Catatan Akhir Tahun 2020: Kabinet Indonesia Maju Wujudkan Prinsip Demokrasi Pancasila

Oleh: Ir HM Idris Laena, MH, Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI

Kamis, 24 Desember 2020 – 20:00 WIB
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena. Foto: Humas MPR.

jpnn.com, JAKARTA - Pertanyaan masyarakat belum tuntas terjawab ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengangkat Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju.

Kini, Presiden Jokowi kembali membuat kejutan dengan mengangkat dan melantik calon wakil presiden pada pemilihan presiden (pilpres) yang lalu Sandiaga Salahudin Uno menjadi menteri pariwisata dan ekonomi kreatif Republik Indonesia pada Kebinet Indonesia Maju dalam reshuffle kabinet yang diumumkan pada hari Rabu, 23 Desember 2020 yang lalu.

BACA JUGA: Reshuffle Kabinet Sebagai Kado Terbaik Buat Masyarakat di Awal Tahun 2021

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, sikap Presiden Jokowi maupun sikap Prabowo Subianto serta sikap Sandiaga Salahudin Uno memang sulit untuk diterima.

Bayangkan, akibat rivalitas dalam Pemilihan Presiden 2019 yang lalu, bangsa Indonesia hampir saja terbelah.

BACA JUGA: Setelah Reshuffle, Jokowi Kirim Nama Calon Kapolri ke DPR, Ada 2 Kandidat Kuat 

Bahkan muncul istilah cebong dan kampret untuk menggambarkan pendukung pasangan capres 01 dan capres 02 bertebaran di mana-dimana.

Dalam pengamatan saya sebagai mantan ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Maruf Amin di Provinsi Riau, Pilpres 2019 adalah pemilu presiden yang paling keras yang pernah terjadi sejak pemilihan presiden secara langsung dilaksanakan di Indonesia.

BACA JUGA: Sandiaga Uno Memang Beda dengan 5 Menteri Baru Lainnya

Akan tetapi dengan bergabungnya Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno dalam pemerintahan tanpa disadari bahwa Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin telah mewujudkan prinsip yang paling hakiki dari demokrasi Pancasila.

Sebetulnya indikasi rekonsiliasi antara kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pilpres 2019 sudah terlihat pada acara pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin pada tanggal 20 Oktober 2019 yang lalu.

Saat itu Prabowo Subianto, calon presiden yang kalah dalam Pilpres 2019 tersebut, dengan berbesar hati menghadiri acara pelantikan tersebut.

Suatu momen yang langka bahkan di negara demokrasi liberal seperti Amerika Serikat sekalipun.

Sejatinya demokrasi Pancasila memang menghendaki itu. Ini tercermin pada Sila keempat Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Yang artinya, demokrasi Pancasila lebih mengedepankan musyawarah dibandingkan pengambilan keputusan dengan cara suara terbanyak melalui perwakilan.

Karena itu, pelaksanaan lebih lanjut dari Pancasila tercermin pada konstitusi kita sebagai hukum dasar yakni sama sekali tidak mengenal adanya oposisi. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru mengatur adanya pembagian kekuasaan baik untuk eksekutif, yudikatif, dan juga fungsi serta kedudukan legislatif.

Yang menarik, pada batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan hanya diberikan pada Kekuasaan Pemerintahan Negara melalui Bab III Pasal 4 dan Kekuasaan Kehakiman melalui Bab IX Pasal 24.

Adapun untuk MPR, DPR dan DPD hanya diatur tentang kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangannya saja. Khusus untuk DPR, kekuasaan diberikan justru hanya untuk membentuk undang-undang (UU).

Pertanyaan liar yang selalu muncul di publik adalah jika tidak ada oposisi, lantas siapa yang mengontrol pemerintah?

Sesungguhnya pada Bab VII Pasal 20 A, DPR itu memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Secara konstitusi hak itu melekat pada setiap anggota DPR. Artinya, setiap anggota DPR punya tanggung jawab untuk mengontrol pemerintah.

Apalagi pada Bab VII A pada Pasal 22 D poin 3, DPD juga dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang terutama mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, dan lain-lain yang hasil pengawasannya disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Karena itu, barangkali yang perlu diberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa demokrasi Pancasila yang dianut di Indonesia sama sekali berbeda dengan demokrasi di negara lain baik yang menganut sistem parlementer maupun yang menganut sistem presidensil sekalipun.

Yang patut disyukuri adalah demokrasi Pancasila sekali lagi membuktikan mampu tetap menjaga keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. (**)

 

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler