela sowan ke Bupati Bogor, Rachmat Yasin di Pendopo Bupati di Cibinong. Dahlan memastikan, setelah mengukur kemampuan, baik secara pembiayaan maupun teknis, BUMN mampu membangun bendungan untuk menanggulangi 30 persen banjir ke Jakarta. Rencananya, pembangunan bendungan akan digeber PT Hutama Karya dan Konsorsium dengan menggunakan dana BUMN.
“Sekaligus nantinya bisa untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta yang kekurangan air bersih. Tapi ini masih sangat awal, masih tahap penjajakan,” ujar Dahlan usai bertemu Rachmat Yasin.
Dahlan enggan menyebut di mana lokasi waduk akan dibangun. Namun ia memastikan, jika mendapat persetujuan, maka keberadaan bendungan itu berada di daerah Kabupaten Bogor. “Jangan tanya dulu lokasinya di mana. Nanti belum apa-apa malah tidak jadi,” katanya.
Kementerian BUMN, lanjut dia, telah menyampaikan rencana ini kepada Presiden SBY dan mendapat respons positif. BUMN juga telah berkoordinasi dengan Kementerian PU, Pemprov DKI Jakarta dan kini bersama Pemkab Bogor. Dahlan yakin, jika segala urusannya lancar, akhir tahun 2013, proyek itu bisa dimulai. “Kalau mau, akhir tahun juga sudah bisa dimulai. Asal semua urusannya lancar. Dalam waktu dekat akan kami urus perizinannya,” kata dia.
Saat ini, kata dia, tim BUMN sedang melakukan penyelesaian visibility study pada rencana pembangunan bendungan. Mantan Dirut PLN itu memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk membangun bendungan berada dikisaran Rp4-5 triliun. “Dananya dari konsorsium BUMN,” terangnya.
Selain membahas rencana pembangunan waduk. Dahlan Iskan dan Rachmat Yasin juga membahas rencana pembangunan monorel untuk mengatasi masalah kemacetan, Jabodetabek. (selengkapnya baca "Ke Puncak Naik Kereta Gantung")
Seperti diketahui, ada 13 sungai yang mengalir di Jakarta dengan dikategorikan waspada banjir. Di antaranya Kali Mookevart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan Kali Cakung. Dari ke-13 sungai itu, luapan air dari Kali Ciliwung adalah salah satu penyumbang banjir terbesar.
Sebelumnya, Radar Bogor pernah mengulas rencana pembangunan waduk yang digagas semasa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, 2001 silam. Rencana ini kembali diangkat oleh Gubernur Joko Widodo (Jokowi) sebagai solusi banjir. Waduk penampung air di hulu Ciliwung, diyakini mampu meminimalisasi datangnya air bah ke ibu kota.
Waduk itu sedianya akan menampung sekitar 25 juta meter kubik air Sungai Ciliwung. Luasnya mencapai 100 hektare dengan kedalaman sekitar 85 meter. Waduk disiapkan sebagai lokasi parkir air hujan, jika air di Sungai Ciliwung meluap. Untuk mengantisipasi meluapnya air di waduk itu, Pemprov DKI juga harus membangun sodetan melalui terowongan ke Kali Cisadane.
Ada wacana, lokasi yang tepat untuk pembangunan waduk adalah di antara empat desa dan dua kecamatan di Kabupaten Bogor, yakni Desa Pandansari di Kecamatan Ciawi, dan Desa Cipayung, Cibogo serta Gadog di Kecamatan Megamendung.
Selain di lokasi itu, ada rekomendasi dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) di tahun 1997, yakni pembangunan waduk di wilayah Parung Badak, dan Genteng. Disebut pula, kebutuhan dana untuk penanggulangan banjir Jabodetabek dan sekitarnya mencapai Rp16,5 triliun.
Pengamat Tata Ruang dan Perkotaan Joko Pitoyo mengapresiasi langkah Kementerian BUMN. Namun menurutnya, yang tak kalah penting adalah menyiapkan masyarakat yang akan terkena dampak genangan melalui sosialisasi yang intens dari pemerintah.
“Pemilihan lokasi waduk harus dimulai dari sekarang dengan melakukan studi awal hidrologis, mempelajari pola dan perilaku sungai, data-data detail profil sungai, data geologis, faktor kegempaan, amdal, dan klimatologis. Dan yang tak kalah penting data sosial kependudukan yang berdampak terhadap keberadaan waduk itu,” bebernya.
Lulusan Urban Management L’ENTPE Lyon, Prancis itu menjelaskan, secara hidrogeologis dan topografis, kawasan hulu Ciliwung di Puncak, Bogor, memang berfungsi sebagai konservasi tanah dan air. Sehingga tata ruang yang sesuai dengan kondisi itu adalah dominasi kegiatan yang berbasiskan kelestarian lingkungan. Meskipun ruang untuk aktivitas ekonomi dan perkotaan tetap dimungkinkan secara terbatas atau rendah. “Khususnya pada kawasan jalan arteri Puncak. Rencana bendungan Ciawi dapat diplot sebagai kawasan strategis yang pembangunannya diprioritaskan,” tukasnya.
Terkait rencana pembangunan bendungan Ciawi, imbuh Joko, apakah mau dibuat waduk besar maupun waduk-waduk kecil, semua tergantung pada tujuan. “Apakah untuk kepentingan penyediaan air di waktu kemarau atau untuk menjaga kontinuitas air untuk pengairan? Semua itu harus dihitung secara cermat,” tandasnya.
Direktur PT Hutama Karya, Tri Wijayanto mengatakan, hingga kini pihaknya masih melakukan kajian lokasi yang tepat untuk membangun waduk. “Kami masih cari sungai yang tepat,” katanya. Ditanya apakah waduk akan dibangun di Sungai Ciliwung? Tri menjawab, belum tentu di sungai itu.
Tri mengatakan, rencana ini muncul untuk mengatasi persoalan Jakarta. Dari sisi bisnis, konsorsium BUMN nantinya akan meraih pendapatan dari penjualan air. “Kami ingin berpartisipasi dalam mengatasi banjir Jakarta. Itu intinya. Tapi juga, BUMN akan mendapatkan manfaat dari pengelolaan dan penjualan airnya,” tandasnya.(ful/ric/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sindikat Narkoba Internasional Dikendalikan Dari Lapas Cipinang
Redaktur : Tim Redaksi