Inilah 10 Kepala Daerah Pemenang Anugerah Kebudayaan PWI, Apa Rahasianya?

Sabtu, 18 Desember 2021 – 17:59 WIB
Para bupati/wali kota memegang nomor urut presentasi AK-PWI. Foto: Malik/AK-PWI

jpnn.com, JAKARTA - Tim juri Anugerah Kebudayaan Persatuan Wartawan Indonesia (AK-PWI) menetapkan sepuluh kepala daerah yang akan menerima penghargaan pada Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Mereka yang akan menerima penghargaan adalah enam bupati dan empat wali kota, yakni Wali Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Fadly Amran Datuak Paduko Malano, Bupati Magetan, Jawa Timur, Suprawoto, Bupati Lamongan, Jawa Timur, Yuhronur Efendi.

BACA JUGA: Catatan Tim JKW PWI di Pulau Batam, Menyeberang ke Kalimantan 7 Desember

Kemudian Bupati Indramayu, Jawa Barat, Nina Agustina, Wali Kota Bekasi, Jawa Barat, Rahmat Effendi, Bupati Sumbawa Barat, NTB, Musyafirin, Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah Gibran Rakabuming Raka.

Lalu ada Wali Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Helmi Hassan, Bupati Buton, Sulawesi Tenggara, La Bakri, dan Bupati Lamandau, Kalimantan Tengah, Hendra Lesmana.

BACA JUGA: PWI Siapkan Anugerah Kebudayaan untuk Kepala Daerah, Ini Temanya

Sepuluh kepala daerah tersebut pada umumnya sangat menyadari pentingnya membangun daerah berbasis kebudayaan.

Selaras dengan tantangan zaman di berbagai bidang khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan gaya kepemimpinan kepala daerah yang melayani.

BACA JUGA: Atal Depari Dorong Kepala Daerah Berpartisipasi pada Anugerah Kebudayaan PWI

Hal itu merupakan salah satu dari beberapa catatan penting Tim Juri AK-PWI setelah menilai satu per satu nominasi penerima anugerah.

Penilaian Anugerah Kebudayaan PWI dimulai dengan seleksi administrasi, penjurian berkas proposal dan video, kemudian berpuncak pada presentasi dan tanya jawab satu per satu kepala daerah.

Presentasi secara luring dengan prokes ketat, berlangsung di Kantor PWI Pusat Lantai 4 Gedung Pers Jakarta, Kamis (16/12).

Sehari sebelumnya para bupati dan wali kota tersebut bersilaturahmi dengan Pengurus PWI Pusat, Dewan Pers, dan tokoh-tokoh pers, Panitia HPN, dan Pelaksana AK-PWI.

Tim Juri yang diketuai Agus Dermawan T, dengan anggota Ninok Leksono, Nungki Kusumastuti, Atal S.Depari, dan Yusuf Susilo Hartono (sekaligus Ketua Pelaksana AK-PWI) pun akhirnya menetapkan sepuluh kepala daerah sebagai penerima penghargaan.

Kearifan Lokal

Untuk memenangi perang melawan Covid-19 sekaligus dan beradaptasi dengan perilaku baru, para bupati dan wali kota menggunakan kearifan lokal, di luar cara-cara formal yang telah ditetapkan pemerintah pusat (cuci tangan, pakai masker, jaga jarak).

Wali Kota Padang Panjang Fadly Amram, misalnya, menjadikan rumah gadang tidak hanya rumah tinggal satu kaum, tetapi juga berfungsi sosial.

Dalam hal ini digunakan untuk tempat isolasi mandiri warga kaum adat yang merasa ragu dan malu menjalani isolasi di rumah sakit. Di rumah gadang mereka merasa di rumah sendiri.

Sementara itu, Wali Kota Bengkulu Helmi Hassan mengaktualisasikan kembali tradisi belenguk (berkumpul berkerumun) gaya baru dengan berbagai terobosan aplikasi mutakhir, salah satunya SLAWE (Sistem Layanan Administrasi Warga Elektronik) untuk urusan kependudukan.

Bupati Sumbawa Barat Musyafirin dengan pemberdayaan nilai tradisi Siru' (gotong royong) yang diimplementasikan melalui instrumen Pariri, dalam bidang sosial, ekonomi, kesehatan, dan lain-lain.

Bupati Buton La Bakri menjalankan "lockdown" poago, yang merupakan tradisi tua untuk mengatasi pandemi, dengan melibatkan para pemangku adat.

Di samping itu tentu saja tetap mengikuti prokes formal. Poago menjadi bukti, bahwa nenek moyang Buton mempunyai metode untuk menjaga kesehatan warga dan menangkal wabah.

Bupati Lamandau Hendra Lesmana bersama warganya selain berupaya secara medis, mereka kembali menengok tradisi, menjalankan Babantan Laman/Tula Bala/Balalayah, berupa ritual adat Dayak Tumon, dengan kepercayaan Kaharingan.

Tradisi tersebut "disesuaikan" dengan keragaman kepercayaan yang ada, sehingga bisa diikuti seluruh warga meski beda kepercayaan/agama dengan bahagia. Berangsur-angsur pandemi teratasi.

Terobosan Kebudayaan

Di samping menjaga keseimbangan kesehatan dan ekonomi, para bupati dan wali kota terus berusaha mewujudkan kerja-kerja kebudayaan dan penggunaan teknologi informasi.

Bupati Magetan Suprawoto yang mempunyai visi misi menjadikan kabupaten literasi, misalnya, menggenjot berbagai program literasi, seperti penulisan sejarah desa, sejarah sekolah.

Memfasilitasi motor penggerak kelompok penulis yang telah menerbitkan ratusan judul buku. Menggelar apresiasi melalui program purnama sastra dengan membaca puisi (jawa), cerita pendek, mendongeng, bedah buku.

Di tengah kesibukan melayani rakyat, Suprawoto sendiri terus menulis untuk majalah, koran, juga membuat buku. Boleh jadi ia "bupati penulis" yang paling produktif saat ini.

Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, dengan tagline "Megilan" berusaha merekonstruksi kejayaan Lamongan, sebagai pusat peradaban Raja Airlangga, melalui pengukuhan 1.000 tahun prasasti Cane.

Adanya situs Makam Nyai Andongsari dan temuan sebuah situs Punden Berundak Sitinggil yang diyakini bahwa Gajah Mada lahir di Lamongan.

Jejak kejayaan Lamongan juga bisa dilihat pada masa penyebaran agama Islam di pantai utara yang dilakukan Sunan Drajat, Sunan Senang Dhuwur, Joko Tingkir dan peninggalan Gapura Paduraksa Bersayap.

Sementara itu, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menggunakan pendekatan tradisi gotong royong, merangkul para pemikir kebudayaan, hingga para seniman agar tetap bisa berkarya dengan memanfaatkan berbagai kanal dan teknologi informasi di masa pandemi menuju kenormalan baru.

Menggelar berbagai ajang festival, baik tradisi maupun kontemporer. Merenovasi Taman Balekambang dengan wajah baru, sebagai arena kreasi dan rekreasi yang lebih ramah dan mudah diakses.

Awal Desember lalu, Surakarta bersama daerah lain, dinobatkan sebagai Kota Pemajuan Kebudayaan oleh Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI).

Kota Bekasi, yang bertetangga dengan Jakarta, meski masuk Provinsi Jawa Barat. Akar sosio kulturalnya Kerajaan Tarumanegara. Kini dikenal sebagai kota perdagangan dan industri.

Wali Kota Rahmat Effendi sebagai anak betawi Bekasi, terus melestarikan identitas dan budaya Betawi, di tengah mayoritas penduduk pendatang (Jawa), dan berpacu dengan budaya metropolis. 

Dalam melayani warga di era pandemi, menggunakan aplikasi LKM-Sijoni untuk layanan kesehatan berbasis NIK. dan berbagai aplikasi lain untuk layanan antar obat secara gratis, hingga kebutuhan forensik. Objek wisata dan hiburan mulai dibuka dengan prokes.

Bupati Indramayu Nina Agustina Da'i Bachtiar selain menggunakan pendekatan hukum dalam menghadapi persoalan klasik Pekerja Migran Indonesia (PMI), kini mulai menggunakan pendekatan kultural, di antaranya dengan film Ngarot.

Tak tanggung-tanggung, ia ikut menjadi pemain. Film produksi lokal tersebut mengetengahkan kultur lokal wong Dermayu, memori kolektif, dengan menyentuh rasa, terhadap berbagai persoalan lokal yang aktual maupun laten.

Film yang ditayangkan melalui berbagai berbagai platform itu, ditujukan untuk menggugah kesadaran kaum muda Indramayu agar berani bangkit, mengatasi stigma-stigma buruk terhadap wong Dermayu. (*/tim pwi)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler