Catatan untuk Presiden Jokowi: Perlu Anggaran Khusus untuk Mewujudkan Ekonomi Hijau

Rabu, 12 Mei 2021 – 15:32 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Abdul Wahid menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkuat ekonomi hijau (green economy).

Komitmen ekonomi hijau (green economy) perlu dukungan berbagai kebijakan, termasuk anggaran negara agar pengembangan ekonomi hijau tidak hanya wacana.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Kubu Rizieq Berterima Kasih pada Jokowi, Novel Baswedan Bilang Begini, Kapolri Beri Kenaikan Pangkat

"Namun, kita belum melihat secara jelas program konkretnya seperti apa. Sebenarnya kami sudah bantu dalam bentuk komitmen menciptakan Undang-Undang Cipta Kerja untuk menyelesaikan persoalan, termasuk industri hijau," kata Wahid.

Menurutnya, jika ekonomi hijau semakin berkembang, diikuti pengurangan penggunaan energi berbasi fosil, maka akan menjadi langkah penting Indonesia untuk mencegah krisis iklim.

BACA JUGA: Pemerintah Bangun Persemaian Skala Besar untuk Green Economy

Menurut Wahid, perlu kebijakan yang jelas agar pelaksanaan ekonomi hijau tidak sekedar wacana.

Wahid mengatakan untuk mewujudkan ekonomi hijau ini perlu dukungan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan manajemen yang baik antara pusat dan daerah.

BACA JUGA: Menristekdikti Dorong Perguruan Tinggi Hasilkan Inovasi Green Economy

"Kalau pendanaannya mengandalkan investor, kita perlu cari investor yang memiliki komitmen untuk mewujudkan green economy," sambungnya.

Jika mengandalkan APBN, harus ada porsi khusus untuk ekonomi hijau. "Lima persen sampai sepuluh persen. Lima persen saja sudah selesai itu ekonomi hijau," jelasnya.

Sementara itu, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran yang juga Koordinator Koalisi Generasi Hijau Misbah Hasan mengatakan transisi menuju ekonomi hijau tidak cukup hanya di level komitmen politik.

Butuh kemampuan eksekusi di level kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Selain itu, menurut Misbah, rencana pengembangan ekonomi hijau perlu masuk major project pemerintah.

Dia mencontohkan, di sektor pertanian atau perkebunan pemerintah membuat program peremajaan perkebunan rakyat untuk lima komoditas. Program ini bisa mengurangi deforestasi yang signifikan dan otomatis menurunkan emisi karbon.

Contoh lainnya di sektor energi dengan penerapan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap bagi kantor pemerintah. Hal ini akan mengurangi penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan.

Menurut Misbah, terdapat sejumlah skema kebijakan fiskal yang bisa pemerintah gunakan untuk memperkuat transisi menuju ekonomi hijau, seperti skema perpajakan, penandaan anggaran (budget tagging), dan juga transfer anggaran berbasis ekologi.

Namun, Misbah memberi penekanan supaya pemerintah mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBN 2022 untuk mendukung komitmen politik presiden.

Tahap awal, komitmen presiden harus secara eksplisit dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 yang sedang Bappenas susun dan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 yang sedang Kementerian Keuangan susuan, nota keuangan, dan RAPBN 2022.

"Indonesia sudah bagus dari aspek perencanaan kebijakan. Ekonomi hijau sudah masuk dalam RPJMN 2020-2024, masuk RKP 2022, tetapi belum terpotret dalam kebijakan anggaran. Anggaran untuk fungsi lingkungan hidup masih 0,9% dari total belanja pemerintah pusat," jelas Misbah.

Menurutnya, angka ideal untuk fungsi lingkungan hidup harus dinaikkan dari total belanja pemerintah pusat.

"Kalau bisa 5%, bagus," katanya.

Di sisi lain, Misbah menambahkan di DPR sudah ada kaukus hijau yang dikomandani boleh Komisi VII DPR RI. Dia berharap, DPR bisa bersuara lebih keras agar pemerintah menjalankan green fiscal stimulus dari APBN, termasuk skema PEN untuk penanganan Covid-19.

Dengan terwujudnya ekonomi hijau, Misbah menilai akan banyak keuntungan yang bisa masyarakat rasakan. Selain keuntungan kesehatan karena udara bersih, air bersih, dan tanah subur, produk-produk ekspor saat ini juga dituntut ramah lingkungan.

"Kalau tidak, akan kalah bersaing dan banyak ditolak konsumen luar negeri. Misalnya penggunaan pewarna alami untuk kain/tenun," ucap Misbah.

Sebelumnya, Presiden menyampaikan komitmennya untuk memperkuat ekonomi hijau di Indonesia dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021.

Menurut presiden, Indonesia mempunyai potensi kekayaan alam seperti hutan tropis yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk paru-paru dunia.

Untuk memperkuat ekonomi hijau, Presiden mengatakan bahwa transformasi menuju energi baru dan terbarukan harus dimulai. "Karena itu, green technology dan green product harus diperkuat untuk meningkatkan daya saing Indonesia di luar negeri,” kata presiden. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler