jpnn.com - JAKARTA - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi mengatakan pemilu di Indonesia masih menempatkan rakyat sebagai komoditi politik. Sebagai komoditi politik, menurut Ari praktik jual-beli suara sulit untuk dihindarkan.
"Faktanya, pemilu di Indonesia masih sebatas jual-beli suara antara rakyat dengan para kandidat yang kuat modal. Untuk melegitimasi jual-beli suara, digunakan lembaga survei yang bertugas membangun opini di tengah-tengah masyarakat," kata Ari Junaedi, di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/4).
BACA JUGA: KPU Ancam Coret Parpol dan Caleg Terpilih
Dia menyebut ada sejumlah petahana anggota DPR yang terbilang bagus kinerjanya namun terancam tidak lolos ke Senayan lantaran datang ke konstituen tidak bagi-bagi duit.
"Tapi hanya menyampaikan tugas-tugas yang sudah dan belum dia lakukan selama mewakili rakyat di DPR," ujar Ari.
BACA JUGA: PKS Dorong Partai Islam Usung Capres Sendiri
Karena datang ke konstituen hanya bagi-bagi laporan kerja, rakyat tidak lagi memilihnya.
"Sementara caleg baru dengan modal kuat dan bagi-bagi duit, meski tidak berdialog dengan masyarakat pasti dipilih rakyat. Apakah ini semacam sanksi politik? Sulit juga bagi kita memahaminya," ungkap dia.(fas/jpnn)
BACA JUGA: PDIP Raih 29,9 Persen, PKS Unggul di 10 Negara
BACA ARTIKEL LAINNYA... Telusuri Motif Politik di Balik Gugatan ke Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi