Capres dan Tim Harus Mengutamakan Narasi Konstruktif

Sabtu, 22 Desember 2018 – 06:35 WIB
Pembicara diskusi publik yang digelar Mahasiswa PascaSarjana Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana bertema “Kampanye Gagasan dan Program Capres-Cawapres Pemilu 2019” di Media Center DPR, Jakarta, Jumat (21/12). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, tim kampanye pasangan calon presiden (capres) baik nomor urut 01 maupun nomor urut 02 terus membranding calon mereka ke masyarakat. Berbagai isu dimainkan oleh para tim kampanye untuk meraih simpati dari masyarakat, baik isu yang positif hingga isu negatif.

Untuk diketahui, beberapa bulan terakhir ini, dua pasangan capres saling menyindir dengan pernyataan-pernyataan yang kontroversial di hadapan publik, seperti politisi sontoloyo, genderuwo dan tabok ala Capres Joko Widodo hingga tampan Boyolali ala Prabowo Subianto.

BACA JUGA: Penjelasan Mantan Panglima TNI soal Indonesia Terancam Punah

Narasi-narasi yang dimainkan dalam kampanye ini sangat jauh dari keinginan masyarakat, dimana terpuruknya ekonomi bangsa, penegakan hukum yang tak berimbang, pelanggaran HAM, pendidikan hingga kesehatan yang belum stabil di bangsa ini.

Juru bicara Prabowo Subainto - Sandiaga Salahuddin Uno, Heri Budianto menyarankan agar semua tim sukses dan tim kampanye sebaiknya bermain pada narasi-narasi konstruktif yang membangun dan mendidik masyarakat.

BACA JUGA: Hari Ini Prabowo Bakal Bertemu SBY Lagi

Menurut Heri Budianto, kontestasi Pilpres 2019 sesungguhnya akan tersaji pada tanggal 17 Januari 2019, dimana para pasangan Capres-Cawapres akan diuji terkait dengan gagasan dan program mereka untuk lima tahun ke depan.

“Kalau semua tim konsentrasi pada narasi masing-masing, maka masyarakat akan tercerdaskan. Ke depan kita main pada narasi-narasi yang konstruktif, membangun dan mendidik saja lah. Saya sepakat 17 Januari kita sama-sama masuk pada konstestasi sesungguhnya, dan saya yakin kita akan ketahuan mana yang memiliki konsep-konsep yang sebenarnya,” kata Heri Budianto saat membawakan materi pada diskusi publik yang terselenggara atas kerja sama Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi, konsentrasi politik Universitas Mercu Buana dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen dengan Tema “Kampanye Gagasan dan Program Capres-Cawapres Pemilu 2019” di Ruang Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (21/12).

BACA JUGA: Jadwal Debat Capres Edisi Terakhir Belum Ditetapkan

Menurut Calon Anggota DPR RI daerah pemilihan Provinsi Bengkulu ini, isu kampanye yang akan diutamakan oleh tim kemenangan nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin adalah keberhasilan. Namun, dalam hal ini, Jokowi pun memiliki kelemahan yang menjadi bahan kritikan oleh Badan Pemenang Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.

“Kalau petahana yang jualannya keberhasilan, kalau pak Prabowo apa yang mau dikritik. Prabowo belum memimpin, jadi belum bisa dikritiki, kalau pak Jokowi sudah memimpin, wajar kalau ada lemah,” ucapnya.

Politikus Partai Gerindra ini juga menjelaskan terkait dengan pernyataan Prabowo Subianto terkait Indonesia punah, bila kalah dalam Pilpres 2019 nanti.

Menurut Heri Budianto, punah yang dimaksud oleh Prabowo lebih pada kedaulatan pangan dan Indonesia tidak memiliki kedaulatan sebagai bangsa, bukan pada hilangnya NKRI atau bubarnya Indonesia nanti.

“Indonesia punah bukan berarti Indonesia selesai, dan tidak ada lagi NKRI. Ini bicara tentang apa yang disampaikan Pak Prabowo, kita tidak memiliki kedaulatan sebagai sebuah bangsa, ini yang kita hawatirkan sebenarnya. Misalkan kedaulatan pangan, sebenarnya kita sudah mencoba membangun narasi-narasi bagaimana kita menawarkan konsep tentang ketahanan pangan, kita adopsi dari teman-teman Partai Berkarya, kemudian bagaiman pak Harto menerapkan hingga bisa swasembada pangan, kurang lebih pak Prabowo juga akan menerapkan hal yang sama, tapi pernyataan itu dilihat dari perspektif-perspektif negatifnya,” jelasnya.

“Narasi itu muncul, lagi-lagi media dalam tanda kutip mengframe hal-hal yang kemudian itu diangkat ke publik dan itu tidak baik. Nah tadi sudah dijelaskan. Narasi-narasi bombastis tidak hanya dibangun oleh kami, tapi Pak Jokowi juga terjebak dalam membangun narasi-narasi bombastis, misalnya seperti tabok, soal genderuwo dan itu sangat menyeramkan. Kan genderuwo itu menyeramkan, masyarakat juga jadi takut,” sambungnya.

Bersamaan dengan itu, Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menuturkan TKN maupun BPN menginginkan kampanye-kampanye nanti lebih pada hal-hal yang positif, termasuk adu gagasan dan program. Namun, konsep-konsep berupa gagasan yang disampaikan tidak begitu seksi bagi pemberitaan media, karena yang dibutuhkan media adalah hal-hal yang kontroversial.

“Memang kita semua itu menginginkan kampanye di sisa waktu sebelum hari tenang ini kan diisi oleh hal-hal yang lebih postif, termasuk adu gagasan. Tapi kan persoalannya seperti ini. Hal-hal yang sifatnya adu gagasan, tidak terjadi diskursus perdebatan di gagasan, itu kan juga bagi teman-teman media kan kurang menarik juga untuk diberitakan,” ujar Arsul Sani.

“Saya misalnya ngomong dengan teman-teman media soal ini, tapi kan kemudian pertanyaan yang lebih mendominasi jadi pemberitaan adalah hal-hal yang memang itu ada sub discourse. Artinya ada perbedaan tajam dan itu yang terjadi, misalnya yang terkait dengan kasus Habib Bahar bin Smith, pasti kan itu menarik karena yang sebelah mengatakan itu kriminalisasi dan itu lebih menarik, ketimbang kita menyampaikan soal sudah tersambungnya Tol dari Jakarta ke Surabaya, apalagi kalau dari sisi pasangan 01 sebagai petahana hal-hal yang sifatnya capaian itu kan sudah dilakukan, dikomunikan langsung oleh Pak Jokowi, karena petahana, mau enggak mau kan seperti itu,” tutup Arsul Sani.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Besok, Prabowo Bakal Tatap Muka dengan SBY


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler