BW: Di DPRD Transaksi Lebih Besar

Sabtu, 27 September 2014 – 02:21 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menjadi lembaga yang paling terdampak atas pengesahan UU Pilkada. Pekerjaan penyelenggara pemilu itu diprediksi berkurang. Mereka hanya akan menyelenggarakan pileg dan pilpres.

Dikonfirmasi soal tersebut, Ketua KPU Husni Kamil Manik justru bersikap pasrah. Dia menuturkan, pihaknya akan menunggu sampai UU Pilkada tersebut terbit. ’’Posisi kami masih menunggu,’’ katanya, kemarin.

BACA JUGA: Penolakan Pilkada oleh DPRD Meluas

Lalu, bagaimana posisi KPU jika pilkada digelar secara tidak langsung? Husni menyatakan, seharusnya hal itu ditanyakan kepada DPR. KPU belum mengetahui apa-apa mengenai masalah tersebut. ’’Setelah terbit, baru bisa komentar,’’ tuturnya.

Di gedung KPK, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyampaikan pandangan lembaganya atas hasil rapat paripurna. Menurut dia, justru lebih banyak mudaratnya jika pilkada dilaksanakan lewat DPRD. Tentu saja hal itu dilihat dari kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi. ’’Itu analisis yang didapat,’’ katanya.

BACA JUGA: Kualitas Udara Mulai Membaik

Mantan advokat tersebut menjelaskan, tidak ada jaminan pemilihan lewat DPRD tanpa transaksi. Apalagi kalau berkaca pada tingginya kasus yang dihadapi anggota parlemen di pusat maupun daerah. Menurut data Ditjen Otonomi Daerah, ada 3 ribu wakil rakyat yang berurusan dengan hukum.

Kepala daerah yang bersalah mencapai 290-an dengan 51 perkara di antaranya ditangani KPK. Nah, kalau DPRD yang memiliki banyak kasus menjadi pemilih, kualitas yang dipilih tentu mengkhawatirkan. ’’Diduga, ada konsesi-konsesi, tukar-menukar kepentingan,’’ jelasnya.

BACA JUGA: Annas Ditangkap KPK, Jadi Percobaan UU Pemda

Pria yang akrab disapa BW itu lantas memberikan contoh. Dalam pilkada langsung, transaksi uang umumnya terjadi di masyarakat. Itu pun angkanya kecil dan bertujuan untuk membeli suara. Jika pilkada dilakukan DPRD, nilai transaksinya jauh lebih besar. ’’Transaksinya besar dan sistemik. Periodenya juga lima tahun. Kalau ke rakyat, paling cuma sekali,’’ jelasnya.

Sebenarnya, lanjut BW, KPK pernah menyampaikan pandangan saat bertemu unsur pimpinan DPR. Yakni, soal potensi-potensi atau lubang terjadinya tindak pidana dalam pilkada. Namun, tampaknya, hasil perbincangan tersebut tidak terlalu didengar. Buktinya, sampai saat ini DPR tidak fair terhadap KPK.

’’Kalau KPK diminta terlibat lebih jauh dalam pilkada, buka itu perwakilan KPK. Enggak fair kalau KPK diminta, tapi enggak dibuka jalannya,’’ tegasnya. Akibatnya, lembaga pimpinan Abraham Samad itu selama ini hanya berusaha membangun sistem.(idr/dyn/dim/bay/c5)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bung Hatta jadi Simbol Bapak Perumahan Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler