jpnn.com - Mayor Inf Baharuddin, anggota TNI dari Kodam VI/Mulawarman berlebaran di Afrika Tengah. Sesudah salat Id semua orang bersalaman. Hanya diikuti 40 orang, semua adalah pria. Sederhana. Tanpa hingar-bingar. Tak ada ketupat. Apalagi opor ayam.
--
Mandat yang diterimanya membawa Mayor Inf Baharuddin terbang jauh meninggalkan Tanah Air sejak April 2018. Tepatnya ke Mobaye, Afrika Tengah. Meski berlebaran jauh dari keluarga dan menu favorit Lebaran, Baharuddin tetap bangga dan bersemangat menjalani tugasnya.
Dia bertugas sebagai military observer di bawah komando United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Yang bertugas menangani materiil informasi kegiatan sehari-hari masyarakat.
BACA JUGA: Kabar Gembira untuk Anggota TNI, Polri, dan Babinsa
“Kami melaksanakan patroli di wilayah Mobaye, dengan mencari informasi dan pengamatan tentang situasi yang berkembang. Laporan tersebut setiap harinya wajib diberikan ke kantor UN di Bangui, ibu kota Afrika Tengah,” ujar pria yang merupakan anggota Pabandya Wanwil Kodam VI/Mulawarman ini.
Dia bertugas di Afrika Tengah selama setahun dan kembali pada April 2019. Merayakan Lebaran tahun ini tanpa sanak keluarga harus dia terima. Apalagi ini pengalaman bukanlah kali pertama. Diakui dirinya sudah pernah mencicipi tugas dan berlebaran di luar negeri. Jadi bukan hal baru lagi.
BACA JUGA: TNI Boleh Diperbantukan Polri Berantas Terorisme
Sebelumnya, pria kelahiran Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 5 Agustus 1971 tersebut pernah bertugas sebagai military observer di Filipina, di Kota Zamboanga.
Dalam rangka misi tim perdamaian antara Moro Islamic Liberation Front dengan pemerintah Filipina. “Tidak jauh berbeda dengan tugas sebelumnya,” ucap pria pehobi futsal itu.
BACA JUGA: Polisi Belum Temukan Pembakar Posko Pemuda Pancasila
Bahar mengatakan, Mobaye merupakan desa yang begitu tradisional. Penduduknya mencapai lebih dari 7 ribu jiwa. Sedangkan angka penghuni di Afrika Tengah mencapai lebih dari 5 juta jiwa. Seperti halnya pemberitaan-pemberitaan yang beredar, selain krisis ekonomi, konflik antarwarga kerap terjadi.
Dia pun mengatakan, jumlah muslim di kota tersebut sangatlah sedikit. Sehingga suasana Lebaran tidaklah seperti di Indonesia. Para prajurit atau tentara yang tengah bertugas di Mobaye pun sengaja tidak melaksanakan salat Id di kampung warga. Khawatir bila terjadi konflik dadakan.
Lebaran dan salat Id jatuh di hari yang sama seperti di Indonesia, Jumat (15/6). Pelaksanaan salat dilakukan pukul 8 pagi waktu setempat. Perbedaan waktu dengan waktu Indonesia bagian tengah yakni 6 jam lebih dulu dari waktu di Mobaye.
“Hanya ada sekitar 40 orang yang melaksanakan salat. Salat dilaksanakan di halaman Kompi Batalyon pasukan Mauritania, Afrika Utara,” ujarnya melalui pesan singkat via WhatsApp dengan Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Sangat sederhana, setelah melaksanakan salat, mereka langsung menyantap makanan yang telah dimasak beberapa jam sebelumnya oleh pasukan Mauritania. Sebagai military observer, dia mengatakan tidak tersedia dukungan logistik dari UN, sehingga mereka mesti berbelanja sendiri ke pasar terdekat dan memasak sendiri.
“Masakan yang dibuat ya sederhana juga, seperti roti canai itu ukurannya lebih besar ketimbang di Indonesia. Nggak ada ketupat atau seafood kaya di Balikpapan,” ucap pria ramah ini.
Lanjut dia, listrik di Mobaye adalah impian para warganya. Sesuatu yang langka dan berharga. Alhasil tiap pos menggunakan genset sebagai pendukung kehidupan. Listriknya begitu terbatas. Hanya menyala saat malam, listrik mati pada pukul 7 pagi lalu menyala di pertengahan hari dan bertahan sampai sore.
“Kehidupan di Mobaye masih begitu tradisional. Jauh dari kesan modern. Selain konflik antarwarga, listrik pun jadi masalah utama di sini,” ucap suami Chusnul Chotimah itu. (lil/one/k16)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lima Oknum Anggota TNI Asyik Dugem Kena Razia
Redaktur & Reporter : Soetomo