Catat ! Ini Adalah Demo Paling Brutal Setelah Reformasi

Kamis, 23 Mei 2019 – 22:55 WIB
Suasana di Jalan KS Tubun Petamburan. Foto: Fathan Sinaga/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Banyak pihak menyayangkan aksi unjuk rasamenolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang terjadi pada 21 dan 22 Mei lalu. Pasalnya aksi tersebut berujung rusuh dan menimbulkan korban jiwa.

Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin, Inas N Zubir, mengatakan, masyarakat harus diberi pemahamam tentang undang-undang secara detail tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

BACA JUGA: Empat Perusuh Aksi 21 dan 22 Mei Positif Narkoba

BACA JUGA : HNW Juga Anggap Pemilu 2019 Terburuk di Era Reformasi

Di mana kemerdekaan tersebut bukan dilakukan sebebas-bebasnya dan sesuka hati, melainkan ada aturan yan membatasinya," ucap Inas pada Kamis (23/5).

BACA JUGA: Kalau Ada Aksi Bisa Damai Begini, Adem Lihatnya

Berikut ini adalah aturan yang menurut Inas, harusnya dipatuhi oleh para pedemo agar tidak dibubarkan paksa oleh kepolisian:

BACA JUGA : Yakin Pemilu 2019 Terburuk Sejak Reformasi? Coba Simak Ini

BACA JUGA: Komentar Iwan Fals untuk Pak Jokowi dan Prabowo Pasca-Pengumuman Hasil Pilpres 2019

Pasal 6, Undang-Undang No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, berbunyi:

a. menghormati hak-hak orang lain;

b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;

c. menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan

e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

"Demo yang dilakukan pada 21 dan 22 Mei 2019 adalah demo paling brutal setelah reformasi. Sebab, demo yang katanya dilakukan ternyata telah mengabaikan hak para pedagang Tanah Abang untuk mencari nafkah akibat pedemo membuat rusuh di sekitar Tanah Abang," kata dia.

BACA JUGA : Didekati Pasukan TNI, Massa Demo 22 Mei di Petamburan Langsung Ciut

Inas menambahkan, membakar ban, melempar bom molotov, batu dan petasan kepada petugas, merupakan perbuatan yang tidak bermoral yang dilakukan oleh para pedemo.

Menurutnya, berdemo melewati jam 18.00 WIB melanggar UU No. 9/1998, berdemo di jalan umum melanggar UU 38/2004 tentang Jalan Raya, yakni pasal 12, ayat 2 yang berbunyi: “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan”, dan melanggar Undang-Undang 39/1999, tentang Hak Azasi Manusia, pasal 70, yang berbunyi: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang.”

"Kebrutalan membakar kendaraan orang lain, pos polisi, bangunan-bangunan milik umum menutup badan jalan sehingga orang lain tidak bisa beraktivitas, adalah perbuatan yang melanggar keamanan dan ketertiban umum," urai Inas.

Dia menambahkan, demo anarkitis bisa menyebabkan kemarahan rakyat Indonesia yang merasa terganggu kegiatannya.

Bisa saja ini menjadi pemicu munculnya perlawanan dari rakyat yang berujung kepada bentrokan fisik yang akan menjadi sumber perpecahan di masyarakat.

"Jadi, apabila para pedemo tidak mau memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut, maka polisi berdasarkan pasal 15, UU No. 9/1998 polisi wajib membubarkan para pedemo yang anarkitis dan brutal tersebut!" pungkasnya. (flo/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Farhan Tewas Jadi Korban Aksi 22 Mei


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler