jpnn.com, JAKARTA - Candi Borobudur perlu dipasang chattra atau payung. Ide ini digulirkan sejumlah akademisi dan pemerhati candi.
Mereka menilai kehadiran chattra diyakini akan memberikan banyak dampak positif bagi umat Buddha, baik di Indonesia maupun dunia.
BACA JUGA: Dari Borobudur Marathon, Pemprov Jateng Temukan 6 Atlet Young Talent
Chattra mengandung banyak makna filosofis yang sangat mendalam melebihi aspek kesejarahan dan arkeologis.
Dorongan para akademisi, sejarawan maupun pengamat tersebut mengemuka dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrebang) Tingkat Nasional 2024 Direktorat Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama (Kemenag).
BACA JUGA: 10.453 Pelari Meramaikan Borobudur Marathon
Hadir dalam diskusi tentang chattra ini antara lain Stanley Khu, dosen Antropologi Universitas Diponegoro Semarang, Prawirawara Jayawardhana (Pemerhati Buddhis Nusantara) dan Hendrick Tanuwijaya (pemerhati Candi Borobudur).
Stanley Khu berpandangan bahwa sekarang sudah tiba waktunya untuk memahami Borobudur tidak hanya sebagai candi dalam konteks historis atau arkeologi.
BACA JUGA: Ingin Menikmati Liburan di Borobudur Yang Mewah Nan Eksotis? Anda Patut ke Sini
Menurut dia, akan lebih bermanfaat untuk juga memahami Borobudur sebagai kuil kebudayaan tempat ornamen-ornamen dan simbol-simbol Buddhis yang diakui secara universal oleh masyarakat Buddhis di berbagai belahan dunia.
"Semisal chattra, bisa bersinergi dengan keseluruhan bangunan monumen tanpa adanya keberatan terkait isu orisinalitas ataupun keilmiahan dari pemasangan chattra di stupa candi," jelas Stanley dikutip dari laman Kemenag, Jumat (23/2).
Stanley menilai Chattra atau payung berpotensi untuk secara simbolik mewakili imajinasi kolektif umat Buddhis tentang ruang sakral mereka.
Patut diingat bahwa dalam tradisi keagamaan manapun, ruang sakral berikut ornamen-ornamen pelengkapnya sebagai aspirasi umat.
Di samping bangkitnya kesadaran dan kepedulian pemuda-pemudi Buddhis di Indonesia terhadap isu chattra serta kemungkinan pemasangannya di stupa Borobudur dapat dibaca sebagai kebutuhan mendasar untuk beragama
"Itu untuk membayangkan sebuah cara hidup ideal yang bajik dan bermakna, baik bagi diri mereka maupun pihak lain," terangnya.
Sementara menurut Prawirawara Jayawardhana, chattra memiliki catatan sejarah dan dasar filosofi yang sangat jelas serta mendalam di dalam Buddhisme. Keutamaan itu terbukti baik menurut tradisi teks Pali maupun Sanskrit, maupun Sutrayana dan Tantrayana.
Prawirawara menjelaskan konsep payung sebagai pelindung bagi makhluk-makhluk suci, bisa ditemukan. Mulai dari Mucalindasuttam, hingga Lalitawistara Sutra, Gandawyuha Sutra, Karmawibhangga Sutra, Jatakamala hingga berbagai kisah di dalam Awadana.
"Candi Borobudur menyimpan catatan atas sutra-sutra tersebut dalam bentuk ukiran-ukiran relief di dindingnya,” terang Prawirawara.
Dia menyoroti selama ini, polemik pemasangan chattra hanya dibahas dari satu sisi keilmuan arkeologi. Menurut dia, sudah saatnya jawaban atas polemik ini juga dicari dari sisi filosofis Buddhisme itu sendiri karena pada dasarnya Candi Borobudur itu adalah dibangun berdasarkan filosofi Buddhisme.
Oleh karena itu, pemasangan chattra pada stupa utama Candi Borobudur adalah sesuatu yang sangat bisa dipertanggungjawabkan dari sisi Buddhisme. Kemudian setelah dipasang, juga ada satu hal yang tidak boleh dilupakan, yaitu upacara untuk meng-abhiseka ulang Candi Borobudur secara paripurna dengan chattra yang baru dipasang tersebut.
"ini tentunya harus dilakukan berdasarkan prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan dan bisa ditelusuri keabsahan silsilahnya hingga ke Sang Buddha dan memiliki akar budaya bangsa Indonesia sendiri,” sebutnya.
Hendrick Tanuwijaya menyampaikan chattra adalah simbol dari 'cakrawatin' atau pemimpin yang bisa menyejahterakan rakyatnya secara duniawi dan spiritual. Menurut dia, kalau chattra terpasang maka akan menjadi spirit kuat dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045.
"Kami akan menjadi anak muda emas dalam istilah Buddhis. Kami sebut Cakrawatin Emas menuju kejayaan," ujarnya.
Dengan menaikkan chattra di Candi Borobudur, terang Hendrick, sejatinya menjadi simbol tekad umat untuk mencapai cita-cita Indonesia emas. Karena perlu simbol dan barang yang nyata.
"Dengan dipasangnya chattra melambangkan bahwa Borobudur bukan monumen mati. Namun, monumen hidup yang bisa digunakan dan juga sebagai pusat peradaban," pungkas Hendrick. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad