jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Ekspedisi Sungai Batanghari dalam rangka Kenduri Swarnabhumi menjejakkan kaki di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Candi Muaro Jambi.
Kawasan ini terletak beberapa meter di tepian sungai Batanghari di Desa Muara Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.
BACA JUGA: Dua Artis Bakal Hebohkan Festival Candi Muaro Jambi
Ada sembilan candi di wilayah inti kawasan Candi Muaro Jambi. Meliputi Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong 1 dan 2, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Astano, Candi Kembar Batu, serta Candi Telago Rajo.
Sejak proses pemugaran pertama pada 1976, areal luasan kompleks Candi Muaro Jambi terus meluas dengan temuan-temuan terbaru. Hingga saat ini, luasan total telah mencapai delapan hektar.
Candi terbesar sejauh ini adalah Candi Gumpung yang terletak di dekat kantor pengelola KCBN.
BACA JUGA: Ayo ke Festival Candi Muaro Jambi, Dijamin Superseru
Tepat setelah gerbang masuk. Di sebelah timur KCBN, ada kolam Telago Rajo, di utara, Candi Tinggi, kemudian menyendiri di pojok timur, adalah Candi Kembar Batu. Sementara Candi Kedaton dan Candi Gedong terletak lebih jauh di barat kawasan utama.
Menurut Sejarawan dan Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia Provinsi Jambi Abdul Haviz, sejauh ini baru terbukti bahwa KCBN Muaro Jambi ada di masa Sriwijaya.
Namun, apakah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan yang didirikan Dapunta Hyang Jayanasa tersebut, masih menjadi perdebatan.
Beberapa mengatakan pusat pemerintahan Sriwijaya berada di sekitar Sungai Musi, Palembang. Namun klaim ini diragukan oleh Haviz.
”Yang saya pelajari, semua prasasti peninggalan sriwijaya, tidak ada yang secara tertulis menyatakan palembang sebagai pusat pemerintahan Sriwijaya,” tutur Haviz.
Haviz melanjutkan bahwa prasasti era Sriwijaya tidak hanya ditemukan di sekitar lembah Sungai Musi, juga di Bangka, Jambi sampai India.
Namun, ada yang eksplisit menyebutkan di mana letak pusat pemerintahan Sriwijaya.
Haviz lebih condong pada teori bahwa Palembang adalah pusat perdagangan kerajaan maritim tersebut. Dia memberikan catatan bahwa raja Sriwijaya adalah seorang saudagar. Terutama raja Balaputradewa. Selain itu, Musi lebih dalam daripada Batanghari memungkinkan dilayari kapal-kapal besar.
Menurutnya, candi-candi yang tersebar di wilayah ini digunakan untuk ritual keagamaan, kompleks pemakaman, aula belajar, dan menerima tamu. Haviz menyebut, bahwa total area kompleks mencakup hingga 3821 hektar meliputi 8 desa dan 2 kecamatan.
Haviz menambahkan saat ini yang rampung dipugar berjumlah 12 candi. “Yang sudah selesai proses pemugaran sekitar 8 hektare. Sisanya masih berlanjut untuk penelitian,” tuturnya.
Haviz berharap, kawasan Muaro Jambi dikembalikan ke sejarah awalnya, yakni wilayah kampus pendidikan tinggi.
Warga desa Muaro Jambi Mustofa sempat melihat dan terlibat proses pemugaran 1977.
Mustofa saat itu masih berusia 17 tahun. Pertama kali dilakukan pada Candi Gumpung. Kebetulan, Candi Gumpung saat itu masuk tanah milik keluarga Mustofa.
“Milik ayah saya. Dulu kebun durian. Masih kecil saya sering pungut durian yang jatuh,” kenangnya. Sebelum tahu bahwa itu Candi, Mustofa muda sudah mafhum bahwa ada tumpukan batu bata. Tapi tidak tahu bahwa itu adalah Candi Gumpung.
Kini kawasan tersebut dikelola oleh Kemendikbudristek meskipun awalnya menolak, warga akhirnya menerima ganti rugi dari pemerintah. Beberapa difasilitasi untuk berjualan dan membuka usaha di sekitar candi.
Mustofa mengaku tidak kaget jika sekarang kebunnya jadi destinasi wisata sejarah yang terkenal. Bahkan disebut sebagai kawasan candi terluas di Asia Tenggara. “Karena sejak kakek buyut saya sudah sering bilang. Di sini ada candi dan bakalan terkenal,” katanya.
Bahkan ia bersyukur karena banyak warga yang punya penghidupan seperti membuka usaha penginapan dan warung-warung.
Sejauh ini studi sejarah menyepakati bahwa Muaro Jambi adalah pusat pendidikan tinggi di masa Kerajaan Sriwijaya. Tempat para sisya dan bikkhu menimba ilmu soal agama, tata negara, pengobatan dan lain sebagainya. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul