Cerita Pengawal Tahanan KPK Kena Serangan Ilmu Hitam, Jleb!

Rabu, 14 Maret 2018 – 07:20 WIB
Waluyo pengawal Tahanan KPK (baju putih) saat mengawal saksi dalam persidangan Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (20/2/18). FOTO: FEDRIK TARIGAN/JAWA POS

jpnn.com - Risiko dan tantangan petugas pengawal tahanan (waltah) KPK hampir sama dengan yang dihadapi tim inti penindakan. Termasuk ancaman nonteknis yang berbau magis, alias ilmu hitam.

AGUS DWI PRASETYO, Jakarta

BACA JUGA: Karmi Tewas Jumat Malam, Pelaku Diduga Penganut Ilmu Hitam

RUANG sidang Koesoemah Atmadja Pengadilan Tipikor Jakarta masih terlihat sepi. Hanya segelintir orang yang berada di dalam ruangan. Mereka tampak sibuk memelototi layar gadget masing-masing.

Senin (19/2) itu jarum jam dinding di atas pintu masuk ruang sidang sisi dalam menunjuk pukul 09.45.

BACA JUGA: Beralasan Ingin Buang Ilmu Hitam, Ayah Gituin Anak Kandung 3 Kali

Tepat pukul 10.00, ruang sidang dengan cat indoor dominan kombinasi cokelat tua dan cokelat muda tersebut baru terlihat riuh.

Keluarga dan pendukung terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto (Setnov) mulai berdatangan. Mereka berjejal duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu.

BACA JUGA: Kisah Pria Dalami Pesugihan, Harus Begituan dengan 3 Perawan

Istri Setnov, Deisti Astriani Tagor, memilih duduk di deretan kursi terdepan, dekat muka ruang sidang. Posisi itu jadi favorit Deisti sejak sidang pertama Setnov, 13 Desember 2017. Semenit kemudian, dari ambang pintu ruang sidang, Setnov muncul.

Dia mengenakan setelan batik cokelat dan celana kain hitam. Kehadiran Setnov membuat suasana sidang semakin ramai.

Beberapa pengunjung dan awak media beringsut ke arah Setnov. Mayoritas ingin mengabadikan sosok mantan ketua DPR tersebut dengan menggunakan kamera masing-masing.

Dua orang berbadan tegap terlihat berada di samping Setnov. Keduanya menempel rapat-rapat tubuh mantan ketua umum Partai Golkar itu.

Mereka juga membuka jalan bagi Setnov agar bisa menuju muka sidang yang disesaki pengunjung dan awak media.

Salah satu pengawal Setnov adalah Waluyo. Koordinator administrasi penuntutan KPK itu bertugas memastikan terdakwa seperti Setnov hadir tepat waktu.

Tugas pokok itu dia emban sejak 2015. Dia mengoordinasi 16 pegawai KPK dengan job desk yang sama.

Sebelum menjabat posisi itu, pria yang genap berusia 50 pada tahun ini tersebut merupakan petugas waltah pertama di KPK.

Di kalangan waltah KPK, Waluyo terbilang paling senior. Karena itu, meski saat ini tidak lagi menjadi waltah, untuk kasus yang menyeret tokoh-tokoh besar seperti Setnov, dia tetap menjadi andalan.

’’Masuk 2005, cuma saya sendiri (waltah KPK),’’ tutur Waluyo saat berbincang dengan Jawa Pos.

Sebelum menjadi pegawai KPK, pria berkulit sawo matang tersebut merupakan staf bagian umum di Komisi Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Lembaga negara itu sudah dibubarkan seiring lahirnya KPK.

Menjadi waltah lembaga superbodi tidak pernah tebersit dalam pikiran Waluyo. Dia sempat ngeri saat awal-awal berurusan dengan tahanan KPK.

Kala itu, Waluyo langsung bertugas menjemput tahanan kasus korupsi, baik di rumah tahanan negara (rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas), maupun rumah pribadi.

’’Pasien’’ pertama Waluyo adalah mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh. Pada 2005, proses hukum Puteh masuk persidangan.

Puteh didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan helikopter Mi-2 merek PLC Rostov asal Rusia senilai Rp 12,6 miliar.

Nilai pengadaan itu dianggap terlalu tinggi. Sebab, sebelumnya TNI-AL membeli helikopter dengan tipe yang sama seharga Rp 6,5 miliar.

’’Waktu itu (Puteh) jarang di rutan, tapi di rumah sakit daerah Thamrin (Jakarta Pusat). Jadi, jemput di rumah sakit,’’ ungkap bapak dua anak tersebut.

’’Awalnya ngeri (mengawal tahanan KPK). Tapi, setelah kerja di situ (KPK), enjoy saja,’’ imbuh Waluyo dengan suara berat.

Sampai saat ini, sudah puluhan tahanan KPK yang dikawal Waluyo. Mayoritas adalah tokoh besar. Antara lain, Anas Urbaningrum (mantan ketua umum Partai Demokrat), Aulia Pohan (mantan deputi gubernur Bank Indonesia), serta Djoko Susilo (mantan Kakorlantas Polri).

Berbeda dengan posisi koordinator administrasi penuntutan, tugas sebagai waltah memang lebih menantang. Sebab, waltah sering bersinggungan langsung dengan tahanan dan pendukungnya.

Misalnya, saat mengawal Puteh dalam sidang. Waluyo tidak jarang bergesekan dengan pendukung pejabat yang sudah bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung, pada 2009 tersebut.

Risiko gesekan dengan pendukung itu paling sering dihadapi Waluyo selama menjadi waltah. Bahkan, lebih dari dua tahun tugas itu diemban sendirian.

Pada tahun ketiga dia bertugas, baru ada backup pengawal dari personel Brimob. ’’Yang jelas, niat saya kerja. Orang-orang (pendukung fanatik) begitu kalau dimusuhi, malah ngantem (memukul),’’ ujar pria yang tinggal di Bekasi itu.

Bukan hanya gesekan, ada risiko lain dari pendukung yang kerap mengancam. Bahkan lebih ekstrem. Yakni, serangan klenik atau ilmu hitam. Pengalaman magis itu beberapa kali dialami Waluyo.

Salah satunya ketika mengawal Syaukani Hasan Rais, mantan bupati Kutai Kartanegara (Kukar), dalam sidang kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Loa Kulu pada 2007.

Waluyo menceritakan, kala itu pintu ruang sidang diduga diberi rajah atau jimat.

Akibatnya, pengunjung sidang, terutama petugas KPK, yang melewati pintu itu tiba-tiba merasakan sesuatu yang ganjil yang masuk ke dalam tubuh.

’’Rasanya mak jleb, masuk ke bawah,’’ ujarnya mengingat kejadian magis itu.

Setelah ditelusuri, serangan magis tersebut diduga berasal dari salah satu pegiat supranatural ternama tanah air.

Pengalaman serupa pernah dirasakan Waluyo ketika mengawal mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

’’Tapi, modelnya (rajah) tidak ditonjolkan. Hanya, kalau dirasa, ada,’’ tutur pria berkumis tebal itu.

Meski demikian, mayoritas tahanan KPK bersikap baik selama dikawal Waluyo. Bahkan, ada yang sampai ’’ketagihan’’ dengan pelayanan pria kelahiran Kota Madiun tersebut.

Mantan bendahara umum (Bendum) Partai Demokrat M. Nazaruddin, misalnya, sampai tidak mau keluar rutan apabila yang menjemput bukan Waluyo.

’’Kalau yang jemput selain saya, bisa dua jam nggak mau keluar rutan,’’ celetuknya lantas tertawa.

Waluyo pun punya resep khusus dalam melayani para tahanan KPK. Pada awal-awal masuk kendaraan tahanan, dia selalu membuat kesepakatan dengan tahanan.

’’Saya bilang, ’Bapak, kalau Bapak baik, sopan, saya akan lebih baik. Tapi, kalau Bapak neko-neko, saya akan lebih bisa neko-neko,’’ujarnya.

’’Makanya mulai awal sampai akhir gampang proses penjemputannya," imbuhnya, lantas tersenyum.

Meski tugasnya berisiko, Waluyo menyatakan tidak khawatir dengan keselamatan pribadi maupun keluarga.

Kuncinya, selalu bekerja dengan baik dan tidak neko-neko. Juga, selalu menjaga integritas. Misalnya, menolak pemberian hadiah atau janji dari tahanan atau pihak-pihak lain.

’’Kalau panjang umur, saya mau (bertugas di KPK) sampai pensiun 2024,’’ ungkap penggemar bulu tangkis itu. (*/c5/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Ardiansyah Jadi Korban Penganut Ilmu Hitam


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler