jpnn.com, JAKARTA - Penyakit meningitis atau peradangan pada selaput otak tak hanya menyerang orang dewasa.
Meningitis ternyata bisa mengintai anak-anak juga, karena itu perlu pencegahan.
BACA JUGA: Demam, Pegal dan Lemas Setelah Menerima Vaksin COVID-19? Virologis Bilang Begini
"Penyakit ini memang jarang ditemukan, namun mematikan. Meningitis merupakan peradangan pada meningen atau selaput otak," kata dr Attila Dewanti, Sp.A(K),dikutip dari keterangan yang diterima.
Attila yang merupakan anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu memaparkan, Indonesia merupakan penyumbang kasus dan kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat meningitis.
BACA JUGA: Cari Busana Lebaran? Coba deh Koleksi Kolaborasi Sideline-Lesti Kejora
Menurut anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini, meningitis dapat diakibatkan oleh virus, kuman, parasit, maupun bakteri.
Dari berbagai macam penyebab meningitis, yang paling berbahaya adalah meningitis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
BACA JUGA: Bunda, Ada 3 Tips Nih untuk Bangkit dari Situasi Krisis
"Meningitis yang disebabkan oleh bakteri tersebut dinamakan Invasive Meningococcal Disease atau disingkat IMD," kata dr Attila.
Jika ditangani tidak tepat, lanjut dia, 50 persen IMD bisa berakhir dengan kematian dan 5-10 persen kasus berakibat fatal walau sudah dilakukan terapi.
Pada masa epidemi, IMD sendiri lebih banyak menyerang anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan saat nonepidemi, IMD lebih banyak menyerang anak-anak dari usia 3 bulan hingga 5 tahun.
"Hanya dalam 24 jam saja kondisi anak bisa dapat berubah dari yang hanya panas menjadi berbahaya," ucapnya.
Dokter Attila pun memaparkan gejala anak di atas 1 tahun yang terkena IMD, antara lain demam, sakit pada punggung atau leher, sakit kepala, mual atau muntah-muntah, leher kaku, dan bercak ruam ungu kemerahan.
Kemudian pada bayi, gejala IMD tidak mudah untuk dilihat, namun gejala ini bisa menjadi perhatian para orang tua. Antara lain rewel, lesu, tidur sepanjang waktu, menolak menggunakan botol, menangis saat digendong dan tidak bisa ditenangkan saat menangis.
"Kemudian ubun-ubun yang menonjol (pada bayi), perubahan perilaku serta demam," kata dokter lulusan Universitas Indonesia itu.
Atilla melanjutkan, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya Invasive Meningococcal Disease, yaitu kontak erat dengan orang yang terinfeksi, asap rokok (aktif dan pasif), permukiman yang padat, perubahan iklim, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan riwayat infeksi saluran pernafasan atas.
Dia menegaskan, IMD memang dapat diobati, tetapi IMD dapat meninggalkan 'jejak' seperti kelumpuhan, tuli, dan juga kerusakan otak.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, pencegahan terbaik untuk meningitis adalah dengan vaksinasi.
Vaksinasi diutamakan diberikan untuk anak-anak di bawah usia 5 tahun, dan juga anak kelompok usia remaja berusia 11-18 tahun. Saat ini vaksinasi untuk mencegah IMD sudah tersedia di Indonesia.
"Mari kita melindungi orang-orang tersayang kita dengan vaksinasi. Buat kamu yang ingin mendapatkan vaksinasi pencegah IMD, Anda bisa konsul ke dokter," tandas dokter yang kini berpraktek di RSIA Brawijaya tersebut.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang