Untuk memastikan para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersih dari paham radikalisme, panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menelusuri rekam jejak mereka yang mendaftar. Pansel KPK telusuri paparan radikalisme:Pansel KPK meminta bantuan BNPT untuk melacak rekam jejak mereka yang mendaftar dari paparan paham radikalPelibatan BNPT hal yang normatifTahap pendaftaran seleksi pimpinan KPK dimulai
BACA JUGA: CEO Boeing Akui Kesalahan Penanganan Sistem Peringatan Kokpit 737 MAX
Ketua Pansel KPK, Yenti Ganarsih mengatakan pelibatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini diperlukan untuk merespon pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia belakangan ini.
Sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki otoritas dan data tentang ideologi radikal, BNPT dinilai tepat untuk dilibatkan dan diminta bantuan dalam menelusuri rekam jejak para calon.
BACA JUGA: Pegiat Muda Demokrasi Hong Kong Joshua Wong Dibebaskan Lebih Awal
"Kita lihat keadaan di Indonesia. Berbagai hal, dinamika yang terjadi adalah yang berkaitan dengan radikalisme. Sehingga pansel tidak mau kecolongan ada yang kecenderungannya kesana," kata Yenti usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Yenti mengatakan mekanisme penilaian terhadap calon komisioner KPK yang mendaftar nanti dapat dilakukan dengan menggunakan tes psikologi klinis dan meminta data dari BNPT. Tes tersebut akan melihat bagaimana kecenderungan seseorang bisa terpapar radikalisme.
BACA JUGA: Pengakuan Backpacker di Australia, Ditiduri atau Diperkosa
"Berkaitan dengan masalah psikologi, pemahaman psikologi dan bagaimana kecenderungan seseorang bisa terpapar radikalisme," ujarnya.
Selain BNPT, panitia seleksi KPK kali ini juga memasukan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk membantu melacak rekam jejak mereka yang mendaftar terkait dengan isu narkoba.
Sementara itu, pelibatan BNPT dalam proses seleksi komisioner KPK kali ini sempat dikaitkan dengan tudingan yang beredar di media sosial belakangan kalau Komisi anti rasuah kini telah disusupi paham radikal.
Tudingan ini bermula dari tulisan seorang pegiat medsos yang mengapresiasi inisiatif pansel KPK dalam melibatkan BIN dan BNPT untuk mencegah orang yang terpapar radikalisme menjadi pimpinan di KPK.
Dalam tulisannya ia memaparkan adanya 'faksi Taliban' yang terdiri dari orang-orang agamis dan ideologis di dalam KPK. Photo: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tudingan lembaganya telah terpapar paham radikal. (kpk.go.id)
Namun Pansel KPK menolak tudingan ini. Anggota Pansel Hamdi Muluk meminta agar pelibatan BNPT dalam seleksi calon komisioner KPK ini tidak ditafsirkan berlebihan.
"Jadi mohon jangan ini ditafsirkan terlau jauh, macam macam begitu. Kami hanya ingin lebih berhati-hati terhadap semua kemungkinan itu," tuturnya.
Menurut Pansel KPK ini merupakan hal yang normatif, sebagaimana pelibatan sejumlah lembaga lain yaitu KPK, Polri, PPATK, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Badan Intelejen Negara.
Sementara itu pengamat anti korupsi yang juga Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (PUKAT UGM) Oce Madril menilai pelibatan BNPT dalam proses seleksi pimpinan KPK ini sebagai hal yang wajar namun tidak relevan dan signifikan bagi pemberantasan korupsi.
"Kita butuh pimpinan KPK yang berani terhadap para koruptor, itu yang kita cari!. Saya kira relevansi isu radikalisme dalam perekrutan ini jauh sekali. Isu ini tidak perlu diberi perhatian khusus. Yang paling penting sejauh mana pansel bisa merekrut atau menarik orang terbaik yang akan ikut seleksi," katanya.
Ia juga tidak sepakat dengan tudingan yang mengatakan KPK telah terpapar radikalisme.
"Saya kira diksi seperti itu sangat gegabah bahkan mendekati hoax. Apalagi tuduhan ada grup Taliban, karena kita tahu di KPK itu siapa saja, dan mereka tidak ada kaitan dengan isu radikalisme dan semua pekerjaan mereka juga akuntabel. itu isu yang dekati hoax."
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah membantah tudingan lembaganya terpapar paham radikal.
Dikutip dari Tirto.id, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan tidak ada paham radikal yang berkembang di KPK dan Pancasila menjadi harga mati di lembaganya.
"Itu sebabnya ada Garuda Pancasila yang gagah di lobi KPK, dan gedungnya diberi warna dan nama merah putih," kata Saut.
Proses pendaftaran calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 mulai Senin (17/6/2019) resmi dibuka hingga 4 Juli 2019 pukul 16.00 WIB.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggaran Pemerintah Australia Gagal Kurangi Polusi Gas Rumah Kaca