jpnn.com, BOGOR - Puting beliung yang menyapu Kota Bogor, Kamis (6/12) lalu, menyisakan cerita dari Faisal, bocah berusia lima tahun dengan pipi nan menggemaskan.
Saat Radar Bogor menemuinya Jumat (7/12), dia masih bisa tersenyum manis. Dia bermain-main bersama Kholid (42), ayah kandungnya.
BACA JUGA: Pemkot Bogor Siapkan Rp 1,5 M Buat Korban Puting Beliung
Di pipi kiri Faisal terlihat jelas luka lebam dan memar berwarna merah kehitam-hitaman. Bocah sekecil itu bersama sang ayah menjadi saksi keganasan angin puting beliung yang meluluhlantakkan Kota Bogor bagian selatan.
Radar Bogor menemui Faisal dan Kholid di tepian rel kereta api, tak jauh dari Stasiun Batutulis.
BACA JUGA: Data Terbaru: 1.697 Rumah Rusak Disapu Puting Beliung Bogor
Bapak dan anak itu terjebak dalam kengerian gulungan angin. “Pas saya tidur, ada orang bangunin saya. Semuanya kasih tahu ada puting beliung, termasuk saudara-saudara terdekat saya,” kata Kholid di kediamannya, Kampung Lawang Gintung RT 03/08 Kelurahan Lawang Gitung, Kecamatan Bogor Selatan.
Alih-alih bangun dari tidur sambil menunggu sadar, Kholid tak banyak pilihan saat bola matanya mengitari langit-langit rumahnya yang mulai bertebaran satu per satu. Saat itu juga dia mencari anak keduanya Faisal, yang kebetulan sedang berada di rumah.
BACA JUGA: Awas! Puting Beliung Masih Ancam Bogor
Di bawah gemuruh petir dan derasnya angin, Kholid keluar sambil memapah anaknya ke sekitaran rel kereta. Di luar rumah, ada beberapa warga lainnya yang ikut menyelamatkan diri.
“Kami basah di luar. Posisi masih hujan. Demi menghindari takut tertimpa rumah yang roboh. Tetangga di depan saya rumahnya roboh. Gak apa-apa basah, namanya berusaha menyelamatkan diri,” terangnya.
Kholid semakin khawatir saat benda-benda berukuran berat mulai bertebaran di sekelilingnya. Dia tak bisa menyebut benda apa saja yang terbang.
Saat itulah dia menyadari sedang berada di dalam pusaran angin puting beliung. Tubuhnya sempat jatuh dan terseok untuk menghindari empasan angin yang sangat kuat.
Di saat-saat kalut dan panik itu, benda-benda tajam seperti serpihan kaca dan bekas material kecil yang berputar terbawa angin mengitari sekeliling anak dan bapak itu. Tak ada lagi pilihan bagi Kholid selain memeluk anak dan berusaha melindunginya dari hantaman benda-benda tajam.
“Nih liat punggung saya,” kata Kholid sambil membuka baju kaus berwarna merah tua yang dia kenakan. Tampak jelas di punggungnya luka lebam, baret, dan bekas seperti sayatan berwarna merah.
Luka itu adalah hajaran benda-benda tajam yang mengarah ke badannya saat melindungi anak. Dia diam di pinggir rel kereta sambil memeluk anak. Sementara angin bertiup kencang di sekelilingnya.
Kholid yang susah payah menjadikan badannya benteng untuk Faisal, rupanya masih belum cukup. Satu benda keras yang diduga serpihan asbes tajam tiba-tiba menghantam pipi Faisal. Dia menangis dalam kepanikan angin yang kian mengganas. Seketika pipinya berdarah merah. Darah segar itu pun larut bersama hujan yang tak berhenti.
“Kalau cuma angin, saya masih bisa paksakan bertahan. Yang jadi masalah benda-benda tajamnya itu ikut juga terbang. Saya pasrah. Istri saya kebetulan sedang di luar sama anak saya yang pertama,” ujarnya.
Kholid masih bersyukur sebab dia selamat. “Saya langsung bawa Faisal ke dokter. Rumah saya juga atapnya bertebaran,” tambahnya.
Kholid sudah mulai tertawa bersama keluarganya. Tetangga terdekatnya, termasuk keluarga, banyak yang datang untuk melongok kondisinya. Kholid mengaku dirinya sudah baik dan bisa beraktivitas seperti sedia kala.
“Kalau cuma sakit dikit ya wajarlah. Yang penting saya dan keluarga selamat. Bagi saya itu sudah lebih dari bersyukur,” akunya.
Sementara Faisal, bocah yang bicaranya masih terbata-bata, mengaku takut dengan kejadian angin puting beliung itu. Dia mengambil sebuah benda kecil seperti asbes yang ada di hadapannya.
“Nih, kena yang kaya gini,” katanya kepada Radar Bogor sambil menunjukkan satu serpihan asbes yang terbawa angin. (rp2/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puting Beliung Bogor: Pesan Terakhir Enny Buat Anaknya
Redaktur & Reporter : Adek