Bunda Harus Tahu Dampak tak Mau Menyusui Bayi, Di antaranya Terkait Ekonomi

Rabu, 28 Juli 2021 – 19:59 WIB
Ilustrasi ibu menyusui. Foto: Antaranews

jpnn.com, JAKARTA - Para ibu penting mengetahui bahwa sikap tak mau menyusui bayi yang dilahirkan dapat mengakibatkan sejumlah kerugian.

Menurut Koordinator Substansi Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mahmud Fauzi, kerugiannya antara lain termasuk dari sisi ekonomi.

BACA JUGA: Ini Rekomendasi Perlengkapan Bayi yang Perlu Disiapkan Jelang Ibu Melahirkan

"Kalau banyak di Indonesia ibu yang tidak menyusui, akan mengalami kerugian secara ekonomi."

"Otomatis dia akan membeli makanan pendamping ASI dan ini mengeluarkan biaya," ujar Mahmud dalam konferensi pers daring 'Perayaan Pekan Menyusui Sedunia' yang digelar AIMI, Rabu (28/7).

BACA JUGA: Bayi Perempuan Dibuang di Depan Masjid, Tali Pusar Masih Menempel, Polisi Langsung Bergerak

Masalah lain, kelangsungan hidup anak akan sangat berpengaruh.

Dia kemudian merujuk studi dalam jurnal The Lancet pada tahun 2016.

BACA JUGA: Sedih, Bayi 2 Bulan Meninggal Akibat COVID-19

Disebut, praktik menyusui bisa menyelamatkan sekitar 820 ribu nyawa bayi setiap tahun sekaligus menurunkan angka kematian anak di bawah usia tiga bulan akibat infeksi.

"Bayi sangat rentan pada 1.000 hari pertama kehidupan."

"Karena itu, maka perlindungan menjadi penting."

"Harus diwaspadai perihal penggunaan pengganti ASI yang tidak layak. Pemasaran produk harus betul-betul dijaga agar tidak memberikan informasi salah pada masyarakat," katanya.

Dokter Mahmud lebih lanjut mengatakan edukasi mengenai pentingnya menyusui perlu terus dilakukan, baik melalui konseling atau telekonseling seperti yang ditempuh AIMI.

Dia juga menyebut pemerintah sudah berkomitmen melindungi ibu menyusui di Indonesia.

Antara lain melalui UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, Permenkes Nomor 15/2012 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau Memerah ASI.

Kemudian Permenkes Nomor 15/2014 tentang Tata Cara Sanksi Administratif Bagi Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan Kesehatan serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi atau Produk Bayi Lainnya yang Dapat Menghambat Keberhasilan Program Pemberian ASI Eksklusif.

Di masa pandemi COVID-19 saat ini, pemerintah tetap melanjutkan komitmennya memprioritaskan program dan layanan menyusui, mengakhiri promosi produk pengganti ASI, inisiatif rumah sakit sayang bayi dan mengimbau semua pemangku kepentingan mempromosikan serta meningkatkan akses ke layanan yang mendukung ibu agar melanjutkan praktik menyusui.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 memperlihatkan baru separuh atau 52 persen bayi berusia di bawah 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif.

Median lama pemberian ASI eksklusif hanya 3 bulan.

Mahmud menambahkan, keberhasilan ibu bisa menyusui memerlukan dukungan semua pihak sedari ibu hamil sampai menyusui dan perlunya pengoptimalan implementasi kebijakan serta evaluasi terkait menyusui.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler