jpnn.com - Indonesia perlahan keluar dari krisis pandemi Covid-19. Penanganan pandemi yang mengedepankan sisi kesehatan/keselamatan, tetapi tidak meninggalkan aspek ekonomi, berdampak positif menekan penyebaran virus corona dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Total kasus per satu juta penduduk di Indonesia tercatat 15.341 orang atau 1,53 persen, jauh di bawah rata-rata dunia, yakni 36.550,8 orang atau 3,65 persen (sumber Worldometers, 30 Desember 2021).
BACA JUGA: Inilah 10 Kepala Daerah Pemenang Anugerah Kebudayaan PWI, Apa Rahasianya?
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2021 tumbuh 7,07 persen (year on year) dan lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.
Tren positif penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia juga tak lepas dari peran pers dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalankan protokol kesehatan, mengikuti vaksinasi, dan menangkal informasi hoaks.
BACA JUGA: Refleksi Akhir Tahun: Ketua Dewan Pers Sampaikan Catatan Penting untuk Media Massa
Satgas Covid-19 menyatakan bahwa 63 persen keberhasilan komunikasi program penanganan pandemi dipengaruhi pemberitaan media, khusus media arus utama (jurnalistik).
Karena itulah, 3.030 wartawan kembali diikutkan dalam program Fellowship Jurnalisme Perubahan Perilaku (FJPP) kedua 2021. Para peserta FJPP adalah wartawan yang telah kompeten atau memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
BACA JUGA: Ini Harapan Besar Ketum PWI Pusat Terhadap DBON
Di Indonesia ada 17.970 wartawan yang dinyatakan kompeten dan 14.559 wartawan (81,01 persen) di antaranya mengikuti UKW yang diselenggarakan oleh PWI.
Peran pers selama 2021 perlu ditingkatkan. Di satu sisi pers mampu bahu-membahu dengan pemerintah untuk mengatasi pandemi, tetapi pada sisi lain pers tetap mampu menjalankan fungsi kontrol sosial dan kritik kekuasaan secara proporsional dan beretika.
Kritik pers adalah unsur energi yang penting agar pemerintah selalu terdorong untuk memperbaiki diri dan tidak terjebak pada sikap sewenang-wenang.
Namun, di sisi lain, pers perlu juga berkontribusi positif menciptakan suasana yang kondusif bagi pemecahan masalah-masalah bersama, seperti membangun sikap optimistis publik.
Meski memiliki kontribusi besar dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, ancaman terhadap kebebasan dan keberlangsungan pers masih banyak terjadi pada 2021.
Ancaman bisa dalam bentuk fisik, psikis, maupun secara virtual yang datang dari masyarakat –sebagian besar para pemilik modal- maupun pejabat atau aparatur negara.
Kasus penganiayaan terhadap wartawan Tempo, Nurhadi, yang tengah menjalankan peliputan oleh oknum polisi di Surabaya, Jawa Timur, adalah satu contoh konkret. Dua polisi terdakwa penganiaya telah dituntut satu tahun enam bulan. Kekerasan terhadap wartawan tak hanya menyebabkan korban luka, tetapi juga kematian.
Banyak juga wartawan yang mendekam di penjara karena pemberitaan. Penegak hukum menggunakan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk menangani kasus pemberitaan.
Upaya untuk melindungi wartawan agar tidak terjerat UU ITE ini sudah dilakukan dengan adanya Memorandum Of Understanding (MoU) tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan antara Ketua Dewan Pers dan Kapolri. Sayangnya MoU ini oleh sebagian penegak hukum tidak dipatuhi.
Menurut catatan PWI ada beberapa wartawan yang dihukum penjara menggunakan UU ITE. Mohhamad Sadli dihukum dua tahun penjara menggunakan UU ITE oleh Pengadilan Negeri (PN) Pasar Wajo akibat tulisannya berjudul Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap menjadi Simpang Empat.
Ridwan alias Wawan dihukum delapan bulan penjara, denda Rp 5 juta jo subsider dua bulan penjara oleh PN Enrekang, Sulawesi Selatan.
Mohammad Asrul dihukum tiga bulan penjara oleh PN Palopo, Sulawesi Selatan, karena dianggap mencemarkan nama baik pejabat di Palopo.
Dari semua kasus itu, Dewan Pers sudah menyatakan bahwa karya tulis wartawan itu sebagai produk jurnalistik dan saksi ahli yang dihadirkan di persidangan juga menyatakan bahwa wartawan tidak dapat dipidana karena berita.
Meski demikian, harus diakui bahwa banyak berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) setelah sejumlah kasus pengaduan masyarakat ditangani Dewan Pers.
Dalam beberapa tahun terakhir juga berkembang jenis-jenis kejahatan digital, seperti doxing, bulliying, dan hacking.
Sasaran kejahatan adalah para wartawan yang kritis terhadap para pemegang kekuasaan. Para pengancam kebebasan pers itu dengan memanfaatkan platform digital atau media sosial yang berkembang masif pada era internet saat ini.
Keberadaan internet yang melahirkan platform digital atau media sosial selain menjadi channel communication bagi masyarakat dan sarana distribusi konten bagi perusahaan pers, juga dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara serta masa depan pers itu sendiri.
Cantoni and Tardini (2006) menyebut internet sebagai a double edged sword, pedang bermata dua. Banyak pers yang gulung tikar karena terdisrupsi perkembangan teknologi digital/internet.
Ini tantangan terhadap kebebasan pers ke depan. Negara harus hadir memberi perlindungan terhadap wartawan dan pers.
Pemerintah perlu mempertimbangkan benar regulasi mengenai social media law untuk memberikan tanggung jawab yang semestinya untuk perusahaan platform media sosial global dalam mengendalikan konten-konten yang meresahkan dan memecah belah tersebut.
Namun, social media law jangan terjerumus pada regulasi berlebihan atau over regulation yang justru mereduksi segi positif demokratis dari fenomena media social yang oleh Geoff Livingston (2011) telah melahirkan kekuatan kelimat (fifth estate).
Bagaimana tantangan pers pada 2022. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kan ada 101 kepala daerah (tujuh gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota) yang habis masa jabatannya pada tahun itu.
Karena ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, 101 kepala daerah yang habis masa jabatannya itu akan diganti oleh pejabat karier yang ditetapkan oleh pemerintah yang akan menjabat sampai 2024.
Penjabat (Pj) atau pejabat sementara (Pjs) yang tidak dipilih langsung itu bisa menghadapi kendala dalam berhubungan dengan anggota DPRD sehingga akan berdampak pada penyelenggaraan pemerintahan.
Pers harus benar-benar menunjukkan perannya sebagai pilar keempat demokrasi atau kekuataan keempat (fourth estate) sehingga kehidupan bernegara tetap berjalan sesuai UU dan konstitusi.
Pers juga tetap harus waspada terhadap berbagai perubahan lingkungan. Dampak pandemi Covid-19 yang telah menghantam selama hampir dua tahun, tetap akan ‘memaksa’ industri media untuk terus beradaptasi dan mengadopsi digitalisasi.
Hal yang paling mudah dilihat adalah aktivitas pertemuan (meeting) yang tidak lagi dilakukan melalui tatap muka (face-to-face), melainkan menggunakan aplikasi Zoom, Google Meet, dan lain-lain.
Bahkan, menurut McKinsey Global Survey, secara global, pandemi mempercepat digitalisasi interaksi pelanggan selama tiga tahun, dan di Asia Pasifik selama empat tahun. Disrupsi digital bagi industri media massa ibarat pedang bermata dua.
Di satu sisi, industri media diuntungkan dari sisi biaya produksi yang murah. Di sisi lain, industri media sebagai penerbit dirugikan dari sisi monetisasi konten gratis oleh platform digital, padahal ada wartawan dan awak media yang telah susah payah membuat berita atau konten tersebut.
Tahun 2022 Analog Swicth of (ASO) dimulai. Siaran televisi digital dimulai secara bertahap dan siaran analog disetop sehingga para pemain di televisi akan makin banyak.
Kalaulah sekarang ada 15 televisi untuk satu layanan maka ke depan bisa dikali enam. Minimal akan ada 72 televisi, tentu saja yang banyak ini memerlukan konten yang banyak dan beragam yang bisa menjadi peluang buat reporter atau content provider.
Tahun 2022 juga mulai diluncurkan Generasi Lima 5G Komunikasi. Artinya kecepatan dan kemampuan komunikasi nirkabel akan mengalami lompatan. Bayangkan saja untuk download dan upload bisa 20 kali lebih cepat dibanding 4G.
Perkembangan tekonologi komunikasi ini akan membuat media makin konvergen. Setiap perusahaan media akan memiliki tiga platform media sekaligus, yaitu siber, radio, dan televisi.
Tantangannya buat para wartawan ke depan adalah kemampuan multi-tasking. Wartawan harus serbabisa: teks, gambar/video, dan audio. Kompetensi menulis, mengambil gambar/video, dan merekam audio harus dimiliki sepenuhnya oleh wartawan.
Posisi wartawan juga berubah karena konten berita sangat ditentukan oleh selera konsumen. Di samping itu, adanya mesin pemeringkat, menyebabkan popularitas mengalahkan kualitas jurnalisme.
PWI bersama Dewan Pers sedang mencari format model bisnis media yang sesuai dengan era digital saat ini dan tetap mengedepankan good journalism. Seri diskusi telah diselenggarakan secara berkala dan puncaknya akan dibahas dalam Konvensi Media Massa yang digelar pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Februari 2022.
Rekomendasi konvensi akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. (*)
Penulis: Sekretaris Jenderal PWI
Redaktur : Adek
Reporter : Friederich