jpnn.com - JAKARTA - Wacana perubahan struktur organisasi Tentara Nasional Indonesia kembali menguat. Bahkan, salah satu poin yang menjadi penekanan ialah soal adanya posisi Wakil Panglima TNI.
Wacana ini dikabarkan menguat setelah adanya pertemuan antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung di kantor Wapres, Jumat lalu.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan perubahan struktur TNI termasuk keberadaan Wakil Panglima TNI harus dianalisa sesuai UU.
"Saya tidak menghakimi sudah baik atau belum. Tapi, jika ada perubahan struktur harus merujuk pada Undang-undang," kata Susaningtyas, Minggu (12/6).
Ia menambahkan, apabila perkembangan situasi negara dengan tingkat eskalasi ancamannya menuntut ada revisi UU, maka harus dibahas dengan DPR.
Mantan anggota Komisi I DPR yang karib disapa Nuning ini mengatakan, keberadaan jabatan Wakil Panglima TNI perlu dianalisa berdasarkan UU nomor 3 tahun 2002 dan UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
BACA JUGA: Tenang, Uang Makan PNS Ditransfer Langsung tanpa Lewat Bendahara
Nuning menjelaskan, dalam pasal 13 UU nomor 34 tahun 2004 ayat 1 disebutkan TNI dipimpin oleh seorang panglima. Pasal dua intinya menyebutkan, panglima diangkat dan diberhentikan presiden setelah mendapat persetujuan DPR.
Pasal satu intinya menyatakan, jabatan panglima bisa dijabat secara bergantian oleh pati aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan. Sedangkan pasal lima intinya menyatakan presiden mengusulkan satu orang calon panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Nuning menjelaskan, ketentuan pada ayat 1 dan 2 dengan jelas mensyaratkan bahwa TNI dipimpin oleh seorang panglima yang telah mendapat persetujuan DPR
. "Tidak diatur disana ada Wakil Panglima," kata Nuning. Artinya, apabila akan dibentuk jabatan Wakil Panglima, maka itu derajatnya lebih rendah dari Panglima TNI, atau selevel dengan Kasum TNI saat ini
BACA JUGA: Menteri Ferry Ancam Pegawai Dinas yang Malas
"Dengan demikian Wakil Panglima TNI tidak bisa berada satu kotak dengan Panglima TNI," ujar Nuning.
Ia menambahkan, pada ayat dua ditegaskan bahwa Panglima TNI hanya bisa diangkat oleh presiden setelah setelah mendapat persetujuan DPR. Sedangkan Wakil Panglima, kata Nuning, hanya diangkat oleh presiden tanpa perlu mendapat persetujuan DPR.
Dari situ, tegas dia, kembali terlihat bahwa kedudukan Wakil panglima satu level lebih rendah dari Panglima TNI. "Sehingga tidak bisa berada satu kotak dengan Panglima TNI," katanya.
Menurut dia, seharusnya yang diutamakan ialah pola rekrutmen terlebih dahulu. Perekrutan disesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian, aturan jenjang kepangkatan baik bagi perwira maupun bintara agar tepat guna dan memperhatikan jalur prestasi serta kedisiplinan mereka.
BACA JUGA: Jangan Sampai Ada Kesan Polri Remehkan KPK
"Sehingga dewan jabatan dan kepangkatan tinggi bukan berdasarkan like dislike subjektif," jelasnya.
Kemudian, Nuning melanjutkan kedudukan pati yang tidak mendapat posisi sesuai dengan jenjang kepangkatannya itu jangan dibiarkan mubazir. Menurut dia, harus diatur dengan melihat kebutuhan sesuai tingkat ancaman yang ada sekarang. "Dan tidak menumpuk di Jakarta saja," katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakar: Ini Mengerikan Betul, Sopir MA Jadi Buron KPK
Redaktur : Tim Redaksi