JAKARTA - Ketua Dewan Pembinan DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto mengatakan, gagasan untuk mengusung calon presiden dari independen sulit untuk direalisasikan karena tidak tercantum dalam konstitusi negara. Keberadaan partai sebagai lembaga politik yang bisa menentukan kepemimpinan nasional pun makin dominanan.
“Usulan calon presiden independen memang mulai bermunculan dari berbagai pihak, tetapi kan kita punya Undang Undang Dasar, yang tidak memuat ketentuan tentang hal itu,” kata Wiranto usai menghadiri pertemuan sejumlah tokoh nasional di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (19/1).
Menurut Wiranto, wacana calon presiden (capres) independen tersebut tidak tepat dibicarakan sebelum ada sebuah kesepakatan untuk mengubah Undang Undang Dasar 1945 untuk kelima kalinya. “Kita ini kan bangsa yang berpedoman pada Undang Undang Dasar, jika hal itu tidak ada di UUD maka khawatir nantinya kita bisa bertindak inkonstitusional,” kata Wiranto.
Wiranto menyebutkan, Pasal 6a ayat 2 UUD 1945 memang mensyaratkan “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Karena itu, jika baru sebatas wacana ya silahkan saja dikembangkan dulu, tapi yang perlu diingatkan mengubah Undang-Undang Dasar tidak semudah mengubah peraturan pemerintah atau undang-undang yang lain,” papar Wiranto.
Sebelumnya berbagai reaksi tentang capres independen telah muncul dari beberapa pihak di tanah air. Gagasan tersebut didorong oleh kalangan non partisan yang merasa kecewa terhadap partai politik yang ada.
Senada dengan Wiranto, Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin juga mengusulkan dilakukannnya revisi terhadap UUD. Dia menilai, seharusnnya, setiap warga negara berhak untuk diberikan kesempatan maju sebagai perserta pemilu.
“Sudah waktunya para elite parpol membiarkan siapapun yang berminat untuk maju sebagai capres. Biarkan publik menilai sendiri kemampuan para calon yang diajukan,” ujar Irman saat dikontak INDOPOS (JPNN Group), Jumat (20/1).
Irman tidak memungkiri saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik cenderung mengalami penurunan. Maka dari itu diperlukan adanya kandidat alternatif, di luar dari parpol. Apalagi kenyataan di lapangan saat ini tokoh-tokoh yang dipilih untuk maju pada pilpres biasannya hanya orang-orang yang dengat dengan elite parpol.
“Jadi sebetulnya, sekalipun sistem pemilihan yang digunakan adalah sistem terbuka, namun sesungguhnya publik hanya bisa memilih para kandidat yang telah memenuhi ‘syarat’ yang ditetapkan oleh parpol,” jelas Irman.
Meskipun demikian, lanjut Irman, dirinya tidak yakin para politisi Senayan mau menyetujui revisi UUD 45, guna memberikan kesempatan kepada capres independen. Pasalnya, kata Irman, para politikus yang ada pasti berusaha untuk melanggengkan kekuasaan. “Karena saya yakin, parpol ingin tetap berperan sebagai penentu kebijakan di negara ini,” cibirnya.
Sebagai alternatif, Irman menyarankan agar minimal syarat 20 persen untuk mengajukan pasangan capres-cawapres dihapus saja. Selain untuk memberikan kesempatan agar masyarakat memiliki lebih banyak alternatif pilihannya, cara ini juga dinilai akan dapat meminimalisir koalisi dadakan dalam pilpres.
“Karena banyak parpol pasti memiliki gengsi untuk mengusung kader dari luar. Itu akan membuat persaingan capres jadi lebih kompetitif, dan fungsi pengawasan di parlemen akan lebih bagus, karena tidak adanya koalisi main-main seperti saat ini,” pungkasnya. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekjen DPR Akui Belum Lapor ke Marzuki
Redaktur : Tim Redaksi