jpnn.com, MANADO - Delapan hari lagi masyarakat di Minahasa, Minahasa Tenggara (Mitra), Kotamobagu, Bolmong Utara (Bolmut), Kepulauan Sitaro, dan Kepulauan Talaud, akan memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan. Atmosfer memanas dan tegang semakin terasa. Pasangan calon (paslon) dan tim sukses mengerahkan semua kemampuan untuk meraup suara maksimal.
Gerak-gerak paslon dan tim sukses itu diawasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Apalagi menurut Ketua Bawaslu Sulut Herwyn Malonda, semua daerah Pilkada tersebut tergolong rawan. Khususnya terkait politik uang, mobilisasi aparatur sipil negara (ASN), menyebarkan bahkan bisa menyebabkan isu SARA. Kerawanan juga berpotensi terjadi saat penghitungan suara baik di Tempat Pemungutan Suara (TPS), tingkat kecamatan hingga kabupaten/kota.
BACA JUGA: Jelang Pilkada 2018, Ketua DPD Ajak Warga Jaga Suasana Damai
“Hal-hal ini yang paling rawan dalam pelaksanaan Pilkada nanti,” kata Herwyn Malonda seperti dilansir Manado Post (Jawa Pos Group), Selasa (19/6).
Menurut Malonda, sebagai pengawas penyelenggara Pilkada saat ini, pihaknya sudah melakukan antisipasi sejak tahapan mulai berjalan. “Sosialisasi terus dilakukan sejak awal hingga saat ini,” katanya.
BACA JUGA: Paslon Djoss Komit Libatkan Komunitas Anak Muda Bangun Sumut
Tetapi mantan Ketua KPU Minahasa ini menegaskan, pihaknya tak segan-segan melakukan tindakan kepada siapapun yang melanggar aturan.
“Karena ini adalah perintah undang-undang. Tetapi jika benar terbukti dan memenuhi semua unsur, bisa diproses. Bahkan pasangan calon pun bisa direkomendasikan dianulir,” tukasnya.
BACA JUGA: Ini Harapan Warga 2 Desa di Labuhanbatu Bila Sihar Terpilih
Terpisah, Ketua KPU Sulut Dr Ardiles Mewoh mengatakan sebagai penyelenggara pemilu, pihaknya sudah siap melaksanakan Pilkada di enam kabupaten/kota.
“Semua persiapan sudah dimatangkan. Logistik sudah didistribusikan, undangan bagi wajib pilih sudah mulai disebar dan kesiapan semua penyelenggara pemilu, sampai yang bertugas di TPS, sudah siap,” ujarnya.
Ardiles berharap semua warga akan memberikan hak pilihnya saat hari pencoblosan 27 Juni nanti untuk ikut berpartisipasi.
“Kerawanan terkait partisipasi pemilih sudah diantisipasi sejak awal. Agar semua wajib pilih menyalurkan hak pilihnya,” kata Mewoh.
Sementara itu, pengamat politik Sulut Dr Ferry Liando menilai proses Pilkada yang sedang berjalan di beberapa daerah di Sulut sepertinya telah menyimpang dari prinsip-prinsip pemilu. Menurutnya, asas penting yang harus dijunjung tinggi pada proses Pilkada adalah adanya kebebasan dan mengandung prinsip kerahasiaan.
“Namun kenyataan saat ini sepertinya kebebasan masyarakat untuk memilih telah menyimpang jauh. Masyarakat pemilih sebagian besar mulai diintimidasi sehingga kebebasannya untuk memilih tidak bisa lagi dijamin,” katanya, saat dihubungi semalam.
Salah satu bentuk intimidasi katanya, yakni adanya upaya sogokan tim sukses pasangan calon kepada pemilih. “Masyarakat juga tidak diberi kesempatan untuk menjaga kerahasiaan pilihan mereka karena masyarakat dipaksa untuk saling berbeda pilihan. Di satu sisi kenetralan aparatur pemerintah agak sulit dijaga bahkan terkesan tanpa malu beradu kekuatan,” bebernya.
Akademisi Unsrat ini juga menilai cara atau strategi pasangan calon dalam mempengaruhi simpati pemilih sepertinya menjauh dari sifat akal sehat. “Hampir semua pasangan calon memanfaatkan media sosial untuk saling menjatuhkan dan menyegerakan berita bohong dengan merancang berita-berita yang di besar-besarkan untuk menjatuhkan kekuatan pasangan lawan politik. Untuk sementara, pendidikan politik pada proses Pilkada telah menjauh. Yang ada adalah politik menghalalkan segala cara. Siapa yang paling licik, maka kemungkinan akan memenangkan pertarungan,” ujarnya.
Yang harus bertanggung jawab lanjutnya adalah partai politik. Sebab katanya, pada saat pencalonan oleh parpol ternyata tidak semua calon yang diajukan itu diterima publik. “Maka salah satu cara yang dilakukan pasangan calon agar mereka diterima publik adalah melakukan upaya "paksa" dengan cara politik uang, intimidasi atau penyebaran berita-berita bohong. Parpol juga sepertinya lepas tangan melihat kondisi seperti ini. Seperti ada pembiaran. Padahal salah satu instrumen proses politik yang baik yaitu adanya peran dan pengawalan parpol,” tandasnya.
Terpisah, menurut pengamat politik Dr Jhony Lengkong, petahana di Pilkada masih berpeluang besar dibandingkan calon yang lain. Menurutnya, tingkat keterpilihan petahana adalah bukti pembangunan dan kedekatan dengan masyarakat.
"Tentu kalau mereka terpilih lagi, berarti kedekatan dan tingkat kepercayaan masyarakat tinggi. Petahana juga, berarti dinilai mampu membangun daerah tersebut. Dan memang jika dibandingkan, calon biasa petahana masih lebih berpeluang. Apalagi tingkat kepopuleran sudah dimiliki petahana," jelasnya.
Ketika petahana tidak terpilih, menurut Lengkong, tingkat kepercayaan masyarakat tentunya turun. Berarti belum ada terobosan secara signifikan dari masa kepemimpinannya.
“Salah satu juga kelemahan dari petahana, yaitu penilaian masyarakat selama dirinya menjabat. Kan bukan sedikit petahana yang tidak lagi terpilih. Itu karena penilaian masyarakat. Tidak berbuat banyak, tentu tidak akan terpilih. Dan begitu yang akan terjadi di tahun ini. Kalau ada petahana yang tidak terpilih, berarti masyarakat ingin pimpinan lain yang mampu membangun," tuturnya.(tim mp/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paslon R3D Optimistis Menang di Jawa Tondano
Redaktur & Reporter : Friederich