Capai Rp149 Triliun, Ini Tantangan yang Dihadapi Dana Pensiun BUMN

Kamis, 15 Oktober 2020 – 18:24 WIB
Gedung Kementerian BUMN. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Budi Frensidy mengatakan, rasio kecukupan dana DPPK (dana pensiun pemberi kerja) manfaat pasti (MP) BUMN yang berada di bawah 100 persen disebabkan oleh pertumbuhan gaji yang lebih besar dari asumsi dan return yang lebih rendah dari target bujet.

Data terakhir menunjukkan, dana pensiun BUMN mencapai Rp149 triliun atau 52 persen dari total dana pensiun di Indonesia yang senilai Rp289 triliun.

BACA JUGA: 4 Hal ini Perlu Dipersiapkan Dalam Mengatur Dana Pensiun di Kala Pandemi

Dari dana pensiun BUMN yang sebesar Rp 149 triliun tersebut, sekitar 68% atau Rp 101 triliun adalah DPPK MP. Namun, sekitar 67 persen DPPK MP BUMN memiliki rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen.

“Jadi, dapen (dana pensiun) yang tadinya fully funded bisa berubah dalam satu tahun atau beberapa waktu ke depan menjadi unfunded,” ujar Budi.

BACA JUGA: PPPK Bisa Dapat Dana Pensiun tetapi Bukan dari Pemerintah

Untuk mengatasi RKD di bawah 100 persen tersebut, perlu ada injeksi atau setoran tambahan agar kekurangan tersebut bisa tertutupi.

Sementara itu, mengenai investasi dana pensiun BUMN, Budi mengatakan harus lebih likuid.

BACA JUGA: Deddy Corbuzier: UU Cipta Kerja Memang ada Gunanya, Selain Rusuh?

Beberapa instrumen di pasar finansial bisa menjadi pilihan, dengan catatan memiliki risiko kecil seperti SBN, fixed income, SUN, SBSN, ORI, dan obligasi korporasi berperingkat AAA.

Selain itu, dana pensiun bisa ditempatkan di pasar uang, seperti deposito.

“Untuk investasi jangka pendek, tidak wise apabila ditaruh di saham, apalagi properti,” serunya.

Diperkirakan lebih dari 80 persen DPPK BUMN memiliki portofolio investasi dalam bentuk penyertaan langsung dan tanah atau bangunan.

Padahal, investasi tersebut tergolong kurang likuid sehingga cenderung kurang optimal. Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak terhadap likuiditas dana pensiun. Belum lagi, masalah pengawasan yang belum optimal dan tata kelola yang kurang prudent.

Sebab itu, dibutuhkan semacam arahan investasi untuk DPPK MP BUMN agar penempatan investasi dana pensiun lebih aman dan pengawasan lebih optimal.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler