Bupati Banyumas Minta Sebelum OTT Diinfo Dulu, Begini Reaksi KPK

Senin, 15 November 2021 – 13:56 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat suara mengenai permintaan Bupati Banyumas Achmad Husain yang meminta lembaga antirasuah memberikan informasi kepada kepala daerah sebelum melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

KPK menyatakan sepanjang kepala daerah tidak melakukan praktik rasuah, maka tidak usah khawatir ditangkap.

BACA JUGA: Maling Motor Dikepung Warga di Tengah Sawah, Hancur, Rasain

"Selama kepala daerah menjalankan pemerintahannya dengan memegang teguh integritas, mengedepankan prinsip-prinsip good governance, dan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, tidak perlu ragu berinovasi atau takut dengan OTT," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangannya, Senin (15/11).

KPK meminta komitmen kepala daerah untuk fokus melakukan perbaikan tata kelola pemerintah daerah. Melalui Monitoring Center for Prevention (MCP), KPK telah merangkum delapan area yang merupakan sektor rawan korupsi sebagai fokus penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik.

BACA JUGA: Kasus Formula E, Ferdinand Mencurigai Peran 2 Eks Pimpinan KPK Ini

Kedelapan area tersebut adalah Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Penguatan APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa.

Setiap area intervensi tersebut telah diturunkan ke dalam serangkaian aksi pencegahan korupsi terintegrasi yang implementasi dan kemajuannya dievaluasi oleh KPK secara berkala.

BACA JUGA: Perampok Bunuh Sekuriti Pabrik Rokok di Solo, Brankas Raib

Ipi menerangkan langkah-langkah tersebut dijabarkan ke dalam indikator dan subindikator yang harus dilaksanakan pemda untuk membangun sistem tata kelola pemerintahan yang baik yang bertujuan untuk mengurangi risiko dan celah korupsi.

Dari kegiatan koordinasi dan monitoring evaluasi (monev) yang dilakukan KPK di Jawa Tengah, terdapat beberapa hal yang menjadi catatan dan perlu perbaikan secara konsisten dan berkesinambungan, antara lain terkait potensi kebocoran penerimaan pajak karena belum dikelola secara optimal; besarnya tunggakan pajak daerah; belum terintegrasinya sistem perpajakan, perizinan dan pengawasan; masih banyak pemda belum menyelesaikan regulasi RDTR, masih adanya dugaan praktik fee proyek pengadaan barang dan jasa, gratifikasi dan pelicin.

Selain itu, lanjut Ipi, banyak pemda yang belum mengimplementasikan Bela Pengadaan melalui marketplace untuk PBJ yang nilainya kurang dari Rp 50 juta dalam rangka efisiensi dan pemberdayaan UMKM lokal, masih perlunya penguatan APIP yang meliputi aspek kapasitas, kapabilitas, kompetensi serta independensi; masih adanya dugaan praktik jual-beli jabatan dalam rotasi, mutasi dan promosi; serta masih perlunya penguatan pengawasan tata kelola dana desa.

Terkait manajemen aset daerah, KPK mencatat masih banyak kewajiban PSU dari pengembang kepada pemda yang belum diserahkan. Selain itu, di beberapa pemda perlu dilakukan penyelesaian tuntas terkait aset P3D.

KPK juga mencatat masih banyak aset pemda yang belum bersertifikat. Namun demikian, KPK mengapresiasi capaian sertifikasi aset pemda di Jateng.

Dari target penyelesaian sertifikat di 2021, yaitu 45.609 bidang aset, per 11 November 2021 telah terbit sebanyak 10.376 lembar. Sisanya, masih berproses di Kantor Pertanahan Jateng.

Berdasarkan data MCP, rata-rata capaian MCP wilayah Jawa Tengah per 11 November 2021 tercatat 63 persen, dengan rincian Kab. Boyolali 92 persen, Prov. Jateng 87 persen, Kota Semarang 81 persen, Kab. Demak 79 persen, Kab. Pati 78 persen, Kab. Sragen 77 persen, Kab. Kudus 77 persen, Kab. Cilacap 74 persen, Kab. Banyumas 73 persen, Kab. Grobogan 71 persen, Kab. Purworejo 69 persen, Kab. Banjarnegara 69 persen, Kota Salatiga 69 persen, Kab. Brebes 68 persen, dan Kota Surakarta 66 persen.

Lalu, Kab. Kebumen 66 persen, Kab. Temanggung 64 persen, Kab. Semarang 63 persen, Kab. Wonosobo 60 persen, Kab. Tegal 60 persen, Kab. Karanganyar 59 persen, Kab. Blora 58 persen, Kab. Kendal 57 persen, Kab. Jepara 56 persen, Kab. Pemalang 56 persen, Kab. Pekalongan 54 persen, Kab. Batang 53 persen, dan Kota Magelang 52 persen.

Selanjutnya, Kota Tegal 51 persen, Kab. Purbalingga 49 persen, Kab. Sukoharjo 48 persen, Kab. Wonogiri 48 persen, Kab. Magelang 47 persen, Kab. Rembang 46 persen, Kab. Klaten 46 persen, dan Kota Pekalongan 45 persen.

Karena itu, tambah Ipi, KPK mendorong komitmen kepala daerah dan seluruh jajaran OPD untuk memenuhi indikator dan subindikator MCP sebagai upaya pencegahan korupsi di daerah.

Keberhasilan upaya pencegahan korupsi sangat bergantung pada komitmen dan keseriusan kepala daerah beserta jajarannya untuk secara konsisten menerapkan rencana aksi yang telah disusun. Jika langkah-langkah pencegahan tersebut dilakukan, maka akan terbangun sistem yang baik yang tidak ramah terhadap korupsi.

Di sisi lain, KPK menyadari perbaikan sistem juga harus diimbangi dengan pembangunan budaya antikorupsi demi menjaga integritas para pejabat publik. Sebab, kekuasaan besar yang dimiliki kepala daerah tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas, akan menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.

"Atau, dengan kata lain korupsi dapat terjadi karena kekuasaan didukung adanya kesempatan, namun tidak disertai integritas," jelas Ipi. (tan/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler