jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang dituntut menaikkan upah minimum kota (UMK) sebesar 25 persen pada tahun 2019. Tuntutan ini dikeluarkan berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), kenaikan harga bahan pokok dan rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Koordinator Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Banten, Maman Nuriman mengatakan, diajukannya tuntutan kenaikan UMK 2019 ke Pemkot Tangerang dilakukan setelah sejumlah serikat buruh melakukan survei KHL. Dari hasil survei ternyata terjadi kenaikan nilai KHL. Baik itu pembayaran sewa hunian, pendidikan, kesehatan dan juga kebutuhan sandang pangan.
BACA JUGA: Air Kampung Picung Tercemar Kimia
“Pemkot harus naikan UMK. Memang survei ini dilakukan ke beberapa pasar. Acuan kami mengajukan kenaikan upah ini pada Kepmenaker Nomor 13 tahun 2012 tentang KHL,” kata Maman, Kamis (25/10).
Tak sampai di sana, Maman menjelaskan, ada tiga pasar yang telah disurvei untuk mengetahui besaran KHL di Kota Tangerang. Seperti Pasar Anyar, Pasar Malabar dan Pasar Ciledug. Adapun survei ini ditujukan kepada 60 item komponen dan jenis kebutuhan.
BACA JUGA: Sopir Angkot Minta Trans Tangerang Disetop
“Hasilnya, KHL di Kota Tangerang jumlahnya rata-rata Rp 4.481.905. Jika dilihat dari persentase yaitu naik 25 persen. Sembako naik sekarang dan jelang tahun politik pasti kenaikan ini akan bertambah,” paparnya. Bahkan, surat pengajuan kenaikan upah tersebut tah diserahkan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) kota tersebut.
Anggota Dewan Pengupahan Kota Tangerang, Tukimin mengungkapkan tuntutan UMK 2019 naik 25 persen dinilai telah sesuai dengan kondisi kebutuhan hidup di Kota Tangerang. Sebab kenaikan harga 60 item komponen dan jenis kebutuhan yang disurvei merangkak naik dan itu harus menjadi perhatian utama Pemkot Tangerang dalam menaikan UMK.
BACA JUGA: Futsal Battle: 24 Tim Tangerang Berebut 5 Tiket Grand Final
“Karena kebutuhan primer naik, maka UMK pantas dinaikkan juga. Permintaannya mengacu pada realita, naiknya sangat tajam apalagi dipengaruhi nilai tukar dollar,” jelasnya.
Selain itu Tukimin mengaku pihaknya menolak penggunaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam menaikan UMK. Sebab, dalam regulasi tersebut dijelaskan bahwa kenaikan upah setiap tahun hanya 8,03 persen. Sementara berdasarkan realita di lapangan regulasi tersebut bertolak belakang.
“Kami tidak menggunakan regulasi ini. Karena memang tidak seimbang dengan harga sekarang ini. Makanya kami sangat setuju dengan kebaikan UMK 25 persen yang diusulkan serikat buruh,” imbuhnya.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang, Rahmansyah menuturkan bahwa pihaknya belum dapat memutuskan besaran kenaikan upah yang diajukan perwakilan buruh tersebut.
Karena rapat kenaikan UMK dengan sejumlah elemen perusahaan dan pekerja masih dilakukan. Menurutnya, jika ditetapkan kenaikan upah sebesar 25 persen akan membuat perusahaan gulung tikar.
“Masih kami bahas lebih lanjut, karena masih akan ada beberapa kali pertemuan lagi. Untuk finalnya sebelum November 2018, harus sudah kami tetapkan untuk diajukan ke Provinsi Banten,” tuturnya.
Terkait tidak dipergunakan regulasi pemerintah pusat oleh dewan pengupahan dalam mengajukan kenaikan UMK, Rahmansyah menambahkan, hal tersebut tak dapat dilakukan.
Sebab, dengan payung hukum itu dapat membuat kedua belah pihak mendapatkan keuntungan. Karena jika upah yang diberikan besar namun pemasukan perusahaan kecil akan menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pekerja.
Sementara Ketua Apindo Kota Tangerang, Ismail yang dikonfirmasi INDOPOS, menuturkan pihaknya tetap berpatokan penuh kepada peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat.
“Intinya kami tetap berpatokan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yakni kenaikan tak lebih dari 8,03 persen. Sebab kalau dipaksakan sampai 25 persen pasti akan banyak pengusaha keberatan dan bisa gulung tikar,” katanya. (cok/cr5)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Serahkan 10 Ribu Sertifikat Tanah di Tangerang
Redaktur & Reporter : Adil