jpnn.com, YOGYAKARTA - Doktor Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto mengatakan Proklamator RI Bung Karno sudah merancang koridor strategis untuk Indonesia.
Kalimantan dirancang sebagai pusat pemerintahan dan kekuatan angkatan udara dan sumber daya alamnya tak boleh disentuh karena hutannya merupakan paru-paru dunia.
BACA JUGA: Bedah Musik Kebangsaan Singgah ke 6 Kampus di Indonesia
“Pada masa akhir beliau mengatakan kepada Pak Sidarto Danusubroto agar jangan sekali-kali hutan Indonesia ditebang karena itulah paru paru dunia. Suatu kesadaran tentang ekologi di Kalimantan tersebut,” kata Hasto dalam seminar ilmiah dosen dalam rangka dies natalies Universitas Sanata Dharma (Sadar) Yogyakarta, pada Jumat (16/12).
Hasto melanjutkan ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan dalam rangka pertimbangan geopolitik sekaligus untuk menjaga kelestarian ekologi di sana.
BACA JUGA: Hasto Ajak Mahasiswa Hindari Bermedsos yang Negatif dan Aktif Memahami Geopolitik
Lalu Pulau Jawa dirancang sebagai pusat riset, pengembangan iptek, dan kekuatan angkatan darat.
ITB sebagai pusat pengembangan teknologi industri, militer, angkasa luar. Pusat pertanian dipindahkan ke Sulawesi dalam koridor strategis. Lalu, Universitas Pattimura di Maluku itu sebagai pusat pengembangan oseonografi terbesar dunia.
BACA JUGA: Pakar Internasional Merasa Geopolitik Bung Karno Perlu Dihidupkan Kembali
“Jadi, penataan penataan kampus oleh Bung Karno disebut city of intelect, itu berdasarkan koridor strategis. Sekarang kita jangankan melihat geopolitik, aspek geographical constellation pun jarang kita lihat. Kita tak pernah melihat bagaimana konsepsi pembangunan berdasarkan alur utama dalam sistem perdagangan dunia,” kata Hasto.
Jika geopolitik Soekarno digunakan, kata Hasto, ibu kota negara sudah dipindahkan ke Kalimantan, maka nanti Selat Lombok, Sunda, Kalimantan, dan Makassar akan menjadi semakin vital.
“Pembangunan konektografi Indonesia harus dirancang berdasarkan peta geostrategis dan geoekonomis tersebut. Kita sering melupakan itu,” kata Hasto.
Sekjen DPP PDI Perjuangan itu menekankan pentingnya perguruan tinggi memberikan konsentrasi pada pembangunan manusia Indonesia berdasarkan potensinya, yakni pertanian dan maritim.
“Setiap datang ke perguruan tinggi, saya tanya mana yang punya fungsi maritim? Mana yang pernah terjun ke laut untuk merasakan bahwa Indonesia negara maritim terbesar, negara kepulauan terbesar di dunia? Yang kata Bung Karno kita adalah negara kelautan yang ditebari pulau pulau. Kita bukan negara kontinental. Inilah pentingnya city of intelect dan menguasai ilmu dasar,” kata Hasto.
Hasto mengatakan perguruan tinggi di Indonesia sebaiknya memberi perhatian khusus bagaimana memastikan anak-anak Indonesia menguasai ilmu-ilmu dasar sejak pendidikan dasar.
“Perguruan Tinggi sebagai salah satu motor penggerak kemajuan. Perguruan Tinggi menjadi pelopor tindakan yang bersifat progresif revolusioner dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu dasar dan memperkuat budaya literasj, numerasi, sains, dan teknologi melalui riset dan inovasi yang berpihak pada kemajuan bangsa,” kata Hasto.
Di seminar itu, Hasto menyampaikan penjelasan mengenai geopolitik Soekarno, yang menjadi hasil penelitian dan disertasinya. Hasto juga menyampaikan, studinya menemukan bahwa salah satu varian terpenting kemajuan Indonesia adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Dan dari ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, faktor yang paling penting adalah pendidikan itu sendiri, maka tak ada negara maju tanpa memperkuat kemajuan dalam dunia pendidikan. Ini yang harus merubah seluruh cara pandang dalam merancang kebijakan negara. Termasuk para politikus tentang pentingnya pendidikan sebagai akselerasi yang paling mungkin dalam kemajuan bangsa,” urai Hasto.
Selanjutnya adalah city of intelect, yakni tentang suatu koridor strategis, penataan kampus-kampus atas dasar potensi wilayah yang ada.
Hasto sampai bercanda bahwa kampus seharusnya mendorong perubahan di dunia politik. Setiap orang yang ingin terjun ke politik wajib memiliki kepemimpinan intelektual melalui tradisi akademis yang matang.
“Kalau ada yang mau masuk politik kuasai kepemimpinan intelektual dulu. Ini menjadi sangat penting,” imbuhnya.
Hasto mengaku dirinya justru khawatir ketika menemukan ada perguruan tinggi hanya menjadi persemaian ideologi radikalisme, ideologi yang sifatnya menutup diri dari ilmu pengetahuan. (Tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasto Sebut Geopolitik Ala Bung Karno Berimajinasi Jauh ke Masa Depan
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga