“Sosialisasi masih dilakukan, namun, kalau tak bisa ditertibkan melalui sosialisasi, kita akan ambil tindakan tegas,” kata Supian kepada wartawan.
Sebelumnya, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kotim tentang Budidaya dan Pengusahaan Sarang Burung Walet akhirnya disahkan menjadi Perda Kotim menjelang akhir tahun 2011 lalu. Dengan disahkannya Perda itu, bangunan sarang burung walet yang menyalahi ketentuan dalam Perda akan segera ditertibkan.
Menurut Supian, pihaknya akan melakukan penertiban sesuai ketentuan dalam Perda tersebut. Meski demikian, dia juga optimistis para pengusaha walet di Kotim akan tertib sendiri karena harga walet yang anjlok. “Kita melihat sendiri walet sekarang harganya anjlok, otomatis itu akan tertib sendiri. Saya yakin jika terus anjlok, gedung walet akan berubah fungsi,” katanya.
Berdasarkan data Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kotim, jumlah bangunan sarang burung walet di wilayah ini tercatat 1.190 unit yang tersebar di Kecamatan Baamang, Mentawa Baru Ketapang dan Mentaya Hilir Selatan.
Ribuan bangunan sarang walet itu sebagian besar tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) walet. Izin awal yang dilaporkan ke KPPT Kotim hanya berupa rumah toko (ruko), rumah dan gudang. Namun, dalam prakteknya berubah fungsi menjadi bangunan walet.
Ketua DPRD Kotim, Jhon Krisli sebelumnya mengatakan, perda walet hanya mengatur usaha budidaya walet secara umum, diantaranya terkait masalah pembangunan sarang walet, masa pembangunan, dan jarak serta tepat lokasi pembangunan. Sementara untuk pungutan retribusi, aturannya akan dibuat terpisah.
Jhon menegaskan, setelah perda disahkan, akan dilakukan penertiban. Para pemilik bangunan sarang walet harus mengurus izin sesuai aturan perda tersebut. Untuk bangunan yang berubah menjadi sarang walet, harus dikembalikan ke fungsi awalnya.
Wakil Ketua DPRD Kotim, Supriadi menambahkan, dalam perda itu, lokasi budidaya burung walet harus dilakukan di luar pemukiman penduduk, yaitu, pada zona yang diatur dalam Perda. Zona tersebut diantaranya, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, dan Kecamatan Kota Besi.
Dia menambahkan, untuk wilayah kecamatan di luar zona pengembangan budidaya burung walet, masih diperkenankan melakukan usaha budidaya burung walet. Namun syaratnya, bangunan sarang burung walet tersebut berjarak minimal satu kilometer dari pemukiman penduduk, fasilitas umum dan dari tempat peternakan unggas, serta dua kilometer dari tempat pembuangan akhir sampah.
“Untuk bangunan yang sudah berdiri sebelum keluarnya Perda tentang walet ini, kita berikan tenggang waktu selama 10 tahun sejak Perda disahkan agar bangunan itu segera direlokasi,” ujarnya.
Supriadi mengatakan, selama diberi waktu relokasi itu, lokasi bangunan burung walet yang berada di sekitar pemukiman warga atau di zona yang dilarang untuk usaha walet, harus memperhatikan aspek sosial, kesehatan, kelestarian fungsi lingkungan hidup dan estetika.
“Setelah disahkan jadi Perda, akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat, baru kemudian dilakukan penertiban. Perda itu merupakan produk hukum yang memberikan kepastian terhadap masyarakat dan perlindungan terhadap dunia usaha, sekaligus memberikan kenyamanan kepada masyarakat,” tandasnya. (rm-45)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terpidana, Ketua DPRD Kobar Belum Dieksekusi
Redaktur : Tim Redaksi