Catatan Politikus Gerindra: Pertumbuhan Ekonomi 2019 Meleset dari Target

Selasa, 24 Desember 2019 – 08:23 WIB
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan. Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan memberikan catatan kritis terkait capaian pertumbuhan ekonomi (PE) tahun 2019 yang diprediksi hanya tumbuh 5,08 persen hingga akhir tahun. Angka ini meleset dari target yang dipatok sebesar 5,3 persen.

Heri mengatakan, menciutnya angka pertumbuhan ekonomi adalah sinyal adanya perlambatan. Salah satu penyebabnya menurut Bank Dunia, masih terkait dengan ketidakpastian ekonomi global, termasuk perang dagang AS-China, masalah Brexit yang tak kunjung usai, perang dagang antara Korea Selatan dengan Tiongkok.

BACA JUGA: Heri Gunawan: Pemerintahan Jokowi Memang Rajin Utang

Bahkan isu penggulingan Presiden AS Donald Trump yang digulirkan oleh Kongres AS semakin menambah faktor ketidakpastian dan terus menekan perekonomian global. Selain itu, pertumbuhan investasi cenderung melemah karena turunnya harga komoditas.

"Tahun 2020, perekonomian global sedang dibayangi resesi, tak terkecuali Indonesia. Sebab itu, perlu kewaspadaan penuh dampak resesi terhadap perekonomian nasional. Terlebih, Indonesia masih dihadapkan pada lemahnya daya saing, kemiskinan, ketimpangan, sempitnya lapangan kerja. Tanpa pengelolaan yang baik, nasib ekonomi Indonesia dipertaruhkan," ucap Heri, Selasa (24/12).

BACA JUGA: SBY Sepakat dengan Jokowi: Pertumbuhan Ekonomi 5% Tidak Buruk

Kapoksi Gerindra di Badan Legislasi DPR-RI ini kemudian memberikan sejumlah catatan terkait ekonomi Indonesia tahun 2020, antara lain melesetnya angka PE 2019-III sebesar 5,02 persen menjadi sinyal bagi pemerintah untuk berhati-hati mengelola strategi ekonomi.

Lebih-lebih, tahun 2020 nanti, perekonomian nasional menghadapi tantangan resesi global. Strategi ekonomi perlu langkah-langkah mitigasi serius atas resesi.

BACA JUGA: Hendropriyono Minta Menhan Prabowo Bantu Panglima TNI, Jangan Diam

Salah satu yang harus diperhatikan adalah defisit APBN. Tahun 2019 saja, kata Heri, defisit melebar menjadi lebih dari 2,2 persen akibat perlambatan ekonomi. Angka yang melenceng cukup jauh dari target sekitar 1,8 persen. Tanpa pengelolaan yang baik, bukan mustahil defisit melebar mendekati 3 persen yang menjadi batas maksimal yang disyaratkan dalam undang-undang.

"Pemerintah perlu secara terbuka menegaskan sebetulnya berapa angka defisit APBN Ini penting untuk melahirkan kepercayaan dan kredibilitas," kata legislator awal Jawa Barat ini.

Di sisi lain, ekonomi nasional yang masih bergantung pada konsumsi rumah tangga menjadi momok tersendiri. Sementara itu, investasi dan perdagangan internasional belum berperan optimal. Padahal, keduanya berperan signifikan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

BPS mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada November 2019 defisit sebesar Rp1,86 triliun, defisit terbesar kedua sepanjang Januari-November 2019. Penyebabnya adalah ekspor yang turun cukup tajam nyaris di semua sektor, kecuali pertanian yang tumbuh 4,42 persen secara tahunan.

Sementara itu, ekspor migas turun 15,81 persen; industri pengolahan turun 1,66 persen; pertambangan dan lainnya turun 19,09 persen. Ekspor yang melemah tak hanya dipengaruhi penurunan harga komoditas, tapi juga akibat harga ekspor barang-barang non-migas Indonesia yang relatif rendah. Belum lagi produk domestik kalah bersaing karena kurangnya pengadopsian teknologi baru yang berdampak pada harga yang relatif lebih tinggi.

Dari sisi investasi, Indonesia juga tidak menjadi pilihan yang menarik dibanding dengan negara asia yang lain, sebut saja Vietnam dan Taiwan. Salah satu penyebabnya antara lain kepastian hukum dan pertanahan di Indonesia, dianggap masih kurang baik serta banyaknya regulasi terkait perijinan yang tumpang tindih. Hal itu bermuara pada lamanya ijin investasi serta biaya tinggi yang sulit diprediksi.

Ketua DPP Gerindra ini juga menyoroti ketergantungan Indonesia pada impor yang sangat tinggi, terutama untuk bahan baku dan penolong untuk industri. Beberapa sektor unggulan terdampak oleh kebijakan yang tidak berpihak pada produsen dalam negeri dan rendahnya daya saing ekspor di tengah ketidakpastian.

"Catatan eksternal-internal ini sudah semestinya diantisipasi secara penuh dan hati-hati dalam merancang strategi optimal agar ekonomi bisa bertahan di tengah ancaman resesi 2020. Indonesia tak boleh pesimistis. Kita sudah terbukti lolos dari jeratan resesi. Sebab itu, pemerintah mesti selalu terbuka atas masukan dari semua pihak," tandasnya. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler