Buruh Desak UMK Naik 50 Persen, Kadis Anggap tak Wajar

Kamis, 07 November 2013 – 09:34 WIB

jpnn.com - BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat menilai tuntutan buruh yang disampaikan melalui berbagai aksi demonstrasi sulit dipahami karena dianggap terlalu membebani dunia usaha.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Hening Widyatmoko menjelaskan, dengan tingkat inflasi dan kondisi dunia usaha saat ini, kenaikan upah minimum kota/kabupaten di Jabar idealnya tak lebih dari 30 persen.

BACA JUGA: Calon Provinsi Tapanuli Harus Terus Disosialisasikan

Tuntutan buruh yang menginginkan kenaikan hingga 50 persen bahkan lebih dinilainya sulit dipahami dan sangat membebani dunia usaha di Jabar.

"Meskipun tingkat inflasi bukan patokan utama, tapi idealnya kenaikan UMK antara 10 hingga 20 persen, lebih dari 30 persen itu menurut saya sulit dipahami apalagi kalau 50 persen bahkan lebih, itu luar biasa," kata Hening, Rabu(6/11).

BACA JUGA: Wiranto: Indonesia Bisa Maju dengan STMJ

Menurutnya, dunia usaha di Jabar belum menunjukan kondisi yang sehat, terlebih belakangan pengusaha pun dibebani kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan harga bahan bakar minyak (BBM). Jika dipaksakan,kenaikan UMK yang sulit dipahami tersebut bisa mengakibatkan perusahaan gulung tikar.

"Saya harap teman-teman buruh bisa menahan diri, kenaikan di atas 50 persen itu luar biasa. Jangan habis-habisan terus perusahaannya gulung tikar," katanya.

BACA JUGA: Dana Hibah dan Bansos Berpotensi Disalahgunakan

Berdasarkan informasi dari para kepala dinas kota/kabupaten di Jabar yang diterima pihaknya, hingga kemarin, pembahasan UMK  masih tarik ulur. Meskipun kota/kabupaten umumnya sudah mengantongi nilai kenaikan UMK, namun pembahasan alot masih terus bergulir dalam penentuan golongan usahanya.

"Tapi, saya optimis minggu depan pembahasan bisa selesai. Mudah mudahan semua berhasil mencapai kata sepakat," jelasnya.

Meskipun kabupaten/kota masing-masing sudah mengantongi nilai UMK-nya, namun Hening enggan menyebutkan rata-rata besaran kenaikannya dengan alasan tidak etis karena bukan kewenangannya. "Sampai hari ini baru 7 kabupaten/kota yang menyetorkan usulan kenaikan UMK-nya," sebutnya.

Hening kembali menegaskan, pembahasan UMK dilakukan di dalam kerangka dewan pengupahan agar tercapai titik temu. Diharapkan pula, sebagai ketua dewan pengupahan di kabupaten/kota, bupati dan wali kota harus jadi penengah terhadap kepentingan buruh dan pengusaha.

"Pemerintah jangan sampai membuka peluang perdebatan. Pemerintah harus lebih kuat, jangan sampai terbawa kepentingan salah satu pihak," pungkasnya.

Terpisah, Sekretaris Komisi A DPRD Jabar Sugianto Nangolah justru menilai kenaikan UMK hingga 50 persen yang menjadi tuntutan buruh sebagai hal yang wajar. Pihaknya yakin, keuntungan yang diperoleh pengusaha di Jabar cukup besar.

Oleh karena itu, menurut Nangolah, sudah sepantasnya pengusaha bisa meningkatkan taraf ekonomi para pekerjanya. Bahkan, Nangolah pun menyebutkan keuntungan yang diperoleh pengusaha di Jabar lebih dari 50 persen.

Dia berharap, pihak pengusaha tidak terus menekan dan mau membuka mata demi kesejahteraan pekerjanya. "Saya kira, tuntutan hingga 50 persen wajar selagi keuntungan yang diperoleh pengusaha bagus," tandasnya. (agp)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Incumbent Boyong SKPD ke MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler