Capaian Cukai 2020 Melebihi Target, tak Sebanding dengan Penderitaan Petani Tembakau

Rabu, 02 Juni 2021 – 13:19 WIB
Pekerja di pabrik rokok. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Ketua umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto mengatakan, kenaikan cukai tiap tahun yang mencekik ditambah dengan dampak pandemi Covid-19, membuat kondisi industri hasil tembakau (IHT) makin tertekan dan tidak menentu.

Menurutnya, penurunan produksi tembakau telah menyebabkan merosotnya penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja.

BACA JUGA: Industri Hasil Tembakau Hanya Dijadikan Sapi Perah oleh Pemerintah?

Sudarto pun mempertanyakan komitmen pemerintah melindungi warga negaranya sebagaimana mandat konstitusi.

Pasalnya, penerimaan cukai hingga akhir Desember 2020 senilai Rp176,3 triliun atau tumbuh 2,3% dari tahun sebelumnya. Realisasi ini melebihi target Rp172,2 triliun.

BACA JUGA: Kerap Pakai Baju Seksi, Jessica Iskandar Ditegur Ibunya

Capaian tersebut tidak lepas dari kenaikan tarif cukai rokok mulai Januari 2020.

Setoran cukai hasil tembakau (CHT) hingga akhir Desember 2020 senilai Rp170,24 triliun atau melebihi target yang ditetapkan Rp164,94 triliun.

BACA JUGA: Berdayakan UMKM, SRC Indonesia Ajak Masyarakat Kembali Belanja di Toko Kelontong

“Di manakah komitmen pemerintah untuk melindungi rakyatnya, khususnya pekerja yang menggantungkan penghidupannya dari industri legal ini? Apakah negara sengaja mengabaikan mandat UUD 1945?,” ujar Sudarto, Rabu (2/6).

Sudarto mengatakan, selama ini pemerintah mengandalkan sektor industri hasil tembakau nasional dan pajak hasil tembakau sebagai penerimaan negara.

Sedangkan para pekerja IHT juga membutuhkan keberlangsungan bekerja dan penghidupan layak.

“Kami mendesak pemerintah untuk melindungi industri rokok kretek sebagai industri khas Indonesia dan padat karya, yang paling rentan terkena program efisiensi di IHT,” katanya.

Terpisah, Ekonom senior INDEF, Enny Sri Hartati berpendapat kebijakan cukai di Indonesia eksesif.

Kalau kita lihat jelas sekali bahwa tarif cukai selalu melampaui basis penetapannya, sehingga kesimpulannya tarif kebijakan eksesif. Apalagi di 2020 kemarin, karena pada 2019 tidak ada kenaikan, pada 2020 dirapel.

Adapun tujuan cukai untuk pengendalian konsumsi dengan indikator penurunan prevalensi perokok.

Enny bilang, jika kita lihat dengan instrumen kenaikan cukai yang eksesif, yang terjadi terbalik, prevalensi perokok bukan menurun tapi malah meningkat.

Kalau kita hubungkan prevalensinya terus meningkat, padahal pertumbuhan produksi dan penjualan rokok sudah menurun.

“Kalau dilihat tujuan target cukai adalah pengendalian konsumsi, tapi yang terjadi justru dengan penerapan cukai yang eksesif yang menurun bukan konsumsinya tapi produksinya,” imbuhnya.

Dampak kebijakan cukai yang eksesif akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Merujuk hasil kajian INDEF, Enny mengatakan sebenarnya antara penurunan produksi dengan penjualan masih jauh drastis produksi, pejualannya menurun tidak terlalu drastis.

Artinya demand itu tidak terlalu terjadi penurunan. Yang mengisi kekosongan adalah rokok ilegal yang tidak membayar cukai.

“Ada korelasi antara harga rokok legal dengan peredaran rokok ilegal, begitu rokok legal naik pasti peredaran rokok ilegal naik. Ini artinya, target untuk menurunkan prevalensi perokok tidak tercapai,” papar Enny.

Berdasarkan simulasinya, diasumsikan kalau ada peredaran rokok ilegal 5 persen, untuk 2020 potential loss dari penerimaan cukai sudah 4,38 triliun.

Padahal data Bea Cukai prosentase peredaran rokok ilegal di 2018 adalah 7%, 2017 adalah 10,9% dan sebelumnya di 2016 sebesar 12%, sedangkan di 2020 katanya sekitar 4%.

“Sehingga tadi asumsinya kalau 5% saja potensi kebocoran sudah 4 triliun, kalau 10% seperti hasil penindakan 2017 sudah hampir 10 triliun. Kalau kita lihat ini pasti mempengaruhi target penerimaan cukai,” kata Enny.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aldi Taher Sebut Poligami Berkah, Aming Ingatkan Hal Penting ini


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler