jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Muhaimin Iskandar mengatakan, Nuzulul Quran dan Hari Lahir Pancasila memperkuat kekuatan nilai kemanusiaan yang menjadi milik bangsa Indonesia.
Pria yang karib disapa Cak Imin itu menyampaikannya saat memberi sambutan di acara Peringatan Nuzulul Quran dan Hari Lahir Pancasila bertema Alquran Suci, Pancasila Sakti yang diadakan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, di Jalan Kramat Raya 65A, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6).
BACA JUGA: Cak Imin Imbau Rektor Mengambil Alih Masjid di Kampus
“Poros agama dan yang diramu dengan nilai lokal akhirnya kristalisasinya adalah nilai kemanusiaan itu. Di situ akan jadi kontributor perdamaian pada tataran global,” kata Cak Imin.
Cak Imin menjelaskan, seluruh isi kandungan Alquran untuk menjalin persaudaraan (ukhuwah), saling mengenal satu sama lain (taaruf) dan membawa kedamaian (salam) harus sampaikan dengan baik kepada siapa pun.
BACA JUGA: Satu Lagi, Restu Kiai untuk Cak Imin agar Dampingi Jokowi
"Masyarakat kita yang majemuk harus disemai dengan ayat-ayat Quran secara damai. Hindari unsur-unsur kebencian. Ayat dan risalah disesuaikan dengan fungsi untuk menasihati dan meluruskan yang bengkok. Bukan memaki yang salah atau melegitimasi kebencian terhadap yang lain," tambah Cak Imin.
Dalam kesempatan itu, dia melontarkan pemikirannya terkait Sudurisme (Soekarno dan Gus Dur). Soekarno, lanjut Cak Imin, merupakan sosok penggali Pancasila.
BACA JUGA: Cak Imin: Bandara Harus jadi Pendorong Kemajuan Desa
Sementara itu, Gus Dur adalah tokoh bangsa yang memiliki latar belakang agama yang kuat.
“Berefleksi dalam pijakan Nuzulul Quran, Bung Karno telah meletakkan dasar Pancasila dan Gus Dur melanjutkan. Maka saya sebut generasi kita ini sekarang adalah Sudurisme, Soekarno dan Gus Dur,” ucap Cak Imin.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan RI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan, hubungan antara Pancasila dan agama sangat kuat.
“Hubungan agama dan Pancasila adalah hubungan kuat, bukan saling mempertentangkan. Nilai Pancasila itu digali dari nilai yang terkubur. Ketika diproyeksikan dengan Alquran nggak ada yang salah,” ujar Moeldoko.
Menurut Moeldoko, nilai-nilai di dalam Pancasila dapat dipahami dalam tiga tataran, yakni nilai filosofis, nilai instrumentalia, dan nilai pragmatis.
Sebagai nilai instrumentalia, sambung Moeldoko, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam negara hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Pancasila dijadikan rujukan untuk membuat konstitusi dan aturan-aturan hukum di bawahnya," terang pria kelahiran Kediri itu.
Moeldoko menyadari belakangan ini relevansi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mulai diusik dan dipertanyakan.
"Masih validkah Pancasila itu? Pancasila tentu saja masih valid dalam berbagai dinamika sosial, dinamika politik, dan dinamika persaingan global. Kita tidak perlu khawatir. Pancasila adalah ideologi yang terbuka, ideologi yang dinamis," imbuh Moeldoko.
"Bagaimana mengejawantahkan? Itu bisa disesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Karena sifatnya yang terbuka, diskursus tentang hal itu pasti akan terjadi. Silakan mendiskursuskan Pancasila. Syaratnya, kuatkanlah ideologi kita terlebih dahulu. Kalau tidak kuat, justru kita bisa dimakan atau termakan," lanjut Moeldoko.
Selain Cak Imin dan Moeldoko, hadir pula mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara sekaligus penasihat PP GP Ansor KH As'ad Said Ali, Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, Sekjen GP Ansor Abdul Rochman, Kasatkornas Banser Alfa Isnaeni, seluruh jajaran pengurus, serta ratusan anggota Ansor dan Banser. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cak Imin: JaF Layak Ditiru Desa-desa Lain di Indonesia
Redaktur & Reporter : Ragil