jpnn.com - Suasana rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR RI dengan honorer K2 pada 15 Januari 2020, diwarnai tawa dan tangisan.
Mesya Mohamad, Jakarta
BACA JUGA: Jumlah Honorer K2 430 Ribuan, Bukan 1,2 Juta
JAM sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Namun, suasana di balkon Komisi II DPR RI sepi. Kursi yang tersedia yang banyak kosong.
Yang tampak hanya para jurnalis serta staf ahli anggota DPR. Pintu menuju balkon pun tidak dijaga Pamdal. Padahal kalau ada rapat berkaitan dengan honorer K2, pengunjung pasti bejibun. Itu sebabnya, Setjen DPR biasanya menurunkan Pamdal untuk mengamankan ruang rapat Komisi II.
BACA JUGA: Honorer K2 seperti di Depan Pintu, Buka Sedikit, Langsung Masuk
Kali ini suasana semarak itu tidak kelihatan sama sekali. Semua tampak senyap. Malah Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih yang hadir bersama timnya antara lain Korwil DKI Jakarta Nur Baitih, Korwil Jawa Tengah Ahmad Saefudin, Korwil Jawa Timur Eko Mardiono, Korwil Maluku Utara Said Amir, dan beberapa koordinator lainnya, datang pas pukul 10.00.
Kedatangan mereka didahului anggota DPR yang sebelum jam 10.00 sudah di ruang rapat. Kejadian yang tidak biasa ini sempat dikomentari sejumlah pewarta. Mereka heran, anggota DPR banyak yang hadir tepat waktu untuk sebuah RDPU.
BACA JUGA: Honorer K2 Disuruh Cari Pekerjaan Lain? Banyak yang Sudah Tua, Pak!
Kondisi ini berbanding terbalik dengan honorer K2 yang kehadirannya sangat minim. "Tumben ya enggak ada honorer K2 di balkon. Biasanya ramai banget," kata Ado, fotografer salah satu media yang kebingungan melihat kondisi senyap di balkon.
Di tengah rasa heran, tiba-tiba terdengar suara anggota Komisi II DPR Johan Budi dari pengeras suara. Dia menanyakan ke sekretariat komisi, mengapa pimpinan belum datang, sementara anggota sebagian besar sudah hadir.
"Ini mau interupsi ke siapa nih, kursi pimpinan komisinya masih kosong," celetuknya.
Interupsi Johan sejenak membuat suasana jadi ramai, mengundang tawa hadirin. Hanya, tidak bertahan lama, mantan jubir Presiden Joko Widodo ini kembali interupsi.
"Waktu sudah menunjukkan pukul 10.37, gimana nih ada keputusannya enggak? Mau rapat atau enggak?. Karena pimpinan komisi belum ada, saya interupsinya ke Bu Ani saja," ujar Johan yang lagi-lagi disambut tawa peserta rapat.
Beruntung, tidak sampai ada interupsi ketiga, Wakil Ketua Komisi II Arwani Thomafi datang dan memimpin rapat. Karena ini rapat perdana di awal tahun, seluruh anggota dewan mengenalkan dirinya. Demikian juga dengan para pemimpin forum yang diundang.
Usai mengenalkan diri, Ketum Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Lukman Said yang diberikan kesempatan pertama bicara, mengungkapkan desakan terhadap revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Ada 416 DPRD kabupaten sudah mengeluarkan surat rekomendasi dukungan kepada DPR RI untuk membahas revisi UU yang dinantikan para honorer K2 itu.
Dia yakin, hanya revisi jalan satu-satunya hononer K2 menjadi PNS. Tidak akan mungkin Presiden Joko Widodo mengeluarkan diskresi berupa Keppres seperti yang diberikan untuk bidan desa PTT usia 35 tahun ke atas.
"Presiden tidak akan keluarkan diskresi karena melanggar aturan undang-undang. Makanya ADKASI berjuang mengawal revisi UU ASN lewat Komisi II karena ini jalan satu-satunya," terangnya.
Usai bicara, kesempatan diberikan kepada empat pengurus forum lainnya. Dari paparan empat forum ini, masalah honorer K2 yang mendapat sambutan antusias dari para anggota.
Banyak di antaranya yang tertegun mendengar paparan Titi Purwaningsih. Dia mengutarakan bagaimana deritanya honorer K2 selama belasan hingga puluhan tahun tidak juga diangkat PNS.
Ironisnya, mereka digaji sangat rendah Rp 150 ribu per bulan dan diterima per triwulan. Titi dengan air mata berlinang, mengungkapkan bagaimana perjuangan mereka mendapatkan hak-haknya yang dirampas pemerintah.
"Pada 2013, 600 ribu lebih honorer K2 ikut tes CPNS sesuai amanat PP 56/2012. Namun, saat pengumuman, pemerintah hanya meluluskan 200 ribu. Anehnya, pengumuman cuma mencantumkan nama dan nomor tes tanpa ada nilai passing grade," tuturnya
Keanehan lainnya, nomor yang keluar adalah kelipatan 9 dan setelah ditelusuri ternyata banyak bodongnya. Kejadian inilah yang membuat honorer K2 berontak dan berjuang menuntut haknya.
Pemerintah dinilai sudah mengelabui honorer K2 karena ketentuan PP 56/2012 tidak dipenuhi.
Kini, Titi dan timnya kembali mengetuk hati anggota DPR untuk membantu memperjuangkan nasib mereka. Periode lalu, honorer K2 sudah dikecewakan dan di-PHP (pemberi harapan palsu). Hanya, mereka masih berharap anggota DPR periode 2019-2024 berbeda dengan yang lalu.
Bak gayung bersambut, hampir seluruh anggota Komisi II DPR menyatakan dukungannya untuk memperjuangkan nasib honorer K2. Seperti yang diungkapkan Arwani Thomafi, Komisi II akan mengawal dua solusi penyelesaian honorer K2 yaitu PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) dan revisi UU ASN.
Politikus PPP ini berharap pembahasan revisi UU ASN yang sudah masuk Prolegnas 2020 bisa segera dibahas di awal tahun. Apakah lewat Badan Musyawarah atau Badan Legislasi.
Akankah janji para legislator Senayan ini akan terealisasi atau tidak, kita lihat saja nanti. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad