Perusahaan yang menjadi pusat perhatian internasional karena skandal data privasi Facebook, Cambridge Analytica sekarang menyatakandiri bangkrut setelah menjadi 'bahan olok-olok'.

Dalam pernyataannya, Cambridge Analytica mengatakan mereka menjadi bahan 'olok-olok' dan dipersalahkan, padahal apa yang mereka lakukan adalah hal yang tidak melanggar hukum dan sudah merupakan kebiasaan yang dilakukan di dunia periklanan.

BACA JUGA: Orangtua Australia Diminta Waspadai Iklan yang Ditujukan Bagi Anak-anak

Perusahaan itu mengatakan pemberitaan buruk berkenaan dengan mereka membuat mereka kehilangan pelanggan dan pemasok, sehingga harus berhenti beroperasi.

Yang terjadi adalah Cambridge Analytica mencari informasi dari Facebook untuk membuat profil psikologis para pemilih di Amerika Serikat, dan perusahaan tersebut disewa oleh tim kampanye Presiden Donald Trump di tahun 2016.

BACA JUGA: Kardinal George Pell Kemungkinan Jalani Dua Sidang Terpisah

Perusahaan ini mampu mengumpilkan data dengan cepat dalam jumlah besar, menggunakan app yang berbentuk tes kepribadian.

App itu berhasil mengumpulkan data dari 87 juta akun Facebook, bahkan dari mereka yang tidak mengunduh app itu sendiri.

BACA JUGA: Suka Diberi Wortel, Banyak Kanguru Serang Turis

Setelah terbongkarnya hal tersebut, Facebook sekarang memperketat aturan mengenai pengunmpulan data.

"Pemberitaan media telah membuat semua pelanggan dan pemasok kami lari." kata Cambridge Analytica dalam pernyataan.

"Sebagai akibatnya, kami tidak bisa lagi berfungsi baik sebagai sebuah bisnis."

Menurut laporan harian Amerika Serikat The New York Times, Cambridge Analytica didirikan di tahun 2013, dengan fokus pemilihan presiden di Amerika Serikat, dengan dana $ 20 juta (sekitar Rp 40 miliar) dari donor besar Partai Republik Robert Mercer.

Nama Cambridge Analytica dipilih oleh Steve Bannon yang kemudian pernah bekerja sebagai penasehat Gedung Putih ketika Donald Trump menjadi presiden.

Mereka menyediakan data konsumen, iklan dan layanan data lainnya bagi klien perusahaan maupun untuk kegiatan politik.

Perusahaan itu sudah membantah melakukan hal yang tidak legal dan tim kampanye Trump juga mengatakan mereka tidak pernah menggunakan data dari Cambridge.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Permasalahan yang Dihadapi Mahasiswa Internasional di Australia

Berita Terkait