jpnn.com - Cakra manggilingan adalah senjata sakti yang dimiliki oleh Betara Kresna, Raja Dwarawati, manusia setengah dewa, penasihat politik dan militer para Pandawa.
Cakra berbentuk panah yang ujungnya bulat bergerigi. Senjata andalan Kresna itu ampuh tidak tertandingi.
BACA JUGA: Mulai Suntikkan Booster, Amerika Tak Gunakan Vaksin Moderna
Cakra Manggilingan ampuh dan sakti karena dia membawa kekuatan alam, membawa sunnatullah, yang tidak bisa dilawan oleh siapa pun. Manusia dan bangsa sekuat apa pun, pada akhirnya harus menyerah kepada kekuatan alam, pudar dan kemudian runtuh.
Koalisi 100 negara Astina yang dipimpin oleh Duryudana akhirnya harus menyerah kalah oleh Lima Bersaudara Pandawa dalam perang Baratayudha.
BACA JUGA: AS Tak Sudi Dana Bantuan untuk Afghanistan Masuk Kantong Taliban
Kresna membawa senjata Cakra sebagai senjata pemungkas yang memberi kekuatan spiritual yang akhirnya memenangkan Pandawa atas Kurawa.
Sejarah tidak berhenti pada sebuah ujung. Orang Yunani menyebutnya Panta Rei. Sejarah adalah air yang mengalir tidak pernah mandek. Dibendung oleh kekuatan apa pun air akan terus mengalir.
BACA JUGA: Kartolo
Pada akhirnya, ketika bendungan itu begitu kokoh, air akan menjadi bah yang sanggup menghancurkannya.
Sejarah peradaban manusia adalah Cakra Manggilingan, Panta Rei, dan Sunatullah. Sejarah berulang terus, bergiliran di antara peradaban dunia.
Tepat 20 tahun yang lalu, pada 11 September, serangan teror terhadap Menara Kembar WTC (World Trade Center) New York menjadi alarm yang mengagetkan Amerika.
Selama ini Amerika merasa sebagai negara yang paling kuat dan aman di dunia. Namun, ternyata Amerika kebobolan oleh serangan teror yang langsung menghunjam di jantung peradabannya.
Para penyerang membajak pesawat komersial dan mengarahkannya untuk menabrak menara WTC, sebuah pusat perdagangan internasional yang menjadi simbol kedigdayaan Amerika.
Serombongan pembajak lainnya menguasai pesawat komersial, dan mengarahkannya ke Pentagon, kompleks departemen pertahanan Amerika, yang menjadi simbol kedigdayaan militer Amerika.
Serangan ke Pentagon bisa dilumpuhkan. Penumpang di dalam pesawat melawan, dan membuat pesawat tidak terkendali dan jatuh sebelum mencapai Pentagon di Washington.
Namun, serangan ke WTC terlalu terlambat untuk dihentikan. Mohammad Atta dan 18 penyerang menguasai pesawat dan mengarahkannya ke Menara Kembar dan menabrakkannya. Menara tertinggi di dunia itu runtuh dalam waktu dua jam. Korban meninggal mencapai 3.000 orang.
Dunia tidak sama lagi sejak itu. Amerika kaget oleh alarm mendadak, dan terbangun dari mimpi.
Seluruh Amerika memasang bendera setengah tiang secara serentak, tanpa komando. Nasionalisme dan patriotisme masyarakat Amerika terusik karena serangan ini.
Masyarakat Amerika pun memberikan cek kosong kepada Presiden George W. Bush untuk mengembalikan kehormatan Amerika yang dipermalukan di halaman rumahnya sendiri.
Ternyata sejarah belum berakhir. Kurang lebih sepuluh tahun sebelum peristiwa WTC, Amerika memproklamasikan diri sebagai pemenang dan penguasa tunggal dunia. Pada 1990 komunisme internasional runtuh dengan kolapsnya Uni Soviet.
Negara ferderasi besar -yang dibangun di atas fondasi komunisme yang otoritarian itu- hanya bertahan setengah abad, dan akhirnya pecah menjadi keping-keping negara kecil.
Uni Soviet bubar. Negara-negara satelit komunis di Eropa Timur juga ikut ambruk seperti kartu domino.
Tembok Berlin yang memisahkan bangsa Jerman, menjadi Jerman Timur dan Barat, ambruk secara harfiah. Bersamaan dengan itu rezim komunis Jerman Timur juga ambruk dan dua Jerman itu pun rujuk.
Amerika menjadi kampiun demokrasi dunia. Ilmuwan politik Amerika, Francis Fukuyama, memproklamasikan dunia baru yang tunggal dengan Amerika sebagai pemimpinnya. ‘’The End of History and The Last Man’’ (1990), sejarah telah berakhir, dan manusia terakhir telah muncul sebagai pemenang.
Fukuyama mengatakan bahwa sistem demokrasi liberal Amerika adalah satu-satunya sistem yang paling cocok untuk diterapkan, karena paling sesuai dengan fitrah manusia. Memakai dasar filsafat Hegel, Fukuyama mengatakan bahwa demokrasi liberal Amerika adalah puncak dari sejarah, puncak dari pencapaian peradaban manusia.
Dengan demokrasi liberal harkat manusia untuk mencapai kebebasan telah mencapai puncaknya.
Sejarah, kata Fukuyama yang mengutip Hegel, adalah serangkaian proses dialektika antara tesa, anti-tesa, yang kemudian menghasilkan sintesa. Karena sejarah berkembang secara linier maka pada akhirnya sejarah akan mencapai titik tertinggi.
Itulah yang oleh Fukuyama disebut sebagai akhir sejarah.
Komunisme, yang menjadi pesaing utama demokrasi dan kapitalisme liberal, sudah remuk berkeping-keping.
Amerika menjadi adidaya tunggal dunia yang tidak tertandingi. Seluruh dunia akan ditata ulang dalam sebuah tatanan baru yang dipimpin oleh Amerika. ‘’The New world Order’’ dibangun oleh Amerika yang sekaligus menjadi episentrum kekuatan dunia.
Sepuluh tahun setelah proklamasi itu terjadi serangan terhadap WTC. Serangan ini mempermalukan Amerika di rumahnya sendiri. Presiden George W. Bush dengan cepat menuduh Usamah Bin Laden, pendiri Al-Qaidah, sebagai dalang penyerangan ini.
Bersama Saddam Hussein, penguasa Iraq, dua orang ini menjadi musuh bebuyutan yang mengganjal ambisi kekuasaan Bush. Dua-duanya harus diburu sampai tertangkap dead or alive, hidup atau mati.
Bush ternyata lebih memprioritaskan perburuan terhadap Sadam Husein ketimbang memburu Usamah. Bush mempunyai dendam keluarga terhadap Saddam Hussein yang sudah pernah berperang melawan Bush senior dalam Perang Teluk II pada 1990.
Iraq berhasil dipukul mundur dari Kuwait yang dicaploknya, tetapi Saddam Hussein lolos dan melakukan perlawanan gerilya. Bush Junior ingin menuntaskan dendam keluarga yang belum dilunasi oleh bapaknya.
Perburuan usai pengeboman 11 September dilakukan di dua front. Di Iraq pasukan Amerika menggempur untuk menangkap Saddam karena dianggap menyimpan WMD (weapons of mass destruction), senjata pemusnah massal.
WMD itu tidak pernah ada, tetapi hal itu tidak penting. Bagi Bush yang penting adalah bisa membalas dendam untuk mengembalikan kehormatan keluarga.
Amerika mengirim pasukan besar ke Iraq untuk memburu Saddam Hussein. Bersamaan dengan itu Bush juga harus memburu Usamah Bin Ladin yang bersembunyi di Afghanistan, dalam perlindungan Taliban, yang berkuasa sejak 1996.
Dua front harus sama-sama dimenangi. Bush tidak mengirim pasukan darat ke Afghanistan karena lebih fokus ke Iraq. Saddam Hussein ditangkap pada 2006 di bunker persembunyiannya, kemudian dieksekusi mati.
Pada serbuan ke Afghanistan November 2001, Amerika mengirim pasukan udara untuk menggempur Kabul. Dari darat pasukan Mujahidin yang anti-Taliban juga menyerang Kabul. Taliban yang terdesak akhirnya meninggalkan Kabul. Mission Accomplished?
Tidak. Kabul memang jatuh. Amerika berkuasa dan membentuk pemerintahan protektorat di bawah Presiden Hamid Karzai. Namun, dua buruan utama Amerika lolos. Usamah Bin Ladin bisa menyelamatkan diri ke pegunungan Tora Bora yang sulit dijangkau. Buruan lainnya, Mullah Muhammad Umar, pemimpin Taliban, meloloskan diri dari Kabul dengan sepeda motor.
Kesalahan Amerika ini harus dibayar mahal. Amerika butuh sepuluh tahun untuk memburu Bin Ladin yang terus-menerus berpindah tempat persembunyian, sambil tetap melakukan serangan gerilya.
Pada Mei 2011 persembunyian Bin Ladin di perbatasan Pakistan terungkap, dan Bin Ladin ditembak mati di lokasi.
Mullah Muhammad Umar terbunuh karena serangan drone Amerika pada 2015. Namun, konsolidasi yang dilakukan Taliban sudah cukup kuat dengan menarik diri ke perbatasan Pakistan.
Taliban kemudian melakukan konsolidasi melalui ribuan madrasah yang menjadi pusat aktivitas kaderisasi.
Selama 20 tahun melakukan gerilya, Taliban akhirnya berhasil merebut kembali kekuasaan yang lepas pada 1996.
Amerika yang kelelahan memutuskan untuk melepaskan Afghanistan. Amerika menyadari bahwa perang Afghanistan adalah ‘’unwinnable war’’, perang yang tidak bisa dimenangi.
Presiden Joe Biden dikecam karena dianggap ‘’tinggal gelanggang colong playu’’. Biden membela keputusannya dengan mengatakan ‘’we end the forever war’’, kita telah mengakhiri perang abadi.
Afghanistan adalah Padang Kurusetra yang menjadi kuburan bagi empire-empire besar, ‘’the graveyard of empires’’. Rasanya, tidak akan ada lagi kekuatan besar yang berani muncul langsung di palagan Afghanistan.
Uni Soviet mundur, NATO mundur, Amerika mundur. Sekarang nasib Afghanistan berada di tangan mereka sendiri.
Sejarah belum berakhir. Dan sejarah, bukanlah gerak linier yang punya ujung seperti yang diklaim Hegel. Sejarah, kata Ibnu Khaldun, adalah gerak sirkular yang berputar. Seperti roda pedati, kadang di atas kadang di bawah.
Filsafat Yunani menyebutnya Panta Rei, segala sesuatu mengalir seperti air, tidak akan mandek. Orang Jawa menyebutnya Cakra Manggilingan yang senantiasa berputar memberi giliran.
‘’Dan, masa-masa (kejayaan itu) Kami gilirkan di antara para manusia’’, QS 3:140. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dari Lembah Panjshir, Ahmad Massoud Bongkar Kebohongan Taliban
Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi