JAKARTA - Bupati Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumut, Maddin Sihombing kemarin (15/3) menemui Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan di gedung Kemenhut, Jakarta. Dalam pertemuan tertutup selama lebih satu jam itu, bupati mengadukan masalah konflik masyarakat pemilik hak ulayat dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Zulkifli Hasan pun siap turun tangan. Menteri yang juga politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu berjanji akan segera memanggil PT TPL, dalam pekan depan.
"KIta akan tanya dulu. Dalam satu dua hari ke depan kita undang pihak perusahaan. Senin, Selasa, atau Rabu," ujar Zulkifli Hasan kepada JPNN ini usai menemui Maddin Sihombing dan rombongan.
Pokok masalah yang menjadi sumber konflik antara warga dengan TPL, lanjut Zul, adalah keberadaan pohon kemenyan. Warga mendesak agar pohon kemenyan itu tidak ditebang agar warga tetap bisa mengelolanya sebagai sumber pendapatan.
"Kemenyan itu kan langka. Penduduk minta agar bisa mengambil manfaatnya. Saya kira perusahaan juga akan setuju," ujar Zulkifli.
Rombongan Maddin Sihombing, usai bertemu Zulkifli, dilanjutkan bertemu dengan Dirjen Planologi Kemenhut Bambang Supijanto. Pasalnya, sumber konflik juga terkait tapal batas antara lahan yang menjadi konsesi TPL, dengan lahan hak ulayat warga.
Maddin Sihombing usai pertemuan menjelaskan, pihaknya terpaksa harus mengadu ke menhut lantaran masalah ini menjadi kewenangan pusat. "Kita daerah hanya menjaga bagaimana agar hak-hak warga tetap terlindungi dan di sisi lain perusahaan juga tetap jalan. Harus win-win solution," ujar Maddin kepada JPNN.
Sebelum menemui langsung menhut, Maddin mengaku pihaknya sudah membuat pengaduan lewat surat. "Tapi sampai sekarang belum tuntas," ujarnya.
Kapan target masalah ini klir? Maddin mengatakan, sepenuhnya tergantung kebijakan yang diambil menhut. "Kita minta secepatnya agar tak ada lagi konflik di daerah. Tadi menteri mengatakan dalam satu dua hari ini akan memanggil pihak TPL," ujar Maddin.
Ikut dalam rombongan bupati antara lain ketua DPRD Humbahas, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Humbahas, Asisten I Pemkab Humbahas, Kadis Perhubungan Humbahas, Kabag Humas Pemkab Humbahas Osborn Siahaan, dan sejumlah tokoh masyarakat setempat.
Osborn Siahaan menjelaskan, dalam pertemuan itu juga disampaikan tuntutan warga. "Bahwa tuntutan warga itu sederhana. Sumber mata pencaharian mereka yang sudah ratusan tahun dari sejak nenek moyang, jangan ditebang perusahaan. Kemenyan itu kan tumbuh alami. Seperti dikatakan Pak Menteri dalam pertemuan tadi, kemenyan itu tumbuhan langka, harus dilindungi. Jangan ditebang, kata Pak Menteri," ujar Osborn.
Menhut juga diminta mencermati kembali SK yang diterbitkan pada 1992 mengenai luas lahan konsesi untuk TPL, yang luasnya 269.060 hektar di wilayah Sumut. Khusus di Humbahas, sesuai SK Menhut tahun 1992, area lahan TPL 32 ribu hektar.
Nah, setelah SK direvisi pada 2011, luas lahan TPL untuk 12 kabupaten/kota di Sumut, menyusut menjadi hanya 188.055 hektar. Namun, untuk Humbahas, malah bertambah menjadi 53 ribu hektar.
"Kami curiga, penambahan ini dari lahan tanah ulayat yang dimasukkan ke situ. Kami taat hukum, tapi rakyat tetap harus dibela," cetus Osborn. (sam/jpnn)
Zulkifli Hasan pun siap turun tangan. Menteri yang juga politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu berjanji akan segera memanggil PT TPL, dalam pekan depan.
"KIta akan tanya dulu. Dalam satu dua hari ke depan kita undang pihak perusahaan. Senin, Selasa, atau Rabu," ujar Zulkifli Hasan kepada JPNN ini usai menemui Maddin Sihombing dan rombongan.
Pokok masalah yang menjadi sumber konflik antara warga dengan TPL, lanjut Zul, adalah keberadaan pohon kemenyan. Warga mendesak agar pohon kemenyan itu tidak ditebang agar warga tetap bisa mengelolanya sebagai sumber pendapatan.
"Kemenyan itu kan langka. Penduduk minta agar bisa mengambil manfaatnya. Saya kira perusahaan juga akan setuju," ujar Zulkifli.
Rombongan Maddin Sihombing, usai bertemu Zulkifli, dilanjutkan bertemu dengan Dirjen Planologi Kemenhut Bambang Supijanto. Pasalnya, sumber konflik juga terkait tapal batas antara lahan yang menjadi konsesi TPL, dengan lahan hak ulayat warga.
Maddin Sihombing usai pertemuan menjelaskan, pihaknya terpaksa harus mengadu ke menhut lantaran masalah ini menjadi kewenangan pusat. "Kita daerah hanya menjaga bagaimana agar hak-hak warga tetap terlindungi dan di sisi lain perusahaan juga tetap jalan. Harus win-win solution," ujar Maddin kepada JPNN.
Sebelum menemui langsung menhut, Maddin mengaku pihaknya sudah membuat pengaduan lewat surat. "Tapi sampai sekarang belum tuntas," ujarnya.
Kapan target masalah ini klir? Maddin mengatakan, sepenuhnya tergantung kebijakan yang diambil menhut. "Kita minta secepatnya agar tak ada lagi konflik di daerah. Tadi menteri mengatakan dalam satu dua hari ini akan memanggil pihak TPL," ujar Maddin.
Ikut dalam rombongan bupati antara lain ketua DPRD Humbahas, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Humbahas, Asisten I Pemkab Humbahas, Kadis Perhubungan Humbahas, Kabag Humas Pemkab Humbahas Osborn Siahaan, dan sejumlah tokoh masyarakat setempat.
Osborn Siahaan menjelaskan, dalam pertemuan itu juga disampaikan tuntutan warga. "Bahwa tuntutan warga itu sederhana. Sumber mata pencaharian mereka yang sudah ratusan tahun dari sejak nenek moyang, jangan ditebang perusahaan. Kemenyan itu kan tumbuh alami. Seperti dikatakan Pak Menteri dalam pertemuan tadi, kemenyan itu tumbuhan langka, harus dilindungi. Jangan ditebang, kata Pak Menteri," ujar Osborn.
Menhut juga diminta mencermati kembali SK yang diterbitkan pada 1992 mengenai luas lahan konsesi untuk TPL, yang luasnya 269.060 hektar di wilayah Sumut. Khusus di Humbahas, sesuai SK Menhut tahun 1992, area lahan TPL 32 ribu hektar.
Nah, setelah SK direvisi pada 2011, luas lahan TPL untuk 12 kabupaten/kota di Sumut, menyusut menjadi hanya 188.055 hektar. Namun, untuk Humbahas, malah bertambah menjadi 53 ribu hektar.
"Kami curiga, penambahan ini dari lahan tanah ulayat yang dimasukkan ke situ. Kami taat hukum, tapi rakyat tetap harus dibela," cetus Osborn. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dilarang Jualan, Pedagang Blokir Jalur Kereta
Redaktur : Tim Redaksi