Dari kubu Ridwan BAE mengklaim bahwa merekalah yang berhak dan sah atas dukungan partai. Kubu Ali Mazi pun seperti itu. Kesimpulannya, mereka akan kembali bertarung di Jakarta untuk menunjukkan diri siapa sebenarnya yang paling berpengaruh di DPP Golkar, apakah Ridwan BAE atau Ali Mazi.
Calon gubernur yang pertama kali mendaftarkan Golkar adalah Ridwan BAE bersama wakilnya Haerul Sale dengan akronim ArBAE. ArBAE mendaftar lebih awal, sekitar pukul 09.00 sedangkan Ali Mazi dan wakilnya Wuata Saranani mendafar di KPU sekitar pukul 16.00.
Dengan menggunakan kendaraan pribadi pasangan ArBAE menuju KPU Sultra, dengan diikuti ratusan kendaraan bermotor didominasi kendaraan roda empat.
Sesuai hasil pemeriksaan dokumen syarat bakal pasangan calon, Partai Golkar diakui memiliki sembilan kursi atau setara 20 persen perolehan suara Pemilu.
Atas klaim Ali Mazi ini, Ridwan BAE menganggap bahwa ada keanehan sekaligus ada keberanian dalam masalah ini. "Dia (Ali Mazi) melakukan itu apakah dia terpengaruh orang atau dikirimkan fax orang lain dan menjadi pegangan dia ataukah dia buat sendiri, karena di Golkar saya dan Haerul sebagai pasangan calon dari Partai Golkar. Saya juga bingung mau bilang apa atas tindakan Ali Mazi itu," ungkap Ridwan.
Lebih lanjut dijelaskannya Wakil Ketua DPD I Golkar Sultra, Ahmad Syahrul Nippo SSos dan Wakil Sekretaris, Drs Moh Amin Saranani sebagai pengurus yang melegalisir dokumen Ali Mazi dinilai oleh Ridwan BAE lebih aneh lagi. "Apakah sebuah kebodohan atau sebuah rekayasa dari mereka untuk menandatangani dukungan Partai Golkar. Saya perlu sampaikan apa pun perlakuan mereka, tidak akan menggoyahkan persatuan dan soliditas Partai Golkar. Kalau pun ada dukungan DPP yang dikatakan kedua orang itu, terjadi karena dua hal yaitu surat ditiru atau memalsukannya, karena itu DPD I Parti Golkar Sultra akan membuat langkah-langkah mengkomunikasikan persoalan ini ke DPP dan mengenai sanksi telah diatur dalam AD/ART partai," jelasnya.
Sikap Ridwan BAE ini ternyata tak menyurutkan kubu Ali Mazi. Salah satu orang dekat Ali Mazi, Ir Muhammad Asnan La Amba menegaskan, sebagai mantan gubernur, sebagai lawyer, Ali Mazi tidak mungkin berani bermain diatas dokumen ilegal. Karena itu, Asnan mempersilahkan kubu Ridwan BAE mempertanyakan hal itu ke DPP Golkar, siapa sesungguhnya yang direstui DPP untuk menjadi calon gubernur Sultra.
"DPP itu menginginkan kemenangan dalam Pilgub. DPP Golkar sudah amat berpengalaman di seluruh Pilkada bupati/walikota di Sultra. Dari 12 kabupaten/kota di Sultra yang menggelar Pilkada, tak satupun yang dimenangkan Golkar. Kalau pun menang, itu hanya karena terpaksa mendukung calon yang kuat dari partai lain. Itu fakta. Apakah DPP Golkar mau membiarkan supaya kalah lagi dalam Pilgub? Tentu tidak, karena ada figur yang berpotensi menang yaitu Ali Mazi dan karena itu, DPP Golkar memberikan jalan untuk Ali Mazi. Kalau tidak percaya, silahkan ke DPP Golkar," tutur Asnan.
Memang, tanda-tanda Ali Mazi menggunakan partai Golkar sangat tampak. Kesan menggunakan pintu partai Golkar tampak jelas dari pendaftaran pasangan ini pasalnya selain mobil hardtop atap terbuka yang digunakan berwarna kuning, map berkas dukungan calon pun semuanya berwarna kuning.
Berbeda dengan pasangan calon sebelumnya, simpatisan pasangan Ali-Wuata tidak menggunakan kaos bergambar pasangan ini, kebanyakan mereka menggunakan pakaian keseharian mereka seperti pakaian buruh, petani dan wirausaha.
Ketegangan melingkupi wajah para simpatisan, menunggu pembacaan hasil pemeriksaan kelengkapan berkas, tetapi begitu Wakil Ketua DPD I Partai Golkar, Ahmad Syahrul Nippo SSos dan Wakil Sekretaris, Drs Moh Amin Saranani datang dan menandatangi berkas dukungan partai Golkar.
Akhirnya Ketua Pokja Pencalonan KPU Sultra, Eka Suaib membacakan dukungan partai politik pasangan Ali-Wuata sebesar 32,38 persen dengan satu partai seat yaitu Partai Golkar dan 21 partai non seat yaitu Partai Buruh, Partai Persatuan Daerah, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Pemuda Indonesia, Partai Indonesia Baru, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Barisan Nasional, Partai Matahari Bangsa, Partai Kedaulatan, Partai Merdeka, Partai Pemuda Demokrasi Indonesia, Partai Damai Sejahtera, Partai Sarikat Indonesia, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Republika Nusantara, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Karya Perjuangan, Partai Pelopor, Partai Karya Peduli Bangsa, serta Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN).
"Alasan saya kembali ingin memimpin Sultra antara lain karena panggilan untuk mewujudkan karya-karya saya di Sultra, termasuk pembangunan yang belum rampung. Mengenai dukungan sah Partai Golkar, tentunya merupakan tugas KPU untuk memverifikasinya," kata Ali Mazi.
Ditanya saling klaim partai non seat, suami Agista Ariyani ini menuturkan menurutnya sah karena telah mengantongi SK DPP masing-masing partai. "Untuk wakil saya yaitu H Wuata Saranani, saya pilih karena termasuk tokoh dan pendiri Sultra, apalagi dalam memimpin daerah layaknya pernikahan harus ada kecocokan, berawal dari getaran jiwa mewujudkan persatuan dan kesatuan demi melanjutkan pembangunan Sultra," tuturnya sambil berucap pihaknya sengaja mendaftar dengan cara sederhana karena masyarakat Sultra masih dalam kondisi keprihatinan.
Sementara itu calon wakil gubernur, H Wuata Saranani meluruskan jika alasan pengunduran dirinya dengan La Ode Asis tida ada hubungannya dengan akan berpasangannya dirinya dengan Ali Mazi. "Kalau La Ode Asis saya dipinang lima minggu lalu, setelah berjalan, ada sedikit gangguan kesehatan, daripada menunggu apalagi jalurnya independen maka saya memilih mengundurkan diri. Setelah itu saya menerima telepon dari Ali Mazi dan karena namanya kehendak Allah SWT, maka saat ini saya berpasangan dengan Ali Mazi," ucap Wuata. "Yah, segar bugar dan siap mendampingi Ali Mazi membangun Sultra," tambahnya.(kp/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawa 7 Kontainer, Berkas PKS Belum Lengkap Juga
Redaktur : Tim Redaksi