Bungkam Pengkritik Pemerintah, Uganda Berlakukan Pajak Medsos

Jumat, 01 Maret 2019 – 14:45 WIB
Media Sosial. Ilustrasi: Evelyn Graf / ETH Zurich

jpnn.com, KAMPALA - Paul Cise kelimpungan. Sebentar lagi usahanya mungkin akan gulung tikar. Pria yang tinggal di Naguru, Kampala, Uganda, itu menjual data untuk Nov Mobile Limited. Namun, belakangan penjualannya seret. Penyebabnya, pajak media sosial alias medsos dan transaksi keuangan via mobile phone yang diberlakukan pemerintah.

"Pajak itu membuat bisnis menjadi sangat sulit. Saya tidak bisa mempertahankan pegawai dan membayar sewa," ujarnya. Karena itulah, dia harus mengurangi jumlah pegawai. Beberapa karyawan terpaksa dirumahkan.

BACA JUGA: Tanpa Duit Tiongkok, Uganda Bangun Jembatan Terbesar Kelima

Sejak Juli tahun lalu, pemerintah Uganda menerapkan pajak harian untuk pengguna media sosial (medsos) dan transaksi keuangan menggunakan telepon seluler. Padahal, di Uganda jumlah bank terbatas. Karena itu, banyak warga yang bertransaksi dengan telepon.

Jumlah pajak yang dikenakan memang tak banyak, tapi bagi penduduk itu memberatkan. Mereka akhirnya ramai-ramai berhenti berlangganan internet. Berdasar paparan Komisi Komunikasi Uganda, jumlah pelanggan internet turun hingga 2,5 juta orang.

BACA JUGA: Presiden Uganda Larang Warga Lakukan Oral Seks

Pemerintah beralasan bahwa kebijakan itu diberlakukan untuk meningkatkan pendapatan negara dan akan digunakan untuk pembiayaan layanan publik. Namun, Persiden Yoweri Museveni menulis surat kepada Kementerian Keuangan untuk mendesak agar pajak itu diterapkan sebagai cara menghadapi "penggosip daring". Yang digosipkan pun bukan isu domestik, tapi kritik terhadap pemerintah. Mungkin Museveni takut kehilangan jabatan yang diduduki sejak 1986.

"Media sosial adalah sumber utama berita dan informasi politik," ujar aktivis sekaligus pengacara Irene Ikomu seperti dikutipThe Guardian.

Dia menambahkan bahwa meningkatnya paparan informasi melalui internet membuat warga Uganda menjadi lebih kritis tentang kondisi politik di negara tersebut.

Penerapan pajak itu bagai bumerang. Bukannya meningkatkan pendapatan, yang ada malah banyak perusahaan gulung tikar karena pelanggan terus turun. Yang paling terdampak adalah perusahaan yang bergerak di bidang finansial dan teknologi.

Pendapatan mereka terus merosot. Imbasnya, mereka harus memutus hubungan kerja para pegawai seperti yang dilakukan Cise. Turunnya jumlah pengguna internet juga membuat penghasilan pajak dari kebijakan itu ikut merosot.

Juru Bicara Komisi Komunikasi Uganda Ibrahim Bbosa meyakini bahwa pengguna internet akan kembali seperti semula. (sha/c10/dos)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler