jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengawali karier politiknya dengan turun ke jalan, menyuarakan ketidakadilan yang terjadi di tengah masyarakat.
Pertama kali dilakukan saat masih duduk di semester III, Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), tepatnya sekitar 1992 lalu.
BACA JUGA: Adian Napitupulu Menyentil 6 Menteri, Ada Apa Mas Bro?
Ketika itu Adian selain berkuliah, juga bekerja di salah satu pabrik pengolahan kayu di Bilangan Jakarta Utara.
"Latar belakang saya fakultas hukum. Di situ saya belajar tentang nilai keadilan, kebenaran, dan sebagainya. Cuma waktu keluar kampus, nilai-nilai itu tidak saya temukan dalam kehidupan sehari hari," ujar Adian saat berbagi pengalaman politik pada program 'Ngomongin Politik' (Ngompol) yang tayang di JPNN.com, beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: KPK Pertanyakan Permintaan Adian
Anggota Komisi I DPR ini melihat ada ketidakadilan bagi para buruh ketika itu. Antara lain, tindakan semena-mena oknum keamanan, hingga tidak adanya jaminan Kesehatan.
"Salah satu kasus, teman saya dipukuli oknum satpam di pabrik itu. Saya adukan jam 3 pagi ke kepolisian. Nah, saat di kantor polisi malah saya yang diintimidasi, saya ingat betul pistol itu ditodongkan ke kepala saya," ucapnya.
BACA JUGA: Damaikan Zaitun dan Ngabalin, Adian Napitupulu Banjir Pujian
Menurut aktivis 98 ini, petugas satpam yang dimaksud ternyata pensiunan aparat. Adian juga masih ingat kalimat yang dilontarkan padanya ketika itu.
"Kira-kira dia bilang begini, 'memangnya kalau kamu kami bunuh di sini, ada yang mau peduli sama kamu? Itu 1992, seluruh badan saya rasanya dingin ketika itu," ucapnya.
Adian mengaku sangat takut. Namun, bukan malah membuatnya melangkah mundur. Pria yang terlahir dari ayah Batak ibunda Cirebon ini justru semakin terpanggil menyuarakan ketidakadilan.
"Saya berpikir kemenangan besar tidak bisa didapatkan tanpa kemenangan kemenangan kecil," ucapnya.
Adian kemudian menggerakkan para buruh di pabrik tersebut berunjuk rasa, saat salah seorang buruh lain harus kehilangan dua jari akibat kecelakaan Kerja.
"Itu kan kerja di pabrik kayu, kebetulan kerja shift malam. Nah, itu dia mengantuk saat lagi memotong kayu, hilang dua jari. Diganti Rp 15 ribu. Sekarang ini mungkin sekitar Rp 150-200 ribu. Menurut saya harganya terlalu murah. Lalu kami menggalang demonstrasi, agar dapat pengobatan dan lain-lain," ucapnya.
Para buruh satu pabrik tersebut akhirnya turun ke jalan. Menurut Adian, itu dapat terjadi karena seluruh buruh sebenarnya sudah lama merasakan ketidakadilan.
"Satu pabrik turun, karena rasa itu sebenarnya sudah ada. Tinggal yang dibutuhkan kepeloporan siapa yang mulai (menggerakkan). Nah, di demonstrasi kelima saya dipecat, di PHK," pungkas Adian.(gir/jpnn)
Cerita Lengkap Adian Napitupulu di Video ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang