jpnn.com, JAKARTA - Para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencapai konsensus untuk membantu menangani krisis di Myanmar, pascakudeta militer terhadap pemerintah terpilih negara itu.
“Kami mengakui peran positif dan konstruktif ASEAN dalam memfasilitasi solusi damai untuk kepentingan rakyat Myanmar dan penghidupan mereka, dan karena itu menyetujui "Lima Poin Konsensus",” demikian Pernyataan Ketua ASEAN (Chairman’s Statement) yang dirilis usai ASEAN Leaders’ Meeting di Jakarta, Sabtu (25/4).
BACA JUGA: Tolak Jenderal Myanmar di KTT ASEAN, Almisbat Gelar Aksi, Tiga Aktivisnya Berurusan dengan Polisi
Lima poin konsensus yang telah disepakati oleh para pemimpin ASEAN yaitu pertama, kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya; kedua, dialog konstruktif di antara semua pihak yang berkepentingan harus dimulai untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat.
Selanjutnya, poin konsensus ketiga yaitu utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN; keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre; serta kelima, utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait.
BACA JUGA: Pemimpin ASEAN Berkumpul di Jakarta, Tidak Ada Jabat Tangan
Dalam pernyataan yang dibuat oleh Brunei Darussalam selaku ketua ASEAN tahun 2021, para pemimpin juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi di Myanmar, termasuk adanya laporan kematian dan eskalasi kekerasan.
Selain itu, para pemimpin juga menggarisbawahi seruan pembebasan semua tahanan politik termasuk warga negara asing di Myanmar.
BACA JUGA: Sukamta: ASEAN Bertanggung Jawab Menghentikan Kekerasan di Myanmar
Dihadiri oleh para pemimpin Indonesia, Vietnam, Singapura, Malaysia, Kamboja, dan Brunei Darussalam, bersama dengan para menteri luar negeri Laos, Thailand, dan Filipina, ASEAN Leaders Meeting merupakan upaya internasional terkoordinasi pertama untuk secara khusus membahas penyelesaian isu Myanmar, yang dilanda konflik dan kekerasan pascapenggulingan pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi oleh militer.
Menurut pernyataan Perdana Menteri Singapura dan Perdana Menteri Malaysia, pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing yang hadir dalam pertemuan menanggapi dengan baik konsensus tersebut dan tidak menentang peran konstruktif ASEAN untuk membantu penyelesaian krisis di negaranya.
Sementara Presiden Indonesia Joko Widodo menegaskan bahwa kepentingan rakyat Myanmar harus selalu jadi prioritas, sehingga kekerasan harus segera dihentikan guna memulihkan kembali demokrasi dan stabilitas di Myanmar.
Myanmar telah berada dalam krisis sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi, dalam kudeta pada 1 Februari 2021.
Pihak militer menangkap penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, para politikus dari partai pemenang pemilu, yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta sejumlah aktivis prodemokrasi dan HAM di Myanmar.
Unjuk rasa pembangkangan sipil yang hampir setiap hari dilakukan untuk menentang kudeta Myanmar, ditanggapi dengan kekerasan oleh pasukan keamanan hingga menewaskan ratusan orang.
Menurut data Lembaga Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP), korban tewas dalam unjuk rasa anti kudeta di Myanmar sudah mencapai lebih dari 600 orang. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil