jpnn.com - JAKARTA – Gejolak penolakan secara luas seketika muncul pasca pengesahan UU Pilkada oleh DPR Jumat dini hari (26/9).
Gelombang elemen masyarakat yang berancang-ancang mengajukan gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya soal pilkada lewat DPRD, pun terus bermunculan.
BACA JUGA: Kualitas Udara Mulai Membaik
Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) segera menyiapkan permohonan uji materi. Mereka menilai sistem pilkada lewat DPRD malah merusak demokrasi.
’’Kami pasti lakukan judicial review ke MK setelah tuntasnya administrasi UU tersebut,’’ tegas Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kemarin (26/9).
BACA JUGA: Annas Ditangkap KPK, Jadi Percobaan UU Pemda
Dia menyatakan, pihaknya tidak sendirian mengajukan judicial review tersebut. Setidaknya 30 lembaga akan bergabung. ’’Saat ini demokrasi secara resmi mundur ke belakang. Rakyat kehilangan hak dasar mereka dalam pemilihan kepala daerah,’’ ujarnya.
Pihak lain yang juga sudah bersiap-siap adalah advokat Andi Asrun. Rencananya, Senin (26/9) dia mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada.
BACA JUGA: Bung Hatta jadi Simbol Bapak Perumahan Indonesia
Senada dengan Titi, Andi juga menuturkan, pengembalian pilkada kepada DPRD sebagaimana diatur dalam UU Pilkada telah mengkhianati rakyat. Hak rakyat untuk memilih kepala daerah menjadi hilang.
’’Apalagi ini menyuburkan politik uang di DPRD. Karena itulah, UU tersebut harus digugat,’’ ungkapnya.
Soal legal standing-nya, dia menjelaskan, pihaknya mewakili 17 organisasi buruh harian, lembaga survei, dan sejumlah bupati. Banyak elemen masyarakat yang memang tidak setuju dengan pilkada tidak langsung. ’’Warga negara yang hak pilihnya dihilangkan tentu sudah memenuhi kedudukan hukum,’’ terangnya.
Bukti apa saja yang akan dibawa ke MK? Dia menuturkan, pihaknya bakal membawa dokumen UU Pilkada, risalah rapat paripurna DPR, serta sejumlah pendapat ahli mengenai pilkada tidak langsung. ’’Saya yakin MK berpihak kepada rakyat,’’ tegasnya.
Di bagian lain, saat dikonfirmasi, Ketua MK Hamdan Zoelva menuturkan, pihaknya akan memproses setiap undang-undang yang masuk ke MK. Untuk UU Pilkada tersebut, dia menyatakan tidak ada persiapan khusus karena hampir sama dengan perkara pengujian UU lainnya. ’’Sama semuanya kok,’’ ujarnya melalui pesan singkat.
Sementara itu, atas munculnya gelombang penolakan di tengah publik tersebut, PDIP sudah menduga. Wakil Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, pihaknya sejak awal yakin bakal ada warga yang bergerak melawan pengesahan UU Pilkada.
Karena itu, PDIP akan men-support penuh. ’’Masyarakat bergerak, kami bertugas mengorganisasi,’’ terangnya.
Menurut dia, fenomena tersebut muncul karena rakyat merasa ada kekuatan kekuasaan yang berlebihan dan ingin melupakan mereka. ’’Tentu yang seperti itu akan berhadapan dengan rakyat,’’ tegasnya di Rumah Transisi kemarin.
Deputi Tim Transisi itu juga menyayangkan sikap Partai Demokrat yang memutuskan walk out dalam pengambilan keputusan penting seperti itu. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru pergi ke luar negeri saat bangsanya mengalami perubahan sejarah yang begitu penting. ’’Yang jelas, apa yang terjadi tadi malam tidak menyurutkan langkah PDIP,’’ ujarnya.
Dalam pengambilan keputusan RUU pilkada, keputusan walkout Partai Demokrat itulah yang kemudian memastikan kemenangan kubu pengusung pilkada lewat DPRD. Meski mengajukan 10 syarat yang harus masuk tanpa terkecuali dalam undang-undang, partai besutan SBY tersebut termasuk mendukung pilkada langsung.
Pasca walkout Demokrat, perbandingan suara antara pendukung pilkada oleh DPRD dan pilkada langsung menjadi tidak seimbang ketika divoting. Didukung mayoritas anggota Fraksi Partai Golkar, PKS, Partai Gerindra, PAN, dan PPP, total dukungan bagi pilkada lewat DPRD mencapai 226 suara. Jauh melebihi pendukung pilkada langsung (PDIP, PKB, dan Partai Hanura) yang memiliki 135 suara.
Wapres terpilih Jusuf Kalla juga termasuk yang sangat menyayangkan pengesahan pilkada tidak langsung tersebut. Lebih-lebih soal walkout Partai Demokrat. ’’Biar masyarakat yang menilai sikap seperti itu,’’ katanya.
Lalu, apakah Partai Demokrat akan diterima jika ingin bergabung dengan kubu Jokowi-JK? Dia tidak menjawab dengan jelas. Menurut JK, pihaknya tentu akan melihat sesuai dengan kondisi. ’’Saya kira akan berbeda lah,’’ ujarnya.
Sementara itu, pihak pendukung pilkada oleh DPRD yakin penolakan terhadap UU Pilkada hanya berasal dari segelintir kelompok masyarakat. Terutama dari pihak-pihak yang kepentingannya terganggu atas adanya UU tersebut. Sekjen DPP PPP M.
Romahurmuziy mencontohkan, salah satu pihak yang dirugikan adalah para konsultan politik dan lembaga survei. ’’Mereka akan mengalami kiamat sugro atau kiamat kecil,’’ ungkapnya.
Dia menambahkan, demokrasi prosedural melalui survei politik tidak akan lagi bisa dilakukan. Selama ini, beber dia, lembaga survei sering bermain-main dengan popularitas dan elektabilitas kandidat calon. Karena itu, calon yang benar-benar memiliki kapasitas dan integritas serta aspek lainnya yang dibutuhkan sebagai pemimpin sejati akhirnya kalah oleh faktor popularitas dan elektabilitas tersebut.
’’Kami yakin publik akan mendukung, meski juga tidak menafikan bahwa ada yang belum setuju. Tapi, itu nanti terjawab oleh waktu,’’ tegasnya. (idr/dyn/dim/bay/c5)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Geram Karena KMP Diserang Media Asing
Redaktur : Tim Redaksi